Jakarta, Karosatuklik.com – Pakar penyakit mendorong penyediaan akses yang setara terhadap vaksin corona jika ingin pandemi cepat berakhir. Hal itu diungkapkan Olivier Wouters, ahli penyakit dari London School of Economics and Political Science (LSE), Inggris setelah melihat praktik penimbunan vaksin secara besar-besaran di negara-negara kaya yang justru akan memperburuk keadaan.
Wouters mengatakan distribusi vaksin yang merata harus menjadi skala prioritas terutama untuk memberikan vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah sebelum stok vaksin berkurang dalam beberapa tahun mendatang.
“Kenyataan yang sebenarnya adalah bahwa dunia sekarang membutuhkan lebih banyak dosis vaksin Covid-19 daripada vaksin lain dalam sejarah untuk mengimunisasi cukup banyak orang untuk mencapai kekebalan vaksin global,” kata Wouters dilansir dari AFP, Sabtu (13/2/2021).
Jika vaksin tidak didistribusikan secara lebih adil, mungkin perlu waktu bertahun-tahun sebelum virus corona dapat dikendalikan di tingkat global,” lanjut Wouters .
Ia mengungkapkan, hingga saat ini, masih banyak negara-negara berpenghasilan rendah yang kesulitan mendapatkan akses vaksin covid-19. Padahal, sudah ada lebih dari dua lusin vaksin covid-19 baik itu vaksin dalam pengembangan maupun sudah disetujui penggunaannya.
Hal itu, sambung Woulters, disebabkan oleh beberapa hal mulai dari ketiadaan dana untