Jakarta, Karosatuklik.com – Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku, jika masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang atau menjadi 3 periode, dirinya akan berhenti menjadi menteri. Kalau diminta oleh Jokowi, Luhut akan memilih menjadi penasihat presiden saya.
Luhut telah berbicara banyak soal wacana penundaan Pemilu Serentak 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Hal disampaikan Luhut saat menjadi narasumber di channel YouTube Deddy Corbuzier yang ditayang, Jumat (11/3/2022).
“Cukuplah, saya kalau pun diminta, jadi penasihat bolehlah, tapi kalau jadi begini-begini (menteri) lagi, sudah cukuplah,” kata Luhut.
Luhut mengatakan dirinya akan membantu Presiden Jokowi hingga tahun 2024 dan setelahnya dia memilih berhenti menjadi menteri. Apalagi, kata dia, Tahun 2024, usia sudah 77 tahun.
“Kalau saya kan sudah ndak, saya tahun 2024, kalau Tuhan kasih semua baik-baik, sudah 77 tahun, saya nggak mau lagi-lah,” ungkap Luhut.
Luhut mengakui, tidak mudah menjadi menteri. Dirinya mencurahkan seluruh pikiran, tenaga, dan energi membantu Presiden Jokowi untuk membangun negara ini.
“Kita tahu diri-lah. Capek juga ngurus republik ini. Jangan orang pikir ini gampang. Gampang kalau kamu ngomong sendiri, tetapi kalau kau nyatukan (capek),” tandas dia.
Selain itu, Luhut juga menuturkan akan lebih banyak menghabiskan waktu pasca-2024 bersama istri dan keluarganya. Selama menjadi menteri, dia mengaku terlalu sibuk dan hanya sedikit waktu bersama istri dan keluarganya.
“Saya mau ngurusin bini saya saja, bini saya sudah tua kan. Emang mau karier apa lagi saya,” pungkas Luhut.
Luhut: Jokowi Tambah 3 Tahun, Indonesia Lebih Baik
Sebelumnya Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan apabila masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang 3 tahun, Indonesia akan lebih baik.
Luhut menyampaikan hal itu dalam kapasitas pribadi, bukan sebagai salah satu menteri yang membantu Jokowi sejak memimpin Indonesia pada Oktober 2014, dalam siniar Deddy Corbuzier, Jumat (11/3/2022).
“Kalau ditambah tiga tahun, mungkin sekali, akan lebih baik. Sekali (tambah tiga tahun, Red),” kata Luhut.
Luhut menyebutkan alasan penambahan tiga tahun masa jabatan Jokowi, antara lain kinerjanya, pribadinya, capaian yang bergerak naik, serta keadaan sekarang ini.
Oleh karena itu, apabila ada rakyat yang menginginkan Jokowi lebih lama menjadi presiden, hal itu merupaka hak mereka dan tidak perlu di-bully.
Pada kesempatan itu, Luhut juga menyampaikan pujian sejumlah pemimpin dunia terhadap kepemimpinan Jokowi. Pujian itu disampaikan saat Luhut menemui atau ditemui mereka.
Apabila tambahan masa jabatan bagi Jokowi terwujud, Luhut menegaskan dirinya tidak mau lagi menjadi menteri. Luhut lebih memilih menjadi penasihat presiden.
“Cukuplah. Kita tahu dirilah. Capai juga ngurus republik ini,” ujar Luhut.
Punya Big Data, Luhut: Rakyat Ingin Penundaan Pemilu 2024
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku pihaknya memiliki big data yang berisikan aspirasi masyarakat di media sosial soal Pemilu 2024. Luhut mengatakan, umumnya percakapan dari 110 juta masyarakat di media sosial menginginkan penundaan Pemilu 2024.
“Kita kan punya big data, kita ingin lihat, dari big data itu 110 juta itu macam-macam, dari Facebook dan segala macam, karena orang main Twitter, kira-kira 110 juta-lah” ujar Luhut dalam wawancara di kanal YouTube Deddy Corbuzier, sebagaimana dikutip Beritasatu.com, Jumat (11/3/2022).
Dari big data tersebut, kata Luhut, masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah menginginkan situasi yang tenang di masa-masa pemulihan ekonomi. Termasuk, tidak menginginkan adanya kegaduhan politik dan pembelaan masyarakat akibat Pemilu 2024 sebagaimana terjadi pada Pemilu 2019 lalu.
“Kalau di bawah menengah bawah ini itu pokoknya pengen tenang, bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin, karena tidak mau lagi kita sakit gigi dengar ‘kampret’, ‘kecebong’, ‘kadrun’ lah itu kan menimbulkan tidak bagus,” ungkap Luhut.
Selain itu, lanjut Luhut, masyarakat juga menyoroti anggaran Pemilu 2024 yang bakal mencapai Rp 110 triliun. Berdasarkan big data tersebut, masyarakat tidak ingin uang ratusan triliun itu dihabiskan untuk penyelenggaraan pemilu, padahal kondisi saat ini masih susah karena terdampak pandemi Covid-19.
“Sekarang kita coba tangkap dari publik, itu bilang kita mau habisin Rp 110 triliun lebih untuk memilih ini keadaan begini, ngapain sih. Rp 110 triliun untuk pilpres dengan pilkada, kan serentak. Nah, itu yang rakyat ngomong,” kata Luhut. (R1/BeritaSatu)