6 Langkah Jaksa Agung Burhanuddin “Berbenah di Rumah Sendiri”

Nasional4171 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Mengembangkan tugas sebagai Jaksa Agung bukanlah perkara yang mudah. Perbaikan dan peningkatan kualitas penegakan hukum di Tanah Air menjadi tugas besar yang harus dipikul.

Melenggang ke pucuk pimpinan Korps Adhyaksa, ST Burhanuddin membawa sejumlah misi. Institusi kejaksaan harus kian baik di bawah kepemimpinannya.

Berbekal cita-cita besar itu, Burhanuddin mulai berbenah. Sejumlah kebijakan dan pernyataan tegas dia lontarkan untuk anak buahnya. Harapannya menjadi lebih baik demi terjaganya nama baik Kejaksaan.

Bersih-bersih rumah sendiri menjadi satu langkah Burhanuddin yang kerap ditemukan. Lewat penyataan-pernyataan tegas, dia meminta bahkan memerintahkan anak buah untuk berbenah.Burhanuddin mengatakan jika kinerja kejaksaan tanpa kebersihan dan tidak dipercaya. Maka satu fondasi penting pembangunan nasional juga akan rapuh.

Itu sebabnya, ada banyak penyataan tegas yang dia lontarkan. Tanpa segan atau ragu bahwa pernyataan tersebut, dia sedang membuat ‘orang rumah’ merasa tak nyaman.

1. Minta Anak Buah Jauhi Perbuatan Berpotensi Melawan Hukum

Burhanuddin meminta Korps Adhyaksa agar selalu menjaga integritas dan menjauhi perbuatan tercela yang berpotensi melawan hukum. Dia menegaskan jika salah satu agenda utama adalah memulihkan marwah kejaksaan, dengan meningkatkan integritas.

“Saya tidak butuh jaksa pintar tapi tidak berintegritas, melainkan saya butuh jaksa pintar yang berintegritas. Untuk itu, bagi siapa saja yang tidak mau berubah, silakan mengundurkan diri sebelum saya undurkan,” kata dia.

Dalam upaya memulihkan marwah kejaksaan, Burhanuddin mengatakan sangat disayangkan masih ditemukannya oknum aparat penegak hukum yang menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya,

“Perlu saudara ketahui, keputusan terberat yang diambil oleh seorang pimpinan adalah ketika harus menghukum anak buahnya. Namun bagi saya, lebih baik kehilangan anak buah yang buruk untuk menyelamatkan institusi,” ujarnya.

Katanya, kiprah kejaksaan dalam menangani perkara-perkara besar telah berhasil meningkatkan kepercayaan publik. Namun di sisi lain, atas capaian itu masih saja terdapat pihak yang tidak senang atau terganggu akan torehan prestasi tersebut.

“Fenomena ini dikenal dengan istilah Corruptors Fight Back. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada dalam melaksanakan tugas dan berperilaku sesuai norma yang ada, begitupun dalam aktivitas di sosial media,” jelasnya.

2. Bijak Bersosial Media

Jaksa Agung juga meminta seluruh jajarannya bijak bermedia sosial. Dia melarang keras unggahan yang bisa munculkan pertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah.

“Sadarilah, bahwa kita adalah abdi negara, abdi masyarakat. Maka sudah sepatutnya memberikan contoh sikap, adab, etika dan sopan santun kepada masyarakat, serta turut mensosialisasikan kebijakan pemerintah maupun institusi,” tambahnya.

Di sisi lain, Burhanuddin juga meminta agar penguatan pengawasan dalam akselerasi perubahan dan perbaikan turut diperkuat agar menumbuhkan kepercayaan publik (public trust).

Dia menjelaskan, media sosial sebagai sarana berkomunikasi harus digunakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Para jaksa dan pegawai diminta mengikuti petunjuk Surat R-41/A/SUJA/09/2021.

Jajarannya diminta mencermati dan memahami setiap unggahan di media sosialnya agar terhindar dari hal-hal yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan), radikalisme, kebohongan, berita palsu, menyerang pribadi orang lain, atau bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah.

“Tolong, hindari memamerkan kemewahan atau hedonisme dalam kehidupan sehari-hari kita di media sosial,” tambah Burhanuddin dalam video unggahan kanal YouTube Kejaksaan RI.

Dia juga mengingatkan agar segenap jajaran menghindari memainkan aplikasi TikTok yang rentan memicu kemunculan unggahan-unggahan mengandung hedonisme.

3. Tak Butuh Disambut Mewah

Burhanuddin juga menyampaikan jika kunjungan kerja merupakan perjalanan dinas yang wajib dilakukan oleh pimpinan untuk memastikan dan mengawasi kinerja satuan kerja di bawahnya.

Oleh sebab itu tata cara atau protokoler perjalanan dinas telah diatur dalam Pasal 116 ayat (1) Peraturan Jaksa Agung Nomor 16 Tahun 2013 tentang Urusan Dalam di Lingkungan Kejaksaan RI yang pada pokoknya peraturan tersebut menghendaki penyambutan yang sederhana dan sewajarnya.

