Jakarta, Karosatuklik.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi pernyataan kuasa hukum eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim (NAM), Hotman Paris, yang menyebut kliennya tidak menerima keuntungan dalam kasus korupsi laptop Chromebook.
Hotman bahkan menyamakan kasus Nadiem dengan mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, yang pernah terseret kasus dugaan korupsi impor gula.
“Silakan saja, itu pendapat daripada penasihat hukum dan terhadap kliennya,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada awak media di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (12/9/2025).
Anang menegaskan, tindak pidana korupsi tak hanya terbatas pada upaya memperkaya diri sendiri, tetapi juga memperkaya pihak lain. Hal ini menjadi dasar jerat pasal yang dikenakan terhadap Nadiem Makarim cs, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tapi yang jelas perbuatan tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas kepada memperkaya diri sendiri, tapi memperkaya orang lain juga kan unsurnya sudah jelas di situ,” ucap Anang.
Ia menjelaskan, penyidik Jampidsus Kejagung masih mengumpulkan bukti terkait keuntungan yang diterima Nadiem maupun pihak perusahaan yang diuntungkan, seperti Google dan para vendor yang terlibat dalam pengadaan Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek periode 2019–2022.
Anang meminta seluruh pihak menunggu dikumpulkan oleh penyidik. Termasuk, para pihak Google maupun vendor yang kemungkinkan ditetapkankan sebagai tersangka menyusul Nadiem.
“Yang jelas saat ini penyidik tetap melakukan pendalaman bagaimana mengungkap fakta-fakta hukum yang nantinya akan berkembang, apakah nanti ada pihak lain, nanti kita lihat saja,” katanya.
Sebelumnya, Hotman Paris membandingkan kasus Nadiem dengan Tom Lembong. Ia menilai, Nadiem diposisikan sebagai pejabat yang dituduh bertanggung jawab atas sebuah kebijakan tanpa adanya bukti aliran dana ke kantong pribadinya.
“Nadiem Makarim adalah kasus ke-2 mirip kasus Tom Lembong,” ujar Hotman dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, dikutip Jumat (5/9/2025).
Sebagai informasi, Tom Lembong sempat terseret tuduhan kasus importasi gula impor, namun tidak pernah terbukti menerima aliran dana haram dari kasus tersebut.
“Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop. Sama persis dengan kasus Lembong,” imbuh Hotman.
Hotman juga menyinggung soal investasi Google di Gojek. Ia menegaskan, investasi itu bukan yang pertama kali dilakukan Google, melainkan sudah beberapa kali dengan nilai sesuai harga pasar.
“Google itu perusahaan raksasa dunia. Enggak mungkin dia main sogok-sogokan. Enggak akan mungkin. Google hanya murni investor di Gojek dan sudah lama jadi investor saham di Gojek. Sudah jauh-jauh sebelum dia jadi Menteri,” pungkasnya.
Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung, sebelumnya mengungkapkan keterlibatan Nadiem bermula dari pertemuannya dengan pihak Google Indonesia pada Februari 2020.
“(Nadiem) melakukan pertemuan dengan pihak dari Google Indonesia dalam rangka membicarakan mengenai produk dari Google,” kata Nurcahyo di Gedung Bundar, Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
Menurut Nurcahyo, pertemuan itu membahas program Google for Education berbasis Chromebook dan dilakukan beberapa kali.
“Telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management atau CDM akan dibuat proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK,” ucapnya.
Kesepakatan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan perintah Nadiem kepada pejabat Kemendikbudristek untuk menggunakan sistem Chromebook dalam proyek digitalisasi pendidikan, menggantikan Windows.
Beberapa pejabat bawahannya lebih dulu ditetapkan tersangka pada Selasa (15/7/2025), yakni Jurist Tan (JT), eks Staf Khusus Mendikbudristek; Ibrahim Arief (IA), mantan konsultan teknologi Warung Teknologi Kemendikbudristek; Mulyatsyah (MUL), eks Direktur SMP Kemendikbudristek; serta Sri Wahyuningsih (SW), eks Direktur SD Kemendikbudristek.
Kejagung juga menemukan surat balasan Nadiem kepada Google untuk ikut serta dalam proyek TIK, meski usulan serupa sebelumnya ditolak Mendikbud Muhadjir Effendy karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan di sejumlah daerah.
“(Diabaikan) karena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah tertinggal,” ungkap Nurcahyo.
Selain itu, sejumlah pejabat Kemendikbudristek diketahui mengunci spesifikasi Chromebook sesuai arahan Nadiem. Ia juga menerbitkan Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan, yang dipakai untuk memastikan proyek tersebut memenangkan Chromebook.
Proyek ini mencakup pengadaan TIK untuk PAUD, SD, SMP, hingga SMA dengan nilai Rp9,3 triliun. Anggaran berasal dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK), mencakup distribusi ke seluruh kabupaten/kota, termasuk wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), dengan target penyediaan 1,2 juta unit laptop.
Namun, proyek justru menimbulkan kerugian negara Rp1,98 triliun, terdiri dari markup harga laptop Rp1,5 triliun serta perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Inilah.com)
