Bak Film Arie Hanggara dan Angeline, Suami Istri di Karo Tega Aniaya Anak ‘Permennya’ Sendiri yang Masih Berusia Empat Tahun Hingga Kritis

Karo6283 Dilihat

Kabanjahe, Karosatuklik.com – Bak Film Arie Hanggara dan Angeline. Sungguh kejam pasangan suami istri di Desa Gurukinayan Kecamatan Payung Kabupaten Karo, dengan tega melakukan penganiayaan terhadap bocah berinisial A berumur empat tahun.

Kejadian penganiayaan dilakukan oleh Bibi dan Kilanya (Pamanya) sendiri. Mariati (24), bersama suaminya Josis Sembiring (30). Kedua pelaku warga Desa Gurukinayan. Dengan kejam menganiaya korban dan menelantarkannya hingga kritis. Saat ini korban masih dirawat di RS Bhayangkara Medan.

“Ini perkara kekerasan di bawah umur. Korban berinisial A, umur empat tahun. Yang bersangkutan masih dirawat di rumah sakit,” ujar Kapolres Tanah Karo, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ronny Nicolas Sidabutar, SH, SIK, MH melalui Kasi Humas M Sahril, Senin (26/9/2022).

Dijelaskan Sahril, saat ini Unit PPA Satreskrim sedang menjalani proses penyidikan terhadap penganiayaan anak dibawah umur yang dialami oleh A.

Ia mengatakan, pelaku adalah pasangan suami istri, Josis Sembiring (30) yang merupakan laki-laki dan Mariati (24) perempuan. Kejadian kekerasan itu diduga dilakukan di rumah pelaku, Desa Gurukinayan.

Kronologis Peristiwa

“Peristiwa tersebut baru diketahui setelah Polsek Payung mendapat informasi dari Kepala Desa Gurukinayan, tanggal 24 September 2022 lalu. Saat itu, korban sudah dirawat selama empat hari di RSU Kabanjahe. Korban dibawa oleh Kepala Desa Gurukinayan ke RSU setelah mengetahui kondisi korban yang sedang sakit dan terlihat beberapa bekas luka akibat penganiayaan di tubuh korban,” ungkap Kasi Humas M. Sahril.

Mengetahui kejadian itu, lanjut Sahril, Unit PPA Polres Tanah Karo langsung gerak cepat melalukan pengecekan ke RSU Kabanjahe dan berkoordinasi kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Karo.

“Dari keterangan pihak RSU Kabanjahe, sudah selama 4 hari korban di rawat di RSU Kabanjahe, kondisi korban menurun tanpa kesadaran dan harus dirujuk ke salah satu rumah Sakit di Medan karena ada pendarahan di otak dan pada tubuh korban banyak luka pukul, cakar dan bekas sundutan rokok,” bebernya.

“Melihat kondisi tubuh korban, Dinas PPPA, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karo, Kepala Desa Gurukinayan dan Unit PPA Polres Tanah Karo membagi tugas. Dinas PPPA bersama Kepala Desa Gurkinayan berkordinasi untuk proses perujukan korban ke Medan,” sebut Sahril.

Korban sempat dirujuk ke RS Adam Malik untuk pasien sosial, namun kondisi RS Adam Malik sedang full untuk pasien sosial, akhirnya korban dirujuk ke RS Bhayangkara Medan. Sampai sekarang ini korban masih dalam keadaan koma, ucapnya.

Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Pemerintah lainnya hanya menerima BPJS atau KIS sehingga apabila tidak memiliki salah satunya, maka harus menggunakan biaya pribadi dan tidak menerima pasien kategori sosial. Dan kondisi keluarga korban termasuk kategori tidak mampu dan korban juga belum memiliki BPJS atau KIS.

Kapolres Tanggung Biaya Korban

Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Tanah Karo, AKBP Ronny Nicolas Sidabutar, begitu mengetahui kabar tersebut, bersedia membiayai seluruh biaya perobatan, agar korban segera mendapatkan penanganan intensif dari dokter dan tim medis.

“Korban saat ini sedang dirawat intensif di RS Bhayangkara Medan, namun masih dalam keadaan belum sadar atau koma, kita doakan bersama agar korban cepat pulih kembali,” harap Sahril.

Sementara itu, Unit PPA Polres Tanah Karo beserta piket penyidik bersama personil Polsek Payung langsung gerak cepat ke Desa Gurkinayan untuk mencari terduga pelaku kekerasan yaitu bibi dan kila korban sendiri.