“Tidak perlu dilakukan dengan hal-hal yang bersifat seremonial berlebihan seperti pengalungan bunga, tarian penyambutan dan lain sebagainya. Maka dari itu saya minta kepada Kajati untuk memedomani aturan yang ada dalam melaksanakan kunjungan kerja ke daerah sebagaimana telah saya contohkan dalam setiap perjalanan dinas,” tegas dia.

Dia pun tidak ingin kedatangannya membebani daerah yang dikunjunginya, sehingga memaksakan diri untuk melaksanakan kegiatan tersebut dengan mempertaruhkan integritas dan mengarah pada perbuatan tercela.

4. Dorong Restorative Justice

Upaya mendorong restorative justice menjadi salah satu program penting yang dijalankan Burhanuddin di masa kepemimpinannya. Jajaran diminta benar-benar menerapkannya dalam penyelesaian kasus di masyarakat.

Salah satu bukti berjalannya restorative justice, terlihat ketika Kejaksaan Tinggi Aceh melaksanakan permohonan ekspose untuk Penghentian Penuntutan. Hal ini berdasarkan keadilan restoratif yang berpedoman padaNomor 15 Tahun 2020, kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

“Selama ini ekspose dilakukan secara langsung ataupun virtual dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dari Jakarta, namun hari ini menjadi suatu hal yang sangat istimewa. Karena untuk pertama kalinya dari Serambi Mekkah, pelaksanaan ekspose dihadiri langsung oleh Bapak Jaksa Agung Republik Indonesia selaku ‘Penuntut Umum Tertinggi’ di samping kunjungan kerja Jaksa Agung di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Aceh,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Rabu (10/11).

5. Minta Jajarannya Tak Ngemis Setoran Proyek

Terbaru, Burhanuddin mengaku mendapat laporan masih ada jajarannya baik di pusat dan di daerah yang bertindak di luar kewenangannya. Akibatnya, perilaku yang ditunjukkan anggota Korps Adhyaksa tersebut tak ubahnya benalu.

“Saya ingatkan jangan ada lagi Kajati, Kajari, Asisten dan juga di Kejaksaan Agung yang bermain mencari proyek di pemerintahan. Jangan lagi ada minta-minta atau ngemis-ngemis proyek, menggerogoti kegiatan pembangunan daerah, yaitu dengan perbuatan meminta-minta setoran,” tegas dia.

Bahkan informasi dia terima, bukan sekadar meminta, ada pula yang ikut campur dalam menentukan pemenangan tender suatu proyek semata-mata demi kepentingan pribadi. Dia tak akan memberi ampun jajaran yang ketahuan main proyek.

Burhanuddin tidak main-main dengan arahannya. Dia memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawasan, Kepala Kejaksaan Tinggi, Asisten Pengawasan benar-benar mengawasi perilaku seluruh jaksa di Indonesia dan bersikap tegas jika ditemukan ada yang melanggar.

“Apabila diperlukan, saya selaku Jaksa Agung akan bertindak tangan besi untuk menghukum anak-anak saya demi terjaganya marwah institusi Kejaksaan,” katanya.

6. Penegakan Hukum Tak Timbulkan Kegaduhan

Dia juga mengingatkan agar jajaran menjadi agen stabilisator situasi dan kondisi di daerah saat bertugas. Artinya penegakan hukum yang dilakukan tidak lagi kontra produktif dan menimbulkan kegaduhan.

“Ingat, jangan sampai ada kegaduhan. Oleh karena itu, penegakan hukum bersinergi mendorong terciptanya keamanan dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dan bernegara baik di pusat maupun di daerah,” ujar dia.

Sebab menurutnya, penegakan hukum sekadar untuk memenuhi nilai kepastian saja. Tetapi harus ada nilai kemanfaatan dari penerapan hukum itu sendiri demi mencapai keadilan yang sebenarnya. Itu sebabnya, kata dia, kehadiran jaksa di tengah masyarakat diharapkan tidak hanya memberikan kepastian dan keadilan, tetapi juga kemanfaatan hukum.

“Penegakan hukum harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena hukum ada untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Sehingga apabila penegakan hukum dipandang tidak memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, maka itu sama dengan hukum telah kehilangan rohnya,” tutur dia.

Burhanuddin melanjutkan, penerapan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) bisa menjadi salah satu alternatif penyelesaian hukum yang mendatangkan kemanfaatan. Sebab langkah hukum lewat keadilan restoratif justice telah banyak menuai respons yang sangat positif. (R1/Merdeka.com)

Baca juga:

1. Profesor Hukum UNAIR Apresiasi Ketegasan Jaksa Agung RI Selamatkan Asset Negara Triliunan Rupiah

2. Korupsi Menggurita, Silih Berganti dan Tumbuh Dimana-mana, Jaksa Agung: Tak Ada Alasan Tidak Terapkan Hukuman Mati Koruptor

3. Jaksa Agung Ancam Evaluasi Kajati & Kajari yang Tak Tangani Korupsi

4. Kejaksaan Agung Kawal 44 Proyek Strategis Senilai Rp142,9 Triliun

5. Antisipasi Indisipliner, Jaksa Agung Minta Pengawasan ke Pegawai Ditingkatkan