Kisah dan Profil Astronot Indonesia Pertama, Pratiwi Sudarmono

Edukasi2125 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menyambut kedatangan dua tamu asal Arab Saudi, termasuk astronot perempuan pertama negara kerajaan itu, Senin (22/5/2023).

Penerbangan sewaan milik perusahaan transportasi luar angkasa swasta AS, SpaceX, yang ditumpangi kedua astronot Saudi dan 2 astronot lainnya itu tiba di laboratorium antariksa ISS kurang dari 16 jam setelah meluncur dari Florida.

Keempat astronot akan berada di ISS selama seminggu lebih, sebelum kembali ke Bumi. Pemerintah Arab Saudi menanggung ongkos jutaan dolar Amerika untuk menerbangkan astronot perempuan pertamanya, Rayyanah Barnawi.

“Saya di sini tidak hanya mewakili diri saya sendiri, tetapi juga harapan dan impian semua orang di negara saya. Semua orang di kawasan. Kami di sini berkumpul dengan berbagai budaya dan kolaborasi internasional ini. Ini menunjukkan betapa antariksa mempersatukan semua orang,” kata Rayyanah pada acara penyambutan di ISS.

Pratiwi Sudarmono Astronot Perempuan Pertama Indonesia

Arab Saudi baru memiliki astronot perempuan pertama tahun ini. Kalah jauh dari Indonesia yang mempunyai antariksawan pertama wanita, Pratiwi Pudjilestari Sudarmono sejak 1987. Tidak hanya di Indonesia kala itu, Pratiwi juga merupakan astronot wanita pertama di Asia.

Nama Pratiwi sangat popular di era 1980 karena terpilih menjadi antariksawan Indonesia, untuk mengembangkan proyek DNA dan eksperimen ilmiah lainnya. Indonesia sangat bangga atas prestasi Pratiwi. Tentu saja ini bukan tanpa alasan. Sebab, para astronot saat itu sebagian besar didominasi oleh ilmuwan Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Pratiwi dijadwalkan terbang ke luar angkasa membawa satelit Palapa B3 dari pusat peluncuran roket di Florida, AS, pada 1986. Sebelum diluncurkan, ia menjalani pemusatan latihan secara ketat dan padat di Amerika Serikat.

Namun, insiden Challenger yang terjadi pada 28 Januari 1986 membuat semua misi NASA ke luar angkasa ditangguhkan. Pesawat ulang-alik Challenger milik AS dengan misi STS-51-L, meledak di udara hanya 73 detik setelah diluncurkan pada ketinggian 15 atau 16 kilometer. Tujuh astronot meninggal dunia. Padahal peluncuran Challenger itu, disiarkan secara langsung melalui saluran televisi di seluruh dunia.

Pasca musibah itu, keberangkatan ahli mikrobiologi Universitas Indonesia (UI) ini tak kunjung terlaksana.

Profil Pratiwi Sudarmono

Pratiwi lahir di Bandung 31 Juli 1952 di Bandung. Sejak kecil Pratiwi sudah berkeinginan untuk bergabung dengan Index Space Experiment (INSPEX).

Selepas dari bangku SMA, Pratiwi meneruskan pendidikan kedokteran pada tahun 1977 dan berhasil mendapat gelar Master dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kemudian di tahun 1984, Pratiwi memperoleh Ph.D dari Universitas Osaka, Jepang lewat penelitian bidang Biologi Molekuler

Tahun 1985, ia berangkat ke Johnson Space Center, AS menjalani dan mendapatkan Sertifikat Astronot Spesialis Muatan.

Di tahun yang sama, tepatnya pada bulan Oktober, Pratiwi berhasil terpilih dari 200 lebih pelamar yang ikut mendaftar untuk mewakili Indonesia dalam misi penerbangan Palapa-B-3 STS-61H National Aeronautics and Space Administration (NASA) sebagai Spesialis Muatan.

Dalam misi penerbangan ini, Pratiwi hendak melakukan penelitian terkait daya tahan tubuh manusia dan kemungkinan untuk hidup berkoloni di luar angkasa.

Meski gagal berangkat, Pratiwi tetap mengukirkan prestasi. Ia menjadi peneliti di NASA dari tahun 1985 sampai tahun 1987.

Namun, pada tahun 1997, krisis moneter melanda Indonesia dan membuat kesempatan Pratiwi untuk terbang ke luar angkasa semakin kandas karena tidak ada lagi dana untuk membiayai program latihan astronot Indonesia.

Pratiwi kemudian mengabdikan dirinya dengan melakukan berbagai penelitian sekaligus menjadi staf pengajar di kampus di Universitas Indonesia.

Pada tahun 2008, Pratiwi diangkat sebagai Guru Besar atau Profesor Kehormatan Ilmu Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia dengan minat utama yaitu mikrobiologi klinis dan mengembangkan penelitian di bidang mikrobiologi klinis.

Belum lama ini tepatnya pada tahun 2019, Pratiwi mendapat penghargaan recognition for Inspiring Women in STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). (Inilah.com)