Kisah Indosat Dibeli Soeharto dari AS, Dilepas Megawati ke Singapura

Catatan Redaksi2009 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Jaringan telekomunikasi Indonesia pada awal Presiden ke-2 Soeharto berkuasa sangatlah bobrok. Tidak ada jaringan telepon mumpuni antar daerah. Lebih parah lagi, kondisi ini membuat Indonesia “terisolasi” dari dunia luar karena tidak ada jaringan komunikasi ke luar negeri. Atas permasalahan ini, Soeharto secara serius ingin membangun jaringan komunikasi.

Masalah tersebut kemudian didengar oleh Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Soehardjono. Dia menyarakankan Soeharto untuk menggunakan satelit komunikasi. Namun, karena keterbatasan sumber daya, pemerintah memutuskan untuk menggandeng investor.

“Kebetulan, International Telephone & Telegraph Corporation (ITT) [perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat] juga sedang melirik Indonesia sebagai pasar bagi pengembangan usahanya,” tutur J.B Sumarlin dalam J.B Sumarlin: Cabe Rawit yang Lahir di Sawah (2012).

Akibat sama-sama butuh, kedua belah pihak akhirnya mencapai kata mufakat. Pada 20 November 1967, lahirlah perusahaan telekomunikasi di Indonesia bernama PT Indonesia Satellite (Indosat). Indosat lantas menjadi perusahaan terawal yang berdiri di Indonesia sejak pemberlakuan UU Penanaman Modal 1967.

Kehadiran Indosat membantu tugas Perumtel (cikal bakal Telkom) di sektor komunikasi. Indosat mengurusi jaringan luar negeri, sedangkan Perumtel fokus di dalam negeri.

Cita-cita Soeharto agar negaranya terhubung dengan satelit terwujud pada 1969. Sejak saat itu, Indosat menjadi service provider tunggal bagi Perumtel dalam penyediaan jasa sambungan telepon internasional.

“Dengan demikian, sejak 1969 lalu lintas telekomunikasi Indonesia makin terbuka dengan negara luar. Penyampaian informasi semakin lancar baik secara audio maupun visual,” tulis penulis buku Sejarah Telepon Umum (2019).

Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia memantik kebangkitan Indosat. Meningkatnya frekuensi komunikasi internasional membawa berkah bagi Indosat. Perusahaan ini untung besar. Bahkan, bisa membalikkan seluruh modal investasi yang ditanam di Indonesia.

Namun, Indosat saat itu masih perusahaan asing. Pemerintah hanya kecipratan sedikit uang. Alhasil, muncul wacana nasionalisasi pada 1980.

Namun, wacana ini ditolak Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, J.B Sumarlin. Sumarlin malah ingin Indosat dibeli sahamnya oleh pemerintah sesuai mekanisme bursa dan harga pasar.

“Presiden Soeharto setuju usulan Sumarlin dan menunjuknya menjadi Ketua Tim Akuisisi Indosat. Proses akuisisi berlangsung alot,” tutur Sumarlin.

Hingga akhirnya AS sepakat melepas Indosat seharga US$ 43,6 Juta. Dari sini, secara resmi, Indosat milik pemerintah Indonesia. Pengambialihan Indosat tidak salah langkah. Sebab, setelahnya Indonesia makin tertimpa durian runtuh.

Indosat makin berjaya dan mengalahkan Telkom. Bahkan pada 1994, perusahaan ini menjadi BUMN pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan New York Stock Exchange.

Sayang, kejayaan Indosat sirna memasuki abad ke-21. Kebijakan Presiden Megawati tentang privatisasi BUMN adalah biang masalahnya. Privatisasi berarti pelepasan saham kepada pihak lain untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memperbesar manfaat bagi negara. Indosat adalah salah satu target privatisasi yang dananya akan digunakan sebagai tambalan defisit negara.

Rekam jejak positif Indosat menjadi daya tarik perusahaan asing. Hingga akhirnya salah satu BUMN Singapura, Temasek, sukses menjadi pemenang atas mayoritas saham Indosat. Sejak saat itu, bendera merah putih di pucuk Indosat resmi diturunkan.

Kepemilikan Indosat kemudian berpindah tangan ke emir Qatar, lewat perusahaan telekomunikasi Qtel yang sekarang bernama Ooredoo.

Kini, Ooredoo berbagi kepemilikan mayoritas Indosat dengan Hutchison. Susunan pemegang saham Indosat adalah Ooredoo Asia Pte Ltd sebesar 43,81%, PPA Investasi Efek (AFS) sebesar 9,63%, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia SA1 sebesar 10,77%, dan Hutchison Asia Telecommunications Ltd sebesar 21,65%. (CNBC Indonesia)