Monisme: Ketika Fiksi Menelanjangi Realita di Kaki Gunung Merapi

Entertainment, Film2365 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Film Monisme garapan Riar Rizaldi telah mencuri perhatian para penikmat film sejak tayang perdana di Bioskop Online pada 24 Juli 2024 lalu.

Karya sinematik ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga sebuah eksplorasi mendalam terhadap konsep monisme – teori metafisika yang menyatakan bahwa alam semesta terdiri dari satu substansi. Monisme mengajak penonton untuk merenungi hubungan manusia dengan alam, khususnya dengan Gunung Merapi, yang sarat akan makna spiritual dan budaya.

Dalam Monisme, Riar Rizaldi memberikan kredit kepada “orang-orang yang hidup di kaki Gunung Merapi,” menyampaikan cerita yang memadukan fiksi dan realita dengan begitu cair.

Kisah-kisah yang dituturkan mencakup berbagai sudut pandang: rutinitas dua ahli vulkanologi (diperankan oleh Rendra Bagus Pamungkas dan Kidung Paramadita), seorang jurnalis (Kidung Paramadita) yang mencoba mengungkap praktik korupsi melalui wawancara dengan penambang pasir (Rendra Bagus Pamungkas), hingga seorang warga (Rendra Bagus Pamungkas) yang memiliki pemujaan mendalam terhadap Merapi.

Yang menarik, satu aktor memerankan lebih dari satu peran, seakan mewakili berbagai perspektif-sains, spiritual, ekonomi-yang semuanya terhubung oleh Gunung Merapi sebagai figur sentral. Ini menggambarkan bagaimana Merapi bukan hanya sebuah gunung, melainkan simbol yang mengikat berbagai elemen kehidupan di sekitarnya.

Di setiap cerita, sekelompok ormas yang dipimpin oleh Whani Darmawan selalu hadir, menunjukkan kekuasaan mereka dan melakukan persekusi terhadap siapa pun yang berusaha mengungkap kebenaran. Ini adalah gambaran jelas tentang cengkeraman premanisme yang kuat di Yogyakarta, serta bagaimana kekuatan ini menghambat pengungkapan fakta-fakta yang seharusnya diketahui publik, seperti korupsi di proyek tambang.

Kondisi-kondisi semacam ini, yang mencerminkan realita pahit, sulit diberitakan secara langsung melalui format dokumenter karena risiko besar yang mengintai. Inilah sebabnya Riar Rizaldi memilih untuk membangun dunianya sendiri melalui fiksi. Dengan cara ini, dia menciptakan narasi yang menelanjangi realita, fiksi yang menyatu dengan kenyataan.

Meskipun durasi 115 menit mungkin terasa sedikit panjang dengan beberapa momen yang terkesan lambat, Monismetetap memikat dengan narasinya yang misterius, seolah mengajak penonton untuk menelusuri tubuh Gunung Merapi yang penuh teka-teki.

Dalam upayanya untuk mengaburkan batas antara fiksi dan dokumenter, mungkin batas itu tidak sepenuhnya hilang – penonton masih bisa memilah mana yang direkayasa dan mana yang nyata-namun pesona Monismeterletak pada kemampuannya untuk menggiring kita ke dalam dunia yang penuh simbolisme dan kekuatan naratif yang menawan.

Monismetelah meraih berbagai penghargaan bergengsi di kancah internasional sebelum tayang di Indonesia. Film ini melakukan world premiere di FID Marseille, Prancis, pada Juli 2023, dan sukses memenangkan Best Feature Film di Bucharest International Experimental Film Festival 2023.

Selain itu, Monisme juga meraih Golden Hanoman Awarddi Jogja-Netpac Asian Film Festival 2023. Prestasi ini semakin mengukuhkan film ini sebagai salah satu karya sinematik yang patut diperhitungkan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Monisme bukan hanya sebuah film yang memadukan fiksi dan realita, tetapi juga sebuah pernyataan artistik tentang bagaimana sinema dapat digunakan untuk menyingkap lapisan-lapisan tersembunyi dari kenyataan.

Film ini berhasil menghadirkan pengalaman sinematik yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga mengajak penonton untuk merenung lebih dalam tentang realita yang kita hadapi sehari-hari, khususnya dalam konteks kehidupan di sekitar Gunung Merapi.

Bagi Riar Rizaldi, Gunung Merapi bukan sekadar fenomena alam, melainkan tempat fantasi yang dipenuhi dengan entitas tak kasat mata.

Ketertarikannya pada hal-hal magis dan mistis inilah yang mendorongnya untuk mengembangkan Monisme dengan pendekatan yang lebih spiritual.

Rizaldi menyajikan sebuah karya yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga mendalam secara makna, mengajak penonton untuk merenungi hubungan manusia dengan alam dari sudut pandang yang lebih spiritual dan filosofis. (Foto : Google .com. (trenzindonesia)