Kabupaten Karo Akan Semakin Tertinggal Jika Praktik Kotor Money Politik Terus Terjadi di Pilkada

Berita, Karo, Politik2992 x Dibaca

DR Ir Budi D Sinulingga M.Si, M.Min

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Karo Sumatera Utara

Pada tanggal 9 Desember 2020 akan diadakan pemungutan suara Pilkada Kabupaten Karo untuk menentukan siapa yang akan menjadi Kepala Daerah masa periode 2021 – 2024. Ada lima (5) pasangan calon yang bertarung dan tentunya hanya 1 (satu) pasangan calon yang akan menjadi pemenang.

Kelima paslon sebagai berikut :

  • Nomor urut 1: Pasangan Brigjen TNI (Purn) Jusua Ginting SIP – dr. Saberina br Tarigan MARS
  • Nomor urut 2: Pasangan Cuaca Bangun SE, Ak, M.Si, SH, MH – Agen Morgan Purba
  • Nomor urut 3: Pasangan Iwan Sembiring Depari SH – Ir. Budianto Surbakti MM
  • Nomor urut 4: Pasangan Yus Felesky Surbakti – Drs. Paulus Sitepu
  • Nomor urut 5: Pasangan Cory Sriwaty Br Sebayang – Theopilus Ginting

Sering sekali terdengar suara bahwa tanpa memberikan uang kepada pemilih, maka calon tidak akan mungkin menang, karena pemilih bukan melihat programnya tapi uangnya.

Salah satu calon Bupati sebelum periode ini, menyatakan untuk menang Pilkada Karo diperlukan lebih Rp20 – 25 Milyar. Memang tidak ada kepastian tentang itu. Adanya ungkapan yang mengatakan “Ise pe pagi bupati, nasibta bage – bagenda ka nge lalap, emaka kai banci dat gundari alokenlah”.

Kita tidak tahu persis, berapa banyak pemilih yang demikian dan berapa dibutuhkan, tetapi dari suara itu, memberi keyakinan bahwa money poltic dan segala turunannya memang berjalan senyap setiap perhelatan demokrasi di negeri ini, khususnya saat Pilkada.

Adakah calon bupati mau mengeluarkan uang sebanyak itu, dengan tidak mengharapkan uangnya kembali? Sangat sulit untuk diterima akal sehat, malahan secara naluriah akan mencoba mencari atau melipatgandakan dari uang yang telah dikeluarkan masa pertarungan Pilkada.

Sementara itu tunjangan bupati hanya sekitar Rp 5 juta sebulan dan dengan pendapatan lain bisa sampai Rp 10 juta per bulan. Ada tunjangan operasional sekitar Rp 120 juta setahun yang juga bukan untuk kepentingan pribadi bupati. Dari peghasilan resmi tak mungkin dikembalikan selama lima (5) tahun menjabat kepala daerah. Apalagi di periode ini tidak lebih dari 3,5 tahun menabat.

Bagaimana mengembalikan modal se-banyak itu? Dugaan kita ialah dari tanda terimakasih orang yang mendapatkan proyek, yang juga tidak besar karena APBD Karo tahun 2020 besarnya Rp 1,3 Triliun dan belanja langsung hanya Rp 400 Milyar. Dalam perjalanannya, angka Rp400 milyar itu pun tidak semuanya murni untuk belanja langsung masih banyak diisi pos-pos anggaran yang tidak memihak kepentingan rakyat.

Gerogoti Proyek dan Jualan Jabatan Kepala Dinas

Dan adanya tanda terima kasih (fee proyek) ini juga akan menurunkan kualitas proyek. Tanda terima kasih menurut Undang-undang adalah gratifikasi, yang harus masuk kas negara dan kalau tidak adalah termasuk korupsi.

Kemendagri membuat release pada Nopember 2019, bahwa sudah 300 kepala daerah yang terlibat korupsi ,sejak pilkada langsung. Saat ini sudah bertambah pula.

Alternative, yang susah dibuktikan tetapi terdengar sayup-sayup bunyinya ialah jualan jabatan. Jualan jabatan pun akan merusak sendi-sendi pemerintahan, karena tidak akan terpilih orang yang paling baik kompetensinya dan tidak maksimal kinerjanya, karena ia sibuk berupaya mengembalikan uang yang telah di keluarkannya pula.

Sementara tuntutan publik supaya Bupati dan jajaran kabinetnya harus focus bekerja untuk membangun, semakin terabaikan karena semua sibuk dengan kepentingan masing-masing dalam pengembalian uang yang telah banyak dikeluarkan.

Nah, itulah yang selalu terjadi dari tahun ke tahun, dari pilkada ke pilkada sehingga sebagus apapun visi misi atau program, jika dalam proses pencalonan sudah banyak mengeluarkan uang, maka pembangunan tidak seperti yang diharapkan. Malah jauh dari terobosan dan miskin inovasi dan kreativitas.

Kita sudah melihat fakta bahwa Kabupaten Karo telah tertinggal di bidang pendidikan, pertanian, kesehatan, pariwisata, infrastruktur dan tata kota yang berakibat kepada perekonomian, ditambah meningkatnya penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita saat ini.

Belum lagi dampak bencana erupsi vulkanik Gunung Sinabung yang marathon sejak 2010 hingga sekarang ditambah dampak pandemi Covid-19. Mari berpikir jernih dan objektif demi masa depan yang lebih baik bagi Kabupaten karo.

Kalau tidak ada peningkatan dan lompatan terobosan kinerja dari pemerintahan daerah maka akan mengakibatkan Kabupaten Karo makin jauh tertinggal di banding daerah-daerah lain. Masa pandemi ini, mengharuskan Pemerintah daerah melakukan inovasi dan kreativitas, tanpa adanya inovasi akan semakin terpuruk.