Dari informasi yang di dapat dari Polsek Payung dan Unit PPA Polres Tanah Karo, korban, memiliki orang tua yang telah bercerai dan berdomisili di Jakarta.

Begini Kisah Penganiayaan Kejam yang Dilakukan Kedua Pelaku Secara Berulang

Seperti diketahui, pada November 2021 lalu, Mariati (bibi korban) yang merupakan adik kandung dari bapak kandung korban, datang ke Jakarta menjemput korban, dikarenakan ibu korban pergi meninggalkan keduanya. Karena tidak ada yang mengurus korban, bapak kandung korban menyuruh adiknya Mariati, untuk membawa korban ke Desa Gurukinayan.

Situasi ekonomi yang sulit dialami Mariati dan suaminya Josis Sembiring, ditambah orang tua korban yang tidak pernah mengirimkan uang, membuat Mariati mudah kesal dan marah setiap korban ada melakukan ‘kesalahan’. Kekesalan Mariati dilakukan dengan mencubiti korban dan memukuli dengan rotan, memukuli dengan hanger jemuran pada bagian kaki, paha, punggung badan dan kepala korban.

Karena kesal dan sering mendengar aduan serta kemarahan istrinya, Josis Sembiring-pun malah ikut-ikutan juga marah sehingga ianya pun ikut menganiaya korban dengan cara memukulinya dengan rotan ke bagian paha, kaki dan badan korban. Parahnya lagi, Josis juga menekan telapak tangan korban hingga bengkak, juga diindikasi 3 jarinya pada tangan sebelah kiri mengalami patah.

Sungguh kejam dan keterlaluan kelakuan Mariati dan Josis kepada keponakannya atau permennya sendiri. Josis Sembiring juga berulang kali menyundutkan api rokok ke perut korban, mencakar wajah dan leher korban dan mendorong korban sehingga terjatuh. Tanpa peri kemanusiaan, keduanya juga sering tidak memberikan makananan kepada korban.

Nestapa bocah A, menjadi pelampiasan kekecewaan kila dan bibinya sendiri. Dipukuli dan dicubit. Berkali-kali. `Salah` bocah itu hanya karena sedikit melakukan kesalahan atau karena merasa sakit berbuah penyiksaan berat melihat usianya yang masih empat tahun.

Tidak cukup sampai disitu, pada akhir Agustus 2022 lalu, Mariati menyuruh korban untuk mandi dan saat itu, Mariati berteriak sambil mendatangi korban dan mengarahkan tangannya seolah mau menampar wajah korban “Cepat Kau Mandi, Kalau Tidak Tidak cepat, kupukuli lagi kau!!!” hardiknya.. kepada korban yang masih berumur 4 tahun.

Dikarenakan takut dan trauma, korban berjalan mundur sehingga terjatuh dan kepalanya mengenai seng yang ada di dekatnya sehingga kepalanya mengalami luka koyak dan terbentur kayu broti. Bukannya langsung dibawa ke Puskesmas, Mariati justru mengobatinya hanya dengan mengoleskan minyak urut tradisional Karo.

Belakangan, perlakuan kasar yang semakin menjadi-jadi dari Mariati dan Josis kepada korban, mulai diketahui tetangga pelaku. Tetangga yang merasa simpati sering secara sembunyi-sembunyi memberikan bantuan makanan kepada korban, namun anehnya lagi, apabila Mariati dan Josis mengetahui hal tersebut keduanya kembali menganiaya korban.

Penganiayaan terus berlanjut apabila Mariati dan Josis kesal dan marah, akan melampiaskan ke tubuh korban dengan cara memukul dan mencubit korban tanpa ada rasa belas kasihan.

Tawaran Mertua Merawat A Dibalas Pelaku Dengan Membanting Barang

Mertua Mariati atau ibu kandung Josis juga dalam keadaan hubungan tidak baik dengan keduanya dikarenakan sudah sering dinasehati olehnya agar jangan menganiaya korban dan agar memberinya makan karena korban sudah kurus dan sering kelaparan.

Mertuanya juga menawarkan kepada keduanya, apabila tidak sanggup mengurus korban, mertuanya atau ibu Josis bersedia mengurusnya, namun ntah apa yang ada di otak Mariati dan Josis, tawaran baik itu malah dibalas dengan membanting barang dan memarahi serta mengusir ibunya.

