Hati-hati! Pola Hidup Tidak Sehat Saat Muda, Bom Waktu di Hari Tua

Kesehatan1478 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Kampanye tentang gaya hidup sehat terus disampaikan kepada masyarakat untuk mencegah tingginya kasus penyakit tidak menular (PTM) kronis. Salah satu PTM yang timbul akibat pola hidup tidak sehat adalah hipertensi.

Sayangnya, meski pentingnya gaya hidup sehat telah banyak diketahui tetapi praktiknya masih jarang dilakukan.

“Menurut saya, secara umum kesadaran tentang hubungan perilaku atau pola hidup yang tidak sehat yang dapat mencetuskan hipertensi itu sudah disadari oleh masyarakat. Hanya sayangnya mungkin kurang dalam praktik sehari-hari,” kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr. Susetyo Atmojo Sp.JP, dalam siaran langsung Radio Kesehatan Kemenkes, Senin (17/5/2021).

Terlebih perkembangan teknologi di era globalisasi yang semakin memudahkan hidup, membuat kebanyakan orang jadi lebih jarang bergerak.

“Gaya hidup di era 2020 ke atas itu kan gaya hidup yang praktis dan cepat. Saya pikir juga itu yang lebih condong ke arah menjalani pola hidup yang tidak sehat,” ucapnya.

“Kita sebagai dokter terus menggaungkan bahwasanya pola hidup yang tidak sehat itu seperti bom waktu. Kalau kita tetap melakukannya maka dalam hitungan tahun ke depan akan menuai apa yang kita sebut kelompok penyakit tidak menular.

Apakah itu hipertensi, diabetes, hiperkolesterol atau dislipidemia,” imbuh dokter Susetyo.

Shot of a young businesswoman having pizza and using a laptop during a late night at work

Ia mengingatkan bahwa penyakitbtidak menular kronis berpotensi menimbulkan komplikasi pada organ tubuh. Mulai dari stroke, penyakit jantung koroner, payah jantung, hingga penyakit ginjal kronis.

“Sebenarnya cikal bakalnya sederhana, dari pola hidup yang tidak sehat yang kita lakukan pada saat usia muda,” ucapnya.

Dokter Susetyo menyampaikan, angka kejadian hipertensi, baik di Indonesia maupun di dunia makin meningkat dari waktu ke waktu.

Data riset kesehatan dasar oleh Kemenkes tahun 2018 menunjukkan, sekitar 34 persen populasi di Indonesia menderita hipertensi.

“Kalau kita lihat ke belakang, data dengan tahun sebelumnya 2013 dari riset kesehatan dasar itu angka prevalensi hipertensi adalah 27,8 persen. Jadi dalam waktu 5 tahun itu terjadi peningkatan kurang lebih sekitar 5 persen di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu secara global, data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,13 miliar penduduk dunia menderita hipertensi. Tetapi, ia menyayangkan bahwa dua per tiga dari penderita hipertensi di dunia merupakan penduduk di negara berkembang.

Menurutnya, kondisi itu bisa menyebabkan beban biaya kesehatan bagi negara. Selain karena kesadaran masyarakat yang relatif lebih rendah, fasilitas sanitasi yang kurang, juga ketersediaan obat-obatan yang kemungkinan lebih sedikit.

“Jika pasien terjadi komplikasi terkait hipertensi, akan bikin negara berkembang jadi lebih sulit,” pungkasnya. (R1;suara.com)