Cegah Gelombang Ketiga Pandemi: Adaptasi Wisata dan Tradisi Rebu Ala Budaya Karo

Karo3644 x Dibaca

Kabanjahe, Karosatuklik.com – Perubahan pola hidup masyarakat akibat pandemi Covid-19 tentunya perlu diantisipasi oleh Pemerintah Kabupaten Karo, tak terkecuali pengelola wisata di Kabupaten Karo yang nyaris mati lantaran ditinggalkan pengunjungnya.

Pengamat pariwisata sekaligus Ketua Ikatan Cendekiawan Karo Sumatera Utara, Ir Budi D Sinulingga, menyebut pengelola wisata di Kabupaten Karo seharusnya menyadari bahwa telah terjadi perubahan pola masyarakat dalam berwisata pada saat ini. Seiring dengan semakin menurunnya kasus pandemi, Pemerintah Daerah Kabupaten Karo termasuk pelaku-pelaku wisata harus bersiap di era wisata adaptif.

“Sudah berubah, tidak bisa lagi pelaku usaha pariwisata mengandalkan mass tourism atau wisata yang mengandalkan kunjungan orang banyak atau kerumunan seperti festival atau wahana-wahana permainan. Disinilah pentingnya kreativitas dan inovasi, sebutnya.

Perubahan tersebut menuntut pengelola wisata untuk berinovasi. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan merupakan peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh pengelola wisata untuk mendongkrak kunjungan wisatawan.

Kabupaten Karo memang dianugrahi alam yang indah sebagai daerah pariwisata dan juga pertanian. Dari sekian banyak destinasi wisata Kabupaten Karo, diantaranya, Kota Wisata Berastagi, Agro Wisata Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Tongkoh, Bukit Kubu, Pemandian Alam Air Panas Belerang, Tongging-Danau Toba, Taman Alam Lumbini, Danau Lau Kawar, Air Terjun Sipiso-piso, Lau Sidebuk-debuk, Kawasan Relokasi Siosar, Panatapan Doulu, Air Terjun Sikulikap, Gundaling Farm Berastagi. Gunung Sibayak, Volkano Park Gunung Api Sinabung, Fundlan Mikie Holiday Berastagi, Desa Wisata Budaya Lingga dan Dokan, dan masih banyak lagi.

Ia juga menyebut bahwa wisatawan dari kalangan milenial telah banyak yang berkunjung ke Kabupaten Karo. “Terutama untuk berwisata adventure, maupun wisata edukasi di Siosar kawasan relokasi pengungsi bencana alam erupsi Gunung Sinabung yang belakangan ini menjadi icon baru di Kabupaten Karo. Tinggal bagaimana nanti peran pemerintah untuk mengembangan kawasan itu,” jelasnya.

“Pemkab Karo sangat optimis, tingkat kunjungan wisatawan tetap tinggi, mengingat Kabupaten Karo memiliki beragam destinasi wisata unggulan, mulai dari keindahan alam hingga wisata budaya, ujar Bupati Karo, Cory S Sebayang saat disambangi Jurnalis Karosatuklik.com, di Kantor Bupati Karo, Jalan Letjen Jamin Ginting Kabanjahe, Rabu sore (24/11/2021).

“Kabupaten Karo memiliki dua daya tarik pariwisata unggulan. “Kita lebih kuat pada wisata alam dan wisata budaya, namun wisata di masa pandemi ada aturan yang harus dijalankan oleh pengunjung juga oleh pengelola,” ucapnya.

Oleh Pemkab Karo, dua keunggulan tersebut terus dieksplor dan dikembangkan. Dengan harapan dapat ditawarkan menjadi paket-paket wisata yang menarik wisatawan.

Menyinggung strategi meningkatkan kunjungan wisatawan di masa pandemi yang menuntut inovasi, Bupati menyebutkan, kami mendorong desa-desa wisata maupun pelaku-pelaku wisata untuk bisa lebih mandiri. Harapannya tentu agar pariwisata di desa tersebut bisa terus berkembang dan berkelanjutan, kata Bupati.

Ia juga menjelaskan bahwa kondisi pandemi Covid-19 menuntut inovasi baru di segala bidang termasuk pelayanan publik. Dan hal itu telah kita lakukan seperti Karo Command Center dan sekarang kita sedang mempersiapkan Smart City. Bekerja sama dengan Kementerian Kominfo (Kemenkominfo RI) kita sudah menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Tahap IV Penyusunan Masterplan “Kota Cerdas” Smart City di Aula Kantor Bupati, ucapnya.

