ASEAN Mulai Berani Transaksi Tanpa Dolar AS, Apa Dampaknya?

Nasional449 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Bisa jadi sudah jamannya, beberapa negara berani mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Atau karena dominasi politik China kian menguat di kawasan ASEAN seperti banyak menggelontorkan bantuan ke Indonesia.

Tetapi dalam pertemuan menteri keuangan dan pimpinan bank sentral ASEAN keberanian mereka meninggalkan dolar AS kian kompak. Negara-negara di ASEAN akhirnya sepakat menggunakan mata uang lokal untuk bertransaksi.

Bahkan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, dan Gubernur State Bank of Vietnam Thanh Ha Pham sudah mengkonkretkan kebijakan tersebut dengan menandatangani sebuah kesepakatan.

Selain itu, BI, Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand juga sepakat mengurangi penggunaan dolar AS dalam transaksi ekonomi atau dedolarisasi di ASEAN. Jadi ada yang sudah berani meninggalkan dan masih ada yang baru berani mengurangi penggunaan dolar AS.

Dengan adanya kerja sama ini, penyelesaian transaksi dan memperkuat sistem pembayaran antarnegara di kawasan atau Local Currency Transaction (LCT) dilakukan dengan mata uang lokal.

“Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand akan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) bilateral tentang Kerangka Kerja Sama untuk Mempromosikan Transaksi Bilateral dalam Mata Uang Lokal,” kata Perry Perry yang mengungkapkan hasil dalam gelaran Asean Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting and Related Meetings di Jakarta, Jumat (25/8/2023) pekan ini.

Selain itu, dalam gelaran Asean Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting and Related Meetings tersebut, Perry Warjiyo juga menandatangani perjanjian Regional Payment Connectivity (RPC).

Kesepakatan ini bukan secara tiba-tiba. Rintisan kerja sama tersebut sudah dimulai pada Mei 2023 lalu.

“Pada bulan Mei 2023, ASEAN telah menyepakati Deklarasi Pemimpin ASEAN. Deklarasi ini menegaskan peran sistem dan layanan pembayaran lintas negara yang lebih cepat, lebih murah, aman, transparan, dan inklusif dalam memberikan manfaat yang lebih luas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi regional dan ekonomi digital,” kata Perry lagi.

“Hari ini kita akan menyaksikan tonggak sejarah lain dalam mencapai hasil nyata dalam memajukan konektivitas pembayaran regional dan mendorong penggunaan mata uang lokal untuk transaksi lintas batas di wilayah tersebut,” tambahnya.

Kebijakan dedolarisasi dinilai mampu mengurangi kebergantungan Indonesia terhadap mata uang AS. Langkah itu juga dianggap bisa membuat rupiah menjadi stabil, bahkan menguat meninggalkan level saat ini di kisaran Rp 15.000 per US$. Walaupun untuk mendekati level Rp10.000 per dolar AS seperti janji Presiden Jokowi saat baru menjabat di periode pertama, rupiah masih susah.

Stabilitas nilai tukar rupiah bisa mendorong peningkatan investasi dan kegiatan perdagangan internasional, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi solid dalam jangka panjang. (Inilah.com)