2 Hakim Tolak Kasasi Ferdy Sambo dan Beri Dissenting Opinion. Apa Itu Dissenting Opinion?

Catatan Redaksi863 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Dua dari lima hakim agung yang menyidangkan kasasi Ferdy Sambo tetap menjatuhkan pidana mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu. Kedua hakim agung ini adalah Jupriadi dan Desnayeti.

Namun, pendapat berbeda keduanya atau dissenting opinion kalah suara dengan 3 hakim agung lainnya mengabulkan kasasi Ferdy Sambo. Sehingga putusan yang keluar adalah hukuman Ferdy Sambo diperingan dari pidana mati menjadi seumur hidup terkait perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Meski berbeda pendapat, pertimbangan dissenting opinion yang dibuat hakim agung Jupriadi dan Desnayeti tetap dicatat dalam amar keputusan kasasi.

Apa itu Dissenting Opinion?

Dissenting Opinion memang dikenal dalam hukum Indonesia. Lalu apa itu dissenting opinion?

Dikutip dari laman Hukum Online, dissenting opinion menurut Black Law Dictionary 9th Edition adalah An opinion by one or more judges who disagree with the decision reached by the majority.

Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti pendapat dari satu atau lebih hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang dicapai oleh mayoritas.

Dissenting Opinion dimuat dalam undang-undang, berikut penjelasannya.

Pasal 14 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi:

  1. Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
  2. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
  3. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.

Sementara dissenting opinion dalam pemeriksaan tingkat kasasi dimuat dalam pasal 30 UU nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung:

  • Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
  • Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

Selain itu, UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juga mengatur mengenai pendapat berbeda hakim konstitusi dalam mengambil keputusan.

Jika musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat maka putusan diambil dengan suara terbanyak.

“Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat, pendapat anggota Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan.”

Mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko dalam artikel yang berjudul “Dissenting Opinion di Mata Mantan Hakim Agung” mengatakan, sejak 2004, Indonesia mengadopsi dissenting opinion dalam UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA.

Dissenting opinion semenjak awal pertimbangannya sudah berbeda. Mulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum, sampai amar putusannya.

Namun, Joko Sarwoko mengingatkan jangan sampai dissenting opinion menghalangi pengambilan keputusan.

Sekalipun ada tiga dissenting opinion, majelis tetap dapat mengambil keputusan.

Joko mencontohkan di Mahkamah Agung. Hakim agung dapat ditambah apabila perkara tidak dapat diputus karena ada dissenting opinion. (Inilah.com)