Kaget Direktur PT Timah Digaji Rp200 Juta, Hakim: Bisa Sarapan di Jakarta, Makan Siang di Singapura

Headline1500 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Ketua Majelis Hakim Tipikor, Eko Aryanto begitu kaget mendengar gaji jajaran Direktur PT Timah mencapai Rp200 juta. Awalnya, Hakim Eko menanyakan gaji eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk (2020-2021) Agung Pratama.

Agung dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi izin pengelolaan timah ilegal di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 untuk terdakwa Harvey Moeis perwakilan dari PT Refined Bangka Tin.

“Saudara gajinya berapa level direktur?,” tanya Hakim Eko kepada Agung, di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2024).

“Waktu itu 200 pak,” jawab

“Sebentar, 200 apa?,” tanya Hakim Eko lagi.

“Juta,” jawab Agung.

“Aduh kaget saya. Waktu itu tahun berapa?,” ucap Hakim Eko terheran-heran.

“2020 pak,” ujar Agung kepada hakim.

Hakim Eko pun sempat menanyakan gaji Direktur Keuangan PT Timah Tbk Fina Eryani. Fina pun menyebut gajinya sekitar ratusan juta hampir sama dengan Agung.

“Ibu berapa sekarang?,” tanya Hakim Eko.

“Di kisaran yang sama yang mulia,” ucapnya.

Lebih lanjut, Hakim mengulik gaji dari Direktur Utama (Dirut) PT Timah. “Di Rp240 juta pak,” jawab Fina.

Hakim Eko pun begitu terheran-heran gaji jajaran Direktur di PT Timah mencapai Rp200 juta. Menurut dia, dalam perhari mereka dibayar Rp65 juta yang bisa untuk makan pulang-pergi ke luar negeri.

“Waw itu gimana. Bisa makan pagi, sarapannya di Jakarta, makan siang nanti di Singapura, makan malam nanti di London ya. Terus balik lagi tengah malam. Enggak tau di mana dengan uang sehari Rp65 juta, gak akan habis pak itu,” tutur Hakim Eko.

Ia begitu menyangkan dengan gaji jajaran Direktur PT Timah yang mencapai Rp200 juta seharusnya tanggung jawab begitu besar. Namun, kasus korupsi di PT Timah yang membuat kerugian negara Rp300 triliun terjadi.

“Tapi kan tanggung jawabnya besar pak, 200 juta,” ucap Hakim Eko.

Dalam kontruksi perkara dakwaan jaksa, suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, mengadakan pertemuan bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi dan eks Direktur Operasi PT Timah Alwin Albar serta 27 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor berbagai smelter swasta tersebut.

Permintaan tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh para smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

Adapun pertemuan dilakukan Harvey sepengetahuan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin Reza Andriansyah.

Harvey lantas meminta empat smelter swasta, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton.

Biaya itu, kata Jaksa, seolah-olah dicatat sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.

Selain itu, Harvey juga didakwa menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk penglogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki orang yang kompeten atau competent person (CP), antara lain, keempat smelter swasta dengan PT Timah.

Harvey bersama keempat smelter swasta tersebut pun melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa-menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (feasibility study) atau kajian yang mendalam.

Selanjutnya jaksa menyebutkan Harvey dan keempat smelter swasta menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah IUP PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah.

Setelah itu, Harvey dan keempat smelter swasta melakukan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah yang tidak tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya, dengan cara melakukan pembelian bijih timah yang berasal dari penambang ilegal dalam wilayah IUP PT Timah. (Inilah.com)

Baca Juga:

  1. Berpendidikan Tinggi, Ini Profil 3 Direksi PT Timah yang Jadi Tersangka Korupsi
  2. Soroti Kasus Korupsi PT Timah, Rieke Diah Pitaloka Dukung Kejagung
  3. Kejagung Serahkan Barang Bukti Kasus Timah Rp 83 Miliar ke Kejari Jaksel