“Kehadiran konsep Smart City sangat tepat untuk membantu mewujudkan tujuan Kabupaten Karo sebagai mana tertuang dalam Visi dan Misi Pemkab Karo. Penggunaan teknologi informasi di berbagai aspek, diharapkan akan meningkatkan efektifitas dan efisien dalam berbagai proses di era digitalisasi yang semakin massif,” tuturnya.

“Disamping itu, Pemkab Karo juga terus melakukan percepatan vaksinasi dan pengetatan protokol kesehatan sekaligus upaya kita antisipasi potensi gelombang ketiga pandemi Covid-19 jelang libur natal dan tahun baru 2022 nanti,” tutur Bupati.

“Kebijakan Nataru ini diperlukan untuk menghambat dan mencegah penularan Covid-19, tetapi ekonomi harus tetap bergerak. Pengetatan dan pengawasan protokol kesehatan juga dilakukan di sejumlah destinasi. Utamanya di tiga tempat, yaitu di Gereja pada saat perayaan Natal, di tempat perbelanjaan, dan destinasi wisata lokal,” pungkasnya.

Cegah Gelombang Ketiga

Cegah gelombang ketiga pandemi Covid-19, Pemerintah bersama Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 bakal memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh Indonesia jelang libur natal dan Tahun Baru 2022.

Mendukung optimalisasi kebijakan ini, pemerintah juga berkomitmen meningkatkan edukasi tentang penggunaan masker dan pelaksanaan vaksinasi kepada masyarakat.

Menyikapi hal itu, Bupati Karo Cory S Sebayang melalui Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Drg Irna Safrina Meliala, MKes yang juga juru bicara Satgas Covid-19 daerah itu, menegaskan bahwa PPKM merupakan instrumen penting dalam penanggulangan pandemi dan pengendalian transmisi virus yang memiliki banyak fungsi. Fungsi-fungsi tersebut berjalan baik berkat adanya sinergi pemerintah, TNI Polri, Satgas, berbagai organisasi dan institusi, juga masyarakat, sebutnya.

Implementasi PPKM ini adalah wujud kerja sama dan kolaborasi yang sangat khas bangsa Indonesia termasuk daerah kita Kabupaten Karo. Ini bisa menjadi role model penanganan pandemi. “Namun, walaupun kasus sudah turun, PPKM harus terus kita lakukan untuk mengontrol dan mencegah supaya lonjakan kasus tidak terjadi lagi,” ujar Irna.

Berkaca pada lonjakan kasus yang terjadi beberapa waktu lalu, disiplin protokol kesehatan tidak boleh kendur meski pembatasan mobilitas telah dilonggarkan. Selain itu, pelacakan kasus serta upaya surveilans terus kita (Dinas Kesehatan) tingkatkan agar memastikan lonjakan kasus tidak terjadi.

“Kami dari Satgas juga tetap melakukan program ‘maskerisasi’ untuk masyarakat. Di sisi lain, bahwa vaksinasi sebagai salah satu elemen penting penanganan pandemi COVID-19 juga harus terus dipercepat. Vaksinasi, khususnya bagi kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, dan difabel, terus kita lakukan,” sebutnya.

Ia kembali mengingatkan, penurunan kasus selama PPKM terjadi karena adanya tekanan dari pemerintah agar masyarakat membatasi mobilitas. Jangan sampai setelah pembatasan itu dilepaskan, masyarakat menjadi lengah.

“Karena itu, kampanye penerapan protokol kesehatan harus terus dilakukan, termasuk oleh teman-teman media (Pers), meskipun masyarakat sudah merasa jengah. Hindari keramaian, batasi mobilitas. Semoga 3rd wave tidak terjadi,” tuturnya.

Tradisi Rebu Ala Budaya Karo

Tradisi Rebu sebuah pencerahan berbasis kearifan lokal, suatu pantangan dalam adat istiadat suku Karo, yakni, dilarang berbicara langsung antara mertua wanita dengan kela (menantu pria). Juga antara bengkila (mertua pria) dengan menantu wanita. Tak hanya berbicara langsung. Juga dilarang bersentuhan anggota badan. Duduk berhadap-hadapan dan duduk pada sehelai tikar/kursi.

Ini adalah unsur mendidik (edukasi) dari adat Karo yang bernuasa pengendalian sosial yang bersifat preventif. Sebuah tatanan adat yang diwariskan leluhur Karo yang sangat relevan diaplikasikan di era kekinian ditengah ganasnya gempuran wabah corona yang mematikan mirip kisah film Contagion yang terinspirasi dari berbagai pandemi yang terjadi seperti epidemi SARS di tahun 2003 dan pandemi flu tahun di tahun 2009.

Sebuah narasi film yang dipuji para ilmuwan, mereka mengakui akurasinya. Film ini juga kembali mengingatkan kita tentang virus Ebola yang telah membunuh 11.000 orang di seluruh dunia pada 2014.

Namun ternyata kisah film Contagion hanyalah sebuah film. Para ahli dan ilmuan yang berlomba dengan waktu, akhirnya berhasil menemukan vaksin virus Covid 19. Namun tidak ada salahnya konsep Rebu dalam tatanan adat masyarakat Karo tetap relevan sebagai ‘benteng’ menjaga diri.

Pengertian rebu dalam bahasa Karo adalah sesuatu yang dianggap suci berkaitan dengan sopan santun, larangan, pantangan, tidak bebas atau sesuatu yang dibatasi. Dengan kata lain, rebu merupakan etika dalam ukuran maupun pedoman bertingkah laku yang mengatur baik buruknya tindakan seseorang dalam masyarkat adat Karo.

Jika pun hendak berkomunikasi juga, maka si menantu berbicara menghadap ke dinding. Tidak kontak mata, dan sudah pasti dalam jarak yang berjauhan. Konsep dan maha karya warisan leluhur itu, bila ditarik dan “dimodifikasi” terhadap pencegahan virus corona yang semakin meluas, bisa diartikan semacam social distancing (menjaga jarak) yang kini dianjurkan untuk menghindari kemungkinan penularan virus corona.

Social distancing atau menjauhi kerumunan akan semakin efektif jika orang mengurangi mobilitas bepergian, keluar rumah atau keluar kota. Dibutuhkan kreatifitas menghadapi situasi serba darurat ditengah ketidaksiapan menghadapinya.Namun sepanjang tetap mematuhi protokol kesehatan, ancaman terpapar virus corona sangat kecil.

Melalui perilaku seperti ini, mengingatkan betapa pentingnya prinsip sosial distancing (menjaga jarak) yang kini dianjurkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Pemerintah untuk menghindari kemungkinan penularan virus corona, dalam cara hidup berkerabat dan bermasyarakat.

Maka bisa disimpulkan, melalui Rebu, orang akan mampu mengkontrol perbuatan dirinya sendiri. Rebu melahirkan mehangke (enggan), dari enggan melahirkan rasa hormat. Hormat menimbulkan sopan santun. Dari tatanan tradisi ini bisa menyelamatkan manusia dari ancaman Covid 19.

Lebih diperluas lagi, “Rebu ala Karo”, sebagai sebuah bentuk untuk menjauhi dari segala perkumpulan, menjaga jarak antar manusia, hingga menghindari berbagai pertemuan yang melibatkan banyak orang sangat dibutuhkan.

Tidak Abai dengan Prokes

Ketika bepergian di masa pandemi, tentu perlu memperhatikan kebersihan dan sanitasi di mana pun kamu berada. Maka persiapkan sebuah tas kecil atau pouch khusus yang berisikan hand sanitizer, masker cadangan, sabun portable, semprotan disinfektan, tisu, hingga alat makan sendiri. Hal ini dilakukan agar Anda bisa tetap higienis tanpa perlu merasa khawatir.

Pemerintah tetap meminta masyarakat memiliki tanggung jawab yang tinggi dan kolektif untuk mematuhi protokol kesehatan. Karena untuk menekan wabah Corona, dimulai dari menekan angka penularan.

Untuk itu, pemerintah menekankan pentingnya perilaku 5M yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas. (R1)

Pandemi telah membuat kerugian besar terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Kabupaten Karo, termasuk wilayah lain di Sumatera Utara. Untuk itu, perlu adanya kolaborasi bersama dengan para stakeholder pariwisata terkait untuk menyusun berbagai strategi untuk bisa bangkit di tengah pandemi.

Dengan adanya pengembangan sektor pariwisata berbasis adaptasi dan kolaborasi, diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi terutama di bidang pariwisata yang akan berdampak positif kepada pelaku usaha wisata daerah setempat. (R1)