Covid-19 Percepat Konfergensi Media

Nasional807 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Kemampuan literasi sangat diperlukan di era konvergensi media. Menghasilkan konten yang aktual, kredibel dan tidak melanggar hukum hanya bisa diproduksi jika seseorang itu memiliki kemampuan literasi media yang baik.

Demikian satu topik yang cukup menarik perhatian peserta Workshop Literasi Digital, yang dilaksanakan memperingati Hari Pers Nasional 2021, di Candi Bentar Ancol.

Hadir sebagai narasumber pada webinar yang dimoderatori Wakil Sekretaris Jenderal PWI Pusat, Suprapto Sastro Wardoyo, masing-masing Kepala Jakarta Smart City, Yudhistira Nugraha, Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat, Nurjaman Mochtar, Editor in Chief Majalah Tempo, Wahyu Diatmika dàn Fonder Channel Kok Bisa, Ketut Yoga Yudhistira.

Disampaikan Nugraha, sejak beberapa tahun belakangan ini, lebih banyak menghabiskan waktu dengan beraktifitas digital.

“Saya gak pernah ngebayang jika hampir semua aktifitas kini dilakukan dengan digital media. Aplikasi seperti zoom menjadi fasilitas utama dalam komunikasi publik,” katanya.

Menurutnya, ini semua perubahan kebiasaan apapun penyebabnya. Untuk bisa menyesuaikan dengan peradaban ini kita harus punya kemampuan literasi media.

“Era digital, yang paling penting adalah literasi. Literasi media adalah bagaimana memecahkan sebuah problem. Literasi media diperlukan agar tindakan lebih akurat terukur dengan penggunaaan skala yang tepat,” jelasnya.

Dikesempatan yang sama, mantan Pemred SCTV juga Indosiar, Nurjaman Mochtar mènjelaskan bahwa konvergensi medià sudah diramalkannya sejak 10 tahun lalu bakal terjadi.

“Bahkan datangnya lebih cepat. Apa yang membuatnya lebih cepat adalah Covid-19. Dengan Covid, semuanya telah terjadi begitu cepat. Semua terjadi dengan cepatnya. Covid-19 mempercepat konfergensi medià,” ujar Nurjaman.

Konfergensi media bicara tiga hal. Pertama, berkaitan dengan bagaimana menghasikan konten. Kemudian, bagaimana konten ini disebarkan dan selanjutnya yang berkaitan dengan real komuniti dan digital community.

Pada bagian lain, Wahyu Diatmika, mengajak masyarakat harus mampu beradaptasi dengan situasi kondisi di tengah pandemi.

Menurutnya, AMSI telah melakukan riset untuk persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini. Semoga dapat dipublikasi 2-3 tahun kedepan.

Berkaitan dengan literasi, banyak masyarakat sering miss informasi. Sementara riset menyebut banyak yang “tersesat” akibat kurangnya literasi.

Pertanyaannya, kenapa bisa memicu opini publik. Hal ini karena distribusi beritanya tidak teliti, penyalahgunaan konten.

“Kadang yang menyebarkan tidak tahu apakah konten yang disebarkan adalah tidak layak. Tapi ada jugà yang menyebarkannya dengan sengaja,” ujar mantan Wakil Ketua AMSI ini.

Motifnya, berbagai macam. Ada motif politik, propaganda dan ada juga karena memang jurnalisme yang buruk. “Ini semua menimbulkan miss communication,” ujarnya.

Untuk mengetahui kebenaran informasi publik tidak sulit. “Yang harus dilakukan adalah terkonfirmasinya beberapa pertanyaan, apa, mengapa, siapa, di mana, kapan dan bagaimana sebuah objek itu terjadi,” pungkas Wahyu.

Kok Bisa

Sementara narasumber Ketut Yoga Yudhistira, berbagi tentang bagaimana hadirnya “Ko Bisa” dan kedua tentang bagaimana menggunakan medsos dengan baik.

Menurut Yudhistira, mengelola konten media selain aktualisasi data diperlukan kemampuan literasi dan disajikan dengan apik dan semenarik mungkin. “Kita di “Ko Bisa” banyak produksi konten edukasi,” jelasnya. (PWINews.id)