Merasa Diintervensi Penegak Hukum, PPK Jajaran Pemkab Karo Resah dan Mau Mengundurkan Diri, Dampaknya Duit APBD ‘Parkir’ di Bank Sumut

Karo1566 x Dibaca

Kabanjahe, Karosatuklik.com – Dikabarkan sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kabupaten Karo resah dan bakal mengundurkan diri karena kerap dipanggil oleh aparat penegak hukum (APH). Kini sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pun ikutan resah karena persoalan serupa. Dampaknya, rencana lelang kegiatan di beberapa dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo menjadi terkendala.

Hal itu terungkap dari rangkuman sumber dan penelusuran yang dilakukan Jurnalis Karosatuklik.com, Rabu (1/6/2022). Keresahan PPK adalah hal yang wajar mengingat besarnya tanggungjawab yang diemban di pundak mereka. “Bisa dikatakan, sambung dia lagi, begitu kita ditetapkan menjadi PPK, satu kaki kita sudah berada di penjara,” ujarnya mengumpamakan.

Padahal semua pekerjaan kita beres sesuai aturan dan regulasi yang ada dan sudah diperiksa BPK maupun inspektorat, namun ada saja celah atau potensi yang membuat APH memanggil kami, sebutnya.

Alasan kedua, karena beban tugas dan tanggung jawab serta risiko hukum yang dihadapi dalam mengendalikan kontrak tidak seimbang dengan honorarium yang dianggarkan. Ketiga, karena tidak adanya anggaran yang disediakan untuk membiayai peningkatan SDM para Pejabat Pembuat Komitmen.

 

APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah)

 

Biasanya lanjut dia, berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun 2014, dalam KUHAP memang ada penyelidikan. Saat ada perkara penyelidikan, maka proses dilakukan melalui APIP (aparat pengawasan internal pemerintah). Dengan begitu, saat ada pengaduan masyarakat (dumas) akan disampaikan ke APIP lalu diverifikasi.

Merasa Diintervensi Penegak Hukum, PPK Jajaran Pemkab Karo Resah dan Mau Mengundurkan Diri, Dampaknya Duit APBD ‘Parkir’ di Bank Sumut

“Selama ini langsung dipanggil tanpa melalui APIP. Harusnya saat ada dumas, terlampir, ini langsung dipanggil saja secara surat,” ungkapnya.

Diketahui, Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, dan Kejaksaan sepertinya tak berjalan efektif dibawah. Justru malah Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yang seharusnya memfilter terlebih dahulu tidak berkutik.

Tiga Kementerian/Lembaga tersebut sudah menyepakati MoU tentang koordinasi antara APIP dengan APH dalam penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang terindikasi tindak pidana korupsi di pemerintahan daerah.

Dengan adanya MoU tersebut, maka setiap laporan dari masyarakat tidak langsung ditindaklanjuti oleh APH. Kasus itu akan lebih dulu diperiksa oleh APIP.

Tujuannya, untuk memastikan apakah laporan tersebut benar-benar berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi, atau hanya sebatas perkara kesalahan administrasi semata. Pemeriksaan oleh APIP dilakukan untuk memastikan keberadaan korupsi atau kesalahan administrasi semata. Prinsipnya, MoU tersebut merupakan pra-penegakan hukum.

Dengan tidak berfungsinya APIP, terbukti sejumlah kalangan ASN dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menjadi resah. Bahkan diperoleh informasi sejumlah OPD terancam tidak memiliki PPK. Pasalnya, ASN yang telah memenuhi syarat sebagai PPK terkesan tidak mau ditunjuk menjadi PPK. Alasannya takut berurusan dengan aparat penegak hukum.

Senada diungkapkan sumber lain. Dia merasa tidak nyaman bekerja sebagai PPK. Bayangkan, ketika bekerja dipanggil terus oleh penyidik Tipikor untuk diperiksa. Kami harus tinggalkan pekerjaan untuk diperiksa, sementara proyeknya  dikerjakan, belum habis masa kontraknya, ketusnya.

Dia mengatakan sangat mendukung penegakan hukum sejauh itu benar-benar ada yang menyalahi aturan. Saya mendukung penegakan hukum. Tetapi harus sesuai fakta hukum. “Kalau salah ya diproses. Tetapi kalau proyeknya sementara berjalan, lalu PPK dan stafnya dipanggil untuk diperiksa tentunya sangat mengganggu dan membuat tidak nyaman bekerja,” keluhnya.

Tak pelak lagi, sejumlah OPD kelimpungan mencari PPK. Imbasnya hingga awal bulan Juni 2022, tender lelang proyek Pemkab Karo belum juga dilaksanakan. Otomatis anggaran keuangan Pemkab Karo ‘parkir’ di Bank Sumut. Hal ini menyebabkan kerugian bagi masyarakat dalam menikmati hasil pembangunan yang seyogianya sudah bisa mereka nikmati dalam bentuk perbaikan atau pembangunan infrastruktur dan lainnya.

Sri Mulyani: Dana Pemda Tidak Boleh Lama Mengendap di Bank

Seperti diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk memanfaatkan dana daerah bagi kepentingan rakyat. Dana pemda, katanya, tidak boleh hanya mengendap di perbankan seperti yang terjadi saat ini. Langkah ini penting untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia pasca dihantam pandemi Covid-19.

“Kualitas belanja daerah harus semakin ditingkatkan dari waktu ke waktu untuk menguatkan kualitas desentralisasi fiskal, sekaligus menjadi instrumen penting dalam pemulihan ekonomi daerah pascapandemi Covid-19. Dana daerah harus sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan tidak boleh lagi hanya mengendap di perbankan,” kata Sri Mulyani saat menyampaikan tanggapan atas pandangan fraksi-fraksi DPR terhadap kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2023 saat rapat paripurna DPR, Selasa (31/5/2022).

Berdasarkan data Kemenkeu, posisi dana pemda di perbankan per April 2022 sebesar Rp 191,57 triliun, turun Rp 10,78 triliun (-5,33 persen) dari posisi bulan Maret 2022. Nominal saldo tertinggi berada di wilayah Jawa Timur sebesar Rp 24,17 triliun. Sementara terendah berada di wilayah Kepulauan Riau sebesar Rp 1,07 triliun.

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)

Dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melaksanakan kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara atas beban APBD.

Merasa Diintervensi Penegak Hukum, PPK Jajaran Pemkab Karo Resah dan Mau Mengundurkan Diri, Dampaknya Duit APBD ‘Parkir’ di Bank Sumut

PPK dalam melaksanakan pembayaran harus menguji apakah telah memenuhi persyaratan atau belum, Apakah penetapan rancangan kontrak telah memenuhi persyaratan atau belum. Wewenang yang diberikan kepada PPK melekat akan tanggung jawab. PPK yang tidak melaksanakan tanggung jawab akan terkena sanksi hukum berupa sanksi hukum administratif, sanksi hukum pidana, atau sanksi hukum perdata.

Untuk menghindari hal-hal yang berlawanan dengan hukum, PPK harus memahami aspek hukum yang menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengelola keuangan negara pada satuan kerja bersangkutan.

8 Perintah Presiden Jokowi untuk Jajaran Polri dan Kejaksaan se-Indonesia:

  1. Kebijakan dan diskresi pemerintah daerah tidak boleh dipidanakan
  2. Tindakan administrasi harus dibedakan dengan yang memang berniat korupsi. Aturan BPK jelas, mana pengembalian dan yang bukan
  3. Temuan BPK masih diberi peluang perbaikan 60 hari. Sebelum waktu itu habis, penegak hukum tidak boleh masuk dulu
  4. Kerugian negara harus konkret, tidak mengada-ada
  5. Kasus dugaan korupsi tidak boleh diekspos di media secara berlebihan sebelum tahap penuntutan
  6. Pemda tidak boleh ragu mengambil terobosan untuk membangun daerah
  7. Perintah ada pengecualian untuk kasus dugaan korupsi yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT)
  8. Setelah perintah itu, jika masih ada kriminalisasi kebijakan, Kapolda-Kapolres dan Kajati-Kajari akan dicopot

Setali tiga uang dengan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, dan Kejaksaan, 8 perintah Presiden ini juga sepertinya tak efektif dibawah. Buktinya, sejumlah OPD dan PPK mengaku resah dengan banyaknya pemanggilan oleh penegak hukum. Disisi lain, masyarakat butuh pembangunan yang telah dianggarkan di dalam APBD. Dengan kondisi pelik ini masyarakat berada di posisi yang dirugikan karena lambatnya pembangunan. Berita ini masih akan dikembangkan dan diperdalam mengingat belum ada pihak resmi yang bisa dikonfirmasi. (R1)