Tepatnya seminggu yang lalu, korban mengalami demam naik turun sehingga tetangga yang sering melihat dan mendengar penganiayaan tersebut, melapor kepada Kepala Desa Gurukinayan tempat mereka berdomisili.

Mengetahui informasi itu, kepala desa langsung mengecek dan melihat keadaan korban, saat itu juga dan langsung dibawa ke RSU Kabanjahe dan sampai membantu biaya perobatan terhadap korban. Empat hari kemudian, atau pada 24 September 2022 lalu, Kepala Desa Gurukinayan melaporkan permasalahan ini ke Polsek Payung sehingga Polsek Payung berkordinasi ke UPPA Untuk penanganan permasalahan ini.

Kedua Pelaku Sempat Mau Kabur dari Kejaran Petugas

Setelah mengetahui duduk peristiwa tersebut, sambung Sahril lagi, Unit PPA bersama Polsek Payung langsung mencari keberadaan pelaku. Kedua pelaku sempat berusaha melarikan diri meninggalkan desa, tujuannya menghindari petugas. Namun pelarian itu gagal dan petugas berhasil menangkap keduanya di Desa Payung Kecamatan Tigandereket yang tidak jauh dari Desa Gurukinayan, pada Sabtu (24/09/2022) lalu.
“Keduanya, saat ini sudah diamankan di Mapolres Tanah Karo dan mengakui perbuatan penganiayaan yang dilakukannya terhadap korban. Proses hukum sudah ditahap penyidikan, Josis sudah ditahan di RTP sedangkan Mariati ditangguhkan penahannya dikarenakan kondisi hamil. Selain itu, Mariati masih mengurus anak umur dua tahun, namun mewajibkan lapor Senin dan Kamis setiap minggunya,” tuturnya.

Menyinggung hukuman atau pasal yang dikenakan, Sahril menyebutkan, kedua pelaku dijerat pasal 80 ayat (2) Undang Undang RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun kurungan penjara, tutup Sahril.

Tersentak

Kini, publik tersentak dengan nasib tragis yang menimpa Angeline, bocah seusia Arie Hanggara yang tewas dengan sangat keji. Angeline tewas saat tinggal bersama ibu angkatnya dan jauh dari orangtua kandungnya.

Namun, Angeline bukanlah bocah korban kekerasan dan kekejaman yang menandai ketiadaan cerita serupa sejak kasus Arie Hanggara. Kekerasan dan kekejaman di dalam rumah tangga tak pernah berhenti. Banyak sudah kasus serupa yang luput dari perhatian publik sejak kasus Arie Hanggara pada 3 dasawarsa silam.

Tewasnya Angeline membuat publik terhenyak, seolah baru menyadari kalau orang dekat pun bisa berbuat keji terhadap seorang anak. Padahal, Angeline bukanlah bocah pertama yang tewas di lingkungan keluarga.

Setelah tragedi Arie Hanggara pada 1984, banyak sudah kisah bocah lain yang mengalami penyiksaan serupa oleh orangtua tiri hingga berbuah kematian, jauh sebelum maut menjemput Angeline.

“Hadap tembok!” bentakan ini sempat didengar tetangga pada malam itu. Dini harinya, bocah yang kepayahan itu tak lagi bisa bertahan. Ia ditemukan ambruk dengan tubuh kaku. Machtino dan Santi menyesal berat, tapi waktu tak bisa diputar ulang kembali.

Kematian Arie Hanggara bikin gempar kala itu. Orang-orang tak habis pikir, mengapa bisa orangtua menyiksa anaknya sendiri hingga mati. Kok tega? Rekonstruksi pembunuhan harus diulang beberapa kali karena massa selalu berjejal, tak hanya menonton, tapi gemas ingin menghakimi Machtino dan Santi.

Seluruh media massa mengangkat kisah Arie. Salah satunya, Majalah Tempo yang memuat judul panjang di halaman mukanya: “Arie namanya. Ia mati dihukum ayahnya. Mungkin anak kita tidak. Tapi benarkah kita tidak kejam?”

Ini potret anak yang kembali menjadi korban tindak kekerasan keji. Kita sangat yakin. Bocah A pasti merintih setiap dianiaya kedua pelaku di Desa Gurukinayan yang tak jauh dari Gunung Sinabung. Rintihan yang sama disuarakan jutaan anak lainnya, dalam diam, yang terwakili oleh tangis mereka: “Tolong…”. (Redaksi1)