Pertanyaanya, bagaimana bisa kepala daerah terpilih melakukan inovasi jika hanya memikirkan pengembalian modal yang sangat besar belum lagi permintaan-permintaan tim sukses yang telah berjasa mendukungnya.

Kepada lima (5) paslon bupati dan wakil bupati pada Pilkada Karo 2020, Saya imbau untuk tidak menggunakan money politic yang akan menghancurkan masa depan Kabupaten Karo. Karena kalaupun menang, bupati tidak akan dapat konsentrasi bekerja membawa perubahan kepada Kabupaten Karo dan malahan bisa terjerat masalah hukum di tengah jalan. Contoh seperti itu sudah banyak kita lihat di Sumatera Utara.

Janji Politik Akan Dipertanggungjawabkan kepada Tuhan

Ingatlah, janji-janji manis masa kampanye pada akhirnya harus di pertanggungjawabkan kepada masyarakat dan juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mari kita mulai suatu pembaharuan untuk masa depan Kabupaten Karo yang lebih baik. Adi la kita ise nari pesikap ingan pusungta ndabuh, kuta kemulihen tanah sitermur-mur si terberita ku belang-belang doni.

Jika ke lima paslon Pilkada komit dan konsisten tidak menggunakan money politik, maka dipastikan tidak ada calon yang berani menggunakan perbuatan yang menodai nilai-nilai demokrasi itu. Ayo, mulailah dari Pilkada ini, supaya kedepan, money politik akan hilang di Bumi Turang Tanah Karo Simalem.

Dari profil setiap calon bupati dan wakil bupati, yang saya amati, kami melihat bahwa kalaupun tidak jadi bupati, para paslon masih memiliki bidang lain untuk mengabdi secara terhormat.

Saran dan Kesimpulan

Untuk itu, kepada calon yang dipercaya rakyat nantinya, kami ingin menyampikan beberapa pokok pemikiran Ikatan Cendikiawan Karo Sumatera Utara untuk kemajuan Kabupaten Karo kedepan yaitu :

1. Berangkat dari APBD Kabupaten Karo yang sangat kecil maka mutlak diperlukan bantuan dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, perlu dibentuk kaukus yang terdiri dari anggota DPR, DPD, eselon satu serta beberapa tokoh untuk memperjuangkan anggaran dari APBD Pemprovsu dan APBN.

Salah satu yang perlu diperjuangkan ialah Jalan Layang Medan-Berastagi atapun jalan tol. Tanpa peningkatan Jalan Medan – Brastagi secara benar maka sulit bagi Kabupaten Karo untuk berkembang. Karena kita tahu, jalan utama Medan – Kabupaten Karo sudah teramat sering macet total. Sehingga terjadi disparitas pembangunan antara bagian selatan dan utara Danau Toba.

Tentu kaukus ini memerlukan dana untuk kegiatan pertemuannya, yang juga tidak terlalu besar. Kaukus semacam ini dibentuk oleh Pememrintah Daerah Sumatera Barat dalam menggolkan usul jalan kelok 9.

2. Bencana erupsi vulkanik Gunung Sinabung tidak dapat dipastikan kapan akan berhenti, maka perlu dilakukan kajian, bentuk kegiatan ekonomi yang dapat berdampingan dengan kondisi alam Gunung Sinabung.

3. Untuk hasil hasil pertanian, maka Pemkab Karo perlu membentuk team yang dapat membuka peluang pemasaran lebih luas dari selama ini, karena negara kita negara pulau, cari dan jejaki kerjasama dengan pulau-pulau lain, tidak hanya terkonsentrasi di Medan, Batam dan Jakarta saja seperti selama ini, bahkan hingga luar negeri.

4. Dan tentunya masih ada hal yang strategis lainnya, yang diharapkan nanti bupati selalu dapat berkomunikasi dengan para pakar yang peduli Kabupaten Karo diluar pemerintahan.

Kepada masyarakat pemilih kembali dihimbau dan diingatkan dengan amat sangat, tidak menerima money politic, tujuannya agar Kabupaten Karo bisa meningkat pembangunannya dan kesejahteraan masyarakat bisa terwujud seperti yang diharapkan.

Ada isu mengatakan bahwa nilai satu suara adalah Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu untuk 3,5 tahun, besarnya tidak membawa pengaruh kepada kehidupan masing masing. Disaat seperti ini, di masa pandemi, memang semua butuh uang, tapi bukan dari uang membeli suara kita. Hal itu hanya akan menghancurkan masa depan anak-anak dan cucu kita di Kabupaten Karo.

Betapa murahnya nilai diri orang yang menerima money politic. Padahal salah satu sifat terhormat kalak Karo menurut seminar adat Karo tahun tahun 1977 adalah memiliki harga diri. Pahamilah bahwa dengan money politic secara bersama sama telah menyumbang kerusakan dan kehancuran pada pemerintahan Kabupaten Karo.

Perbuatan kita akan dinilai anak cucu kita dan harus juga dipertanggung jawabkan juga kepada Tuhan. Suksesnya Pilkada ini, tentunya bersih dari permainan kotor elit politik lokal sangat dipengaruhi ketegasan aparat Kepolisian, Bawaslau, KPU maupun elemen civil society dan aparat keamanan lainnya yang dapat melakukan pengawasan ketat dan intensif dalam mencegah terjadinya praktik kotor money politic ini yang hanya menghancurkan masa depan Kabupaten Karo itu sendiri. Mejuah-juah.. siksik lebe maka tindes.