Lahir di Pematang Siantar, Siapa Dick Sudirman di Balik Nama Piala Sudirman?

Badminton, Sport5451 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com — Piala Sudirman adalah kejuaraan beregu campuran di dunia badminton yang diambil dari nama Dick Sudirman.

Siapa sosok Dick Sudirman?
Sudirman adalah salah satu tokoh yang punya peran penting dalam perkembangan badminton di Indonesia. Dikutip dari Sejarah Bulutangkis Indonesia, Sudirman lahir di Pematang Siantar, 29 April 1922.

Sudirman sempat aktif sebagai pemain badminton dan rutin jadi juara ketika masa pendudukan Jepang. Sudirman lalu membentuk P.B Bakti dan berlanjut menjadi Ketua Perbad (Persatoean Badminton Djakarta).

Sudirman lalu jadi Ketua PBSI pada 1952. Di bawah kepemimpinan Sudirman, PBSI menjadi organisasi yang tak hanya mengatur kejuaraan badminton di level nasional.

Indonesia mulai berusaha berbicara banyak di level internasioal. Indonesia lalu mengejutkan dunia lewat kemenangan di Piala Thomas 1958.

Kemenangan di Piala Thomas 1958 itu yang jadi titik tolak Indonesia diakui sebagai kekuatan badminton dunia. Indonesia rutin memenangkan Piala Thomas, begitu juga Piala Uber, dan All England yang saat itu dianggap ‘Kejuaraan Dunia Tak Resmi’.

Kiprah Sudirman tidak hanya terbatas di level nasional. Sudirman juga punya nama dan reputasi di level dunia.

Sudirman, bersama Suharso Suhandinata, adalah sosok vital yang membuat dua federasi badminton dunia, International Badminton Federation (IBF) dan World Badminton Federation (WBF) bersatu pada 1981. Proses lobi-lobi persatuan dua federasi ini sudah berlangsung sejak 1979.

Terpecahnya federasi badminton menjadi dua tak lepas dari urusan politik beberapa negara yang kemudian merembet ke olahraga.

Perseteruan sudah terjadi pada dekade 70-an seiring keinginan China masuk menjadi anggota IBF. Namun China meminta Taiwan dikeluarkan.

China sendiri berhasil masuk Asia Badminton Confederation (ABC) dan sukses mengeluarkan Taiwan sebagai anggota.

Ketegangan terlihat saat Kejuaraan Invitasi Asia di gelar tahun 1976 berbarengan dengan All England. Indonesia punya posisi istimewa karena bisa ikut Kejuaraan Invitasi Asia tanpa mengorbankan keikutsertaan di All England seperti negara-negara Asia lainnya. Indonesia membagi dua kekuatan yang dikirim saat itu.

Dalam sidang darurat di London 1977, usul pencoretan Taiwan sebagai anggota kembali dibahas. Mayoritas anggota IBF kembali menolak. Sehari setelah penolakan IBF, muncul deklarasi WBF sebagai organisasi tandingan.

Dua tahun berselang, Indonesia menggelar rapat di Hotel Borobudur yang dihadiri perwakilan IBF dan WBF. Sudirman dan Suharso Suhandinata punya peran besar di balik terselenggaranya pertemuan tersebut.

Pada 1981, WBF dan IBF akhirnya melebur jadi satu di bawah bendera IBF.

Sudirman sempat ditawari jadi Ketua IBF pada 1981 namun hal itu ditolak lantaran tujuan utama dirinya aktif hanyalah demi badminton, bukan posisi dan jabatan.

Sudirman menjabat posisi sebagai Ketua PBSI pada 1952-1963 dan berlanjut pada 1967-1981. Sudirman juga jadi Wakil Ketua IBF pada 1975-1983.

Sudirman meninggal dunia pada 1986. Suharso Suhandinata yang merupakan rekan dekat Sudirman lalu berupaya mengabadikan nama Sudirman sebagai nama kejuaraan beregu campuran.
Suharso, dikutip dari Buku Sejarah Bulutangkis Indonesia, mengirim surat pribadi kepada Ketua dan Anggota IBF disertai poin-poin kuat tentang jasa Sudirman di dunia badminton.

Dua wakil Indonesia di Anggota Dewan IBF, yaitu Justian Suhandinata dan Titus Kurniadi juga ditugaskan untuk memperjuangkan proposal Piala Sudirman dalam sidang IBF.

Mayoritas anggota IBF setuju tetapi tahapan final tentang penyertaan nama ‘Sudirman’ dalam kejuaraan beregu campuran masih harus menunggu sidang tahunan IBF di 1988.

Negara-negara Eropa disebut tidak keberatan dengan berlangsungnya kejuaraan beregu campuran. Namun mereka disebut mengusulkan nama Herbert Scheele sebagai nama piala.

Suharso lalu turun tangan langsung untuk melobi agar nama Sudirman tembus jadi nama kejuaraan beregu campuran.

Suharso langsung bertemu Presiden IBF, Ian Palmer untuk memastikan hal tersebut. Suharso menyinggung soal penamaan Piala Thomas dan Piala Uber yang sudah menggunakan dua tokoh asal Eropa yaitu Sir George Alan Thomas dan Betty Uber.

“Dua piala itu dari Eropa kan? Jikalau dari Eropa lagi, berarti Eropa mau menguasai piala-piala yang dipertandingkan terus-menerus. Akibatnya akan timbul ketidakpuasan dari negara-negara lain, terutama kawasan Asia yang begitu kuat bulutangkisnya.”

“Dan saya akan sangat kecewa apabila terjadi lagi perpecahan seperti dulu IBF-WBF. Saya ingin bertanya, kalau ada piala lagi, harus darimana?” tanya Suharso.

“Harus dari Asia,” tutur Ian Palmer.

“Atas nama siapa?” tanya Suharso.

“Sudirman,” ucap Palmer.

Suharso lalu kembali menekankan pernyataan Palmer.

“Ada suara dari anggota IBF Eropa bahwa Eropa akan mengajukan kembali orang Eropa. Bagaimana ini Ian?”

“Hal itu serahkan kepada saya. Sebagai presiden, saya berhak menentukan keputusan akhir,” tutur Palmer menjawab.

Pada akhirnya, nama ‘Sudirman’ terpilih dan disematkan sebagai kejuaraan beregu campuran. Piala Sudirman pertama kali dipertandingkan pada 1989, bersamaan dengan Kejuaraan Dunia di Jakarta.

Setelah itu, Sudirman Cup digelar dua tahun sekali pada tahun ganjil. (R1/cnnindonesia.com)