Herd Immunity, Epidemiolog UGM: Adu Cepat Vaksinasi Vs Durasi Imunitas

Kesehatan1336 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com  – Kebijakan PPKM Jawa dan Bali hingga saat ini masih berjalan guna mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19. Namun, di Yogyakarta hanya terjadi kenaikan jumlah orang yang berada di rumah sebesar 6%. Angka ini masih cukup kecil untuk dapat mampu mereduksi penularan COVID-19.

Bahkan berdasarkan catatan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tambahan kasus baru Corona per tanggal 19 Juli 2021 sebanyak 1.992 kasus sehari.

Angka ini pun dinilai cukup kecil untuk menurunkan penyebaran virus COVID-19 di masyarakat. Walaupun begitu, pemerintah terus menggalakkan program vaksinasi gratis bagi masyarakat dengan utamanya vaksin Sinovac.

Merespons hal itu, Epidemiolog UGM, dr Riris Andono Ahmad menjelaskan, berdasarkan teori target populasi untuk mencapai kondisi herd immunity adalah 70%. Hanya saja, vaksin Sinovac memiliki tingkat efektivitas sebesar 65%.

Dengan angka efektivitas tersebut, herd immunity yang seharusnya dicapai pada 188 juta orang hanya menyentuh di angka 122,2 juta jiwa. Hal ini pun dinilai kurang untuk mencapai kondisi herd immunity.

“Dengan efikasi sinovac yang sebesar 65% dan target jumlah penduduk yang mendapatkan vaksin adalah 188 juta jiwa maka jumlah imunitas yang sebenarnya didapatkan adalah sebesar 122,2 juta jiwa. Angka tersebut belum cukup untuk mencapai kondisi herd immunity,” terang dia dikutip dari laman resmi UGM, Selasa (20/7/2021).

Menurut dr Riris, angka tersebut belum cukup untuk mencapai kondisi herd immunity. Padahal herd Immunity akan terbentuk jika target pemberian vaksin masih di dalam durasi imunitas terjadi.

“Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, imunitas alami dari COVID-19 tergolong singkat. Melihat kondisi Indonesia saat ini, cukup sulit untuk mencapai herd immunity terjadi,” tuturnya.

Skenario ke Depan
Menurut dr Riris, pandemi akan berlangsung cukup lama hingga fatalitas penyakit COVID-19 akan menurun dan akan menjadi flu musiman.

Hal ini mirip dengan adanya flu Spanish yang sebenarnya sampai saat ini juga masih bersirkulasi.

Untuk itu, selayaknya strategi intervensi keju Swiss, diperlukan dengan berbagai intervensi agar mereduksi kasus COVID-19.

Adapun, skenario ke depan, seperti yang sudah dilakukan masyarakat Indonesia bersama yakni penggunaan vaksin serta protokol kesehatan yang baik.

“Strategi 3M, 3T, mereduksi mobilitas, dan vaksinasi harus terus berlangsung agar angka kasus Covid-19 dapat terkendali,” paparnya.

Terakhir, epidemiolog UGM ini berharap strategi 3M, 3T, mereduksi mobilitas, dan vaksinasi tetap selaras dilaksanakan baik dari pihak pemerintah dan masyarakat agar penularan COVID-19 di Indonesia dapat dikendalikan. (R1/Dtc)