Catatan Redaksi, Mengulik Kembali “Titi Bambu ke Bukit Kadir” Kisah Jenderal Kebanggaan Karo, Djamin Ginting

Catatan Redaksi, Karo5808 x Dibaca

Kabanjahe, Karosatuklik.com – Buku Dari Titi Bambu ke Bukit Kadir, mengungkap kemurnian kepemimpinan Letjen Djamin Gintings dalam berjuang untuk kesejahteraan rakyat.

“Titi Bambu dan Bukit Kadir” buku kembar yang di editori Prof Payung Bangun mengisahkan pahitnya perjuangan bersenjata yang dilakukan oleh Resimen yang dipimpin Djamin Gintings.

Buku tersebut menjadi jembatan inspirasi, motivasi penggalian dan pelestarian nilai-nilai kejuangan dan perjuangan serta upaya menumbuhkembangkan semangat untuk terus mengabdi kepada NKRI, serta mampu menjadi spirit bagi generasi penerus dan memperkokoh identitas diri anak bangsa ditengah terdegradasinya moralitas pemimpin bangsa.

Sebagai seorang pejuang yang totalitas hidupnya sepenuhnya didharmabaktikan kepada nusa dan bangsa, Djamin Gintings lahir 12 Januari 1921 di Desa Suka (86 km dari kota Medan), dari pasangan Laufak Ginting Suka dan Tindang Beru Tarigan sangat layak dan pantas menjadi inspirasi pemuda Karo.

 

Karir perjuangan anak ke tiga dari tujuh orang bersaudara (dari dua istri sang ayah) dimulai usai dirinya menamatkan Vervolgschool (Desa Suka), Schakel School (Kabanjahe) dan MULO Kesatrya (Medan).

Kala itu seiring berkobarnya perang Asia Timur Raya, Djamin Ginting’S pun masuk ke dalam bala tentara Pembela Tanah Air (PETA), ia kemudian terdaftar dan resmi mengikuti latihan militer di camp GPU GUN Siborong-Borong, Tapanuli, usai lulus, Djamin Ginting muda lantas ditempatkan di Pangkalan Brandan, Langkat.

Disana pulalah sosok pejuang yang kecintaanya kepada merah putih itu tidak perlu diragukan lagi, mempersunting Likas Beru Tarigan pada 28 Juli 1945 lewat mas kawin 1.000 gulden.

Dari Pangkalan Berandan, Tanah Bertuah Bumi Langkat, kecemerlangan Djamin Gintings terus mengorbit, apalagi setelah dianya ditawan di kota Medan oleh Sekutu pasca kekalahan Jepang, dengan ikut terlibat membentuk TKR.

Djamin Gintings kemudian secara berturut-turut menduduki jabatan penting sebagai Komandan Batalion TKR Divisi IV Sumatera Timur Kabanjahe Divisi IV Sumatera Timur di Medan/Pematang Siantar (1946), Komandan Batalion I Resimen II Tanjung Balai (1946–1949), Komandan Resimen I Divisi X Sumatera di Berastagi dan Tanah Alas (1947-1949).

Selanjutnya, Komandan Pangkalan Tentara dan Teritorium Sumatera Utara (1950-1953), Komandan Militer Kota Besar Medan (1953–1954), Komandan Resimen II Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan (1954 – 1956), Kepala Staf Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan (1957-1957), Panglima Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan (1957-1962), Asisten Mentri Panglima Angkatan darat (1962-1965), Inspektur Jendral Angkatan Darat (1965-1968) dan Ketua Angkatan 45 (1968-1972).

 

Dalam perjuangannya, pria yang punya pendidikan militer Gyugun, Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat serta Staff College di Pakistan ini juga aktif pada berbagai operasi militer, antara lain Front Medan Area (1945-1947), Front Karo Area (1947 – 1949).

Operasi Keamanan Daerah Medan (1950-1951), Operasi Keamanan/Pemberontakan Darul Islam di Aceh (1954-1955), Operasi Keamanan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (1957-1961), Operasi-2 (Kalimantan, Indonesia Timur, Irian Barat) (1961-1964) dan Operasi Gerakan 30 September PKI (1965).

Selain matang di militer, anak petani dari Desa Suka, Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo, atau sekitar 86 Km dari Medan, Djamin Gintings juga dikenal sebagai sosok yang cerdas, visioner dan piawai serta handal sebagai politisi.

Hal ini bisa dibuktikan dengan keberadaannya selaku anggota DPR (1968–1972), Ketua Sekretariat Bersama Golongan Karya (1968– 1972).

Kelihaiannya selaku militer dan politisi lantas membawa Djamin Gintings berkarir di dunia diplomat dengan duduk sebagai Ketua Diskusi Luar Negeri (1968-1972) dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Canada (1972-1974), di ibukota Negara Canada, Ottawa, disinilah Djamin Gintings meninggal dunia dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

 

Aneka pengabdian yang penuh lika liku di masanya ketika itu, kemudian membuat ayah dari Alm Riemenda Djamin Gintings dan Riahna Djamin Ginting ini meraih sekumpulan bintang jasa, mulai Bintang Gerilya hingga pengakuan asal dunia luar berupa Bintang Mahaputra Utama dari Mesir.

Sosok lelaki yang juga mengecap pendidikan Fakultas Hukum dan Sosial Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus juga dikenal sebagai salah seorang pemikir dan pendiri Universitas Sumatera Utara (USU) itu adalah pejuang yang komplit, memiliki talenta, militansi, dan jatidiri yang sudah teruji dan berintegritas tangguh kepada nusa dan bangsa sebagai seorang lelaki berbudaya, tentara, politisi dan diplomat handal.

 

Pepatah mengatakan, bahwa “Pengalaman adalah guru yang terbaik”, sering kita dapat menyelesaikan suatu masalah, berangkat dari pengalaman.

Contoh, seorang dokter dalam menyembuhkan pasiennya. Tentunya sebelum memberi obat, dokter tersebut menganalisa penyakit si pasien dengan pengalamannya dan juga tidak lepas dari referensi sejarah penyakit tersebut, yang didapat dari dokter-dokter sebelumnya.

Sejarah sangat diperlukan seseorang, karena itu sejak sekolah dasar kita selalu diajari sejarah untuk mengenal berbagai peristiwa didunia, baik ekonomi, politik, budaya, sejarah perjuangan pahlawan kita, sejarah perkembangan teknologi, dan sejarah kehidupan manusia.

Semangat dan totalitas pengabdian seorang Djamin Gintings. Pahlawan Nasional yang menginspiraai dan tentunya sangat relevan ditransformasikan kepada generasi muda, sehingga kelak bangsa ini tidak kehilangan jati dirinya ditengah abad modern sekarang ini.

Untuk beberapa hari ini, Redaksi Karosatuklik.com akan menyajikan beberapa tulisan kesejarahan perjuangan dari Kabupaten Karo, tentunya dari sudut pandang jurnalistik yang luput dari catatan sejarah bangsa. (R1)