Cerita Pedih Pasien Covid-19 di Wisma Atlet, Rebutan Oksigen Karena Stok Terbatas

Kesehatan874 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat alami krisis ketersediaan oksigen. Tak jarang para pasien yang membutuhkan meminta untuk didahulukan untuk mendapatkan oksigen.

Seorang tenaga kesehatan Wisma Atlet bernama Ayu (22) bercerita, kalau dalam satu shift, per towernya hanya mendapatkan 10 hingga 20 tabung oksigen berukuran kecil dan besar.

Dengan jumlah pasien yang membutuhkan tentu jumlah tersebut rasanya sangat kurang.

Ayu mengungkapkan, pasien observasi atau yang memiliki saturasi oksigennya kurang dari 90 itu jumlahnya semakin banyak. Untuk di tower 5 saja, kata dia, jumlah pasien sempat mencapai 2.038 orang.

“Pasien observasi di lantai 1 ada sekitar 30 bed, belum lagi perlantai ada juga yabg butuh oksigen,” ujarnya.

Otomatis, pasien pun ingin mendapatkan oksigen duluan karena merasa sesak napas.

Untuk mengantisipasinya, Ayu menerangkan, perawat akan berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter untuk memilih pasien mana yang paling membutuhkan oksigen.

Kendati demikian, dia tidak bisa menampik kalau pasien prioritas yang berada di lantai 1 juga banyak ketimbang yang berada di lantai lainnya.

Sehingga, pasien yang berada di lantai lainnya harus menunggu apabila ada oksigen yang tersisa.

Ada satu cerita yang disampaikan Ayu terkait oksigen tersebut. Dia pernah melihat seorang pasien yang kondisi kesadarannya masih baik, tiba-tiba angkat tangan dan menunjuk ke arah oksigen yang tengah digunakan pasien lain.

Sambil memasang muka sedih, dia berharap mendapatkan oksigen juga karena sudah merasakan sesak napas.

“Pasien itu angkat tangan terus nunjuk dengan muka sedih mereka nunjuk kayak ‘aku dong’ yang dipasang oksigen karena udah sesak banget,” ucapnya.

Sebagai seorang nakes, Ayu merasa bimbang karena di satu sisi merasa tidak tega melihat pasien tersebut. Namun di sisi lain ia juga melihat ada pasien yang sangat-sangat membutuhkan pasokan oksigen.

Kondisi keterbatasan stok oksigen itu juga membuat Ayu dan sejumlah nakes lainnya tidak bisa berbuat lebih dari maksimal untuk membantu pasien.

Sebab, para nakes kerap menjadi sanksi ketika pasien meninggal dunia lantaran tidak mendapatkan pasokan oksigen.

Ayu mengakui meskipun sudah bekerja keras, tetapi tidak bisa berbuat lebih karena keterbatasan alat-alat seperti oksigen, monitor, hingga alat pacu jantung.

“Di satu sisi nggak tega banget karena banyak pasien yang meninggal karena oksigennya kira gak bisa cari kemana-mana, kita juga enggak bisa ngapa-ngapain karena keterbatasan alat-alat monitor, alat pacu jantung, itu sih yang sedihnya.” (R1/suara.com)