Medan, Karosatuklik.com – Modernisasi industri lifestyle merupakan suatu keharusan, namun harus tetap mempertahankan nilai-nilai norma keagamaan, adat istiadat dan budaya daerah. Sehingga industri fashion berperan penting untuk menjaga nilai-nilai budaya tersebut.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumatera Utara (Sumut) Nawal Lubis saat menghadiri Grand Launching Hafitaini Hijab.co di Ballroom Kartini Hotel Le Polonia, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Senin (3/1/2022) malam.
“Industri lifestyle tetap harus menjaga nilai-nilai norma keagamaan, adat istiadat dan budaya daerah,” ujarnya.
Menurut Nawal, Indonesia salah satu negara muslim terbesar, secara tidak langsung sebagai penyumbang produk busana muslim yang berpotensi dikembangkan ke ranah global. Sehingga kreasi para desainer yang mengikuti tampilan kekinian dan selera global, akan mampu mendorong pemulihan ekonomi masyarakat.
Sumut juga kaya dengan berbagai jenis wastra atau kain tradisional, yang bisa dijadikan sebagai bahan fashion muslim. “Kita harus kenalkan Wastra Sumut yang selama ini hanya digunakan untuk acara adat, bahwai saat ini bisa menjadi kain tradisional yang siap pakai (ready to wear),” jelasnya.
Disampaikannya, berbagai event busana muslim telah banyak dilaksanakan di antarnya Fashion Muslim Festival (Mufest) Indonesia yang diminati masyarakat, baik nasional maupun internasional. “Sehingga hal ini bisa menjadi motivasi pelaku-pelaku fashion muslim terus berinovasi untuk memperoleh hasil yang lebih baik,” kata Nawal.
Nawal berharap Hafitaini Hijab.co terus berinovasi dan memperkenalkan Wastra Sumut, sehingga mendapat perhatian dari konsumen dalam negeri maupun pasar global. “Selamat atas launching produknya hari ini, terus berkreasi dan terus perkenalkan Wastra Sumut,” ucap Nawal.
Sementara Owner Hafitaini Hijab.co Cut Hafitatul’aini mengatakan, sebagai muslimah wajib menggunakan hijab. “Hal ini merupakan perintah Allah, untuk itu berkat dukungan keluarga dan sahabat saya melaunching produk ini,” katanya.
Menurut Cut, motif hijabnya tersebut mengangkat wastra etnik Sumut dan Aceh. Untuk Sumut sendiri mengangkat motif Gorga, yang merupakan ciri khas masyarakat Batak Toba. Juga diproduksi motif songket pucuk rebung, sebagai lambang harapan baru, karena pohon bambu tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang. Penggunaan motif pucuk rebung ini bermaksud memberi keberuntungan dan harapan baru bagi penggunanya.
Sementara motif Pintu Aceh sendiri terinspirasi dari perhiasan Pinto Aceh yang dikerjakan seorang pengrajin perhiasan emas bernama Utoh Mud pada zaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1935. Pembangunan Pinto Aceh terilhami dari desain monumen peninggalan Sultan Iskandar Muda yaitu Pinto Khop, Pintu Taman Ghairah yang merupakan Taman Kesultanan Aceh. (R1)