Catatan Redaksi, Kota Kabanjahe Layak Dinobatkan Kota Pahlawan

Catatan Redaksi, Karo6948 x Dibaca

Kabanjahe, Karosatuklik.com – ERKATA BEDIL adalah sebuah lagu feomenal karya komponis nasional Jaga Depari yang mengambil setting di jaman peperangan, lirik lagu yang menyentuh terlahir dari kisah nyata disaat pejuang dan pahlawan bangsa mengorbankan nyawa demi sebuah kata merdeka.

Pesan dari lagu yang disampaikan hingga sekarang masih sangat relevan untuk diaktualisasikan para pemimpin negeri ini termasuk pimpinan daerah di Kabupaten Karo hingga para generasi muda bangsa dalam konteks kekinian.

Pahlawan menjadi penting karena ia memberi inspirasi. Inspirasi untuk selalu memperbaiki kondisi tanah tumpah darahnya. Inspirasi agar bangsa ini terus bangkit, optimis bangkit dari masa sulit Covid-19.

Agresi militer Belanda, paska Kemerdekaan RI, 74 tahun yang lalu, terungkap pejuang-pejuang Karo yang gugur di medan pertempuran. Untuk mengenang dan menghormati pejuang yang dikenal berani dan militan itu didirikan Monumen Sektor III Napindo Hlilintar (1945-1949).

Di sekitar lokasi monumen bersejarah itu, merupakan medan pertempuran yang sengit antara sektot III melawan Belanda. Desa Bertah, yang persis berada di pinggir badan jalan nasional Medan – Aceh Tenggara, tempat dimana gugurnya Komandan Batalyon I Kapten Pala Bangun pada 7 Mei 1949.

Monumen Halilintar menyimpan memori heroisme ribuan laskar Pejuang Karo. Dan masih banyak lagi monumen perjuangan para pejuang Karo, termasuk Tugu Perjuangan di jantung kota wisata Berastagi.

Taktik bumi hangus dikenal dengan Karo Lautan Api menjadikan banyak para Simbisa Karo gugur di medan pertempuran. Untuk menghargai jasa para pejuang dari Karo, Presiden Soekarno, hanya menetapkan dua (2) Makam Pahlawan di Indonesia, yakni satu di Kota Kabanjahe dan satu lagi di kota Surabaya.

Pertempuran 10 November di Surabaya yang menjadi cikal bakal Hari Pahlawan menjadi perang terbuka terbesar Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan.

 

Karo Lautan Api dan Surat Moh Hatta

Taktik bumi hangus “Karo Lautan Api” ini, sungguh merupakan pengorbanan yang luar biasa dari rakyat Karo demi mempertahankan cita-cita luhur kemerdekaan Republik Indonesia. Rakyat dengan sukarela membakar apa saja yang dimiliki termasuk desa dengan segala isinya.

Inilah salah satu penyebab rumah adat Karo “Siwaluh Jabu” yang merupakan warisan arsitektur leluhur Karo yang bernilai tinggi, dalam perkembangannya hanya tinggal sedikit sekarang ini.

Melihat begitu besarnya pengorbanan rakyat Karo saat itu, Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta menulis surat pujian kepada rakyat Karo dari Bukit Tinggi pada tanggal 1 Januari 1948, “Kepada Rakyat Tanah Karo Yang Kuncintai”. Surat dari Moh Hatta itu kini di-prasastikan di komplek Taman Mejuah-Juah Berastagi.

“Saya bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putra Indonesia sejati. Rumah yang terbakar, boleh didirikan kembali, kampung yang hancur dapat dibangun lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah menimbulkannya,” tulis Moh Hatta.

 

 

Nama Jalan di Kota Kabanjahe Didominasi nama Simbisa Karo

 

Beberapa nama pahlawan yang di abadikan sebagai nama jalan di Kota Kabanjahe. Seperti, Kapten Pala Bangun, Kapten Bangsi Sembiring, Letnan Rata Perangin Angin, Kapiten Purba, Nabung Surbakti, Kapten Maryam Ginting, Kapten Bom Ginting, Kapten Selamat Ketaren, Letnan Abdul Kadir, Kapten Upah Tendi Sebayang, Kapten Sukaraja Munthe, Wagimin.

Dan menjadikan Kota Kabanjahe sebagai salah satu kota yang paling banyak mengambil nama jalan dari pahlawan lokalnya. Dan masih banyak lagi pejuang yang gugur dan layak diabadikan selain nama-nama diatas. Layak dan pantas kota Kabanjahe dinobatkan sebagai Kota Pahlawan.

 

Selanjutnya, ada 3 (tiga) Simbisa (pejuang) Karo yang dinobatkan sebagai pelopor pejuang karo yang mempunyai sikap militansi yang sangat tinggi yaitu : Djamin Ginting, (Letnan Jendral), Selamat Ginting (Mayor TNI ), Payung Bangun (Mayor TNI). Dan dua orang Pahlawan Nasional yakni, Kiras Bangun (Garamata) dan Letjen Djamin Ginting.

Mengutip buku, “Dari Titi Bambu ke Bukit Kadir”, sebenarnya sudah banyak mengungkap kemurnian kepemimpinan Jamin Ginting dalam berjuang untuk kesejahteraan rakyat. “Titi Bambu dan Bukit Kadir” buku kembar yang di editori Prof Payung Bangun mengisahkan pahitnya perjuangan bersenjata yang dilakukan Resimen yang dipimpin Jamin Gintings dan pejuang lainnya.

Dapat disimpulkan, Dari Titi Bambu ke Bukit Kadir, adalah jembatan inspirasi, motivasi penggalian dan pelestarian nilai-nilai kejuangan dan perjuangan serta upaya menumbuh kembangkan semangat untuk terus mengabdi kepada NKRI, serta mampu menjadi spirit patriotisme bagi generasi penerus dalam memperkokoh identitas diri anak bangsa ditengah gelombang krisis moralitas pemimpin bangsa dan kemiskinan politik nasional di tengah himpitan pandemi Covid-19.

 

Nama Satuan Militer

Nama satuan militer TNI yang berciri khas Karo yakni, Batalyion Infanteri 125/Simbisa di Kabanjahe, Armed 2/105 Kilap Sumagan di Delitua, Deliserdang, Batalyion Kavaleri 6/Serbu (Naga Karimata) di Jalan Bunga Raya/Asam Kumbang, Medan Sunggal. Seperti diketahui bahwa cerita legenda tentang Putri Hijau dan Naga Karimata merupakan legenda yang berasal dari Karo.

Tugu Bambu Runcing

Tugu Bambu Runcing yang menjadi ikon Kota Kabanjahe dan Tugu Pejuang di Kota wisata Berastagi menunjukkan bahwa daerah itu daerah pejuang. Bambu runcing memang alat teramat sederhana, akan tetapi ditangan para pejuang heroik dan patriotik mempunyai keampuhan luar biasa, sehingga dapat mengalahkan persenjataan yang lebih modern.

Bukti history lainnta di Kabupaten Karo, Makam Pahlawan Kabanjahe merupakan bukti salah satu basis perjuangan Kemerdekaan Indonesia, karena tercatat di Ibu Pertiwi hanya ada dua Makam Pahlawan di Indonesia, Kota Surabaya dan Tanah Karo.

Tulisan berikutnya, Redaksi Karosatuklik.com akan menyajikan “Soekarno-Moh Hatta, Todongan Senjata Mayor Selamat Ginting Dan Tol Medan – Berastagi”. (Robert Tarigan, SH, Pimpinan Redaksi Karosatuklik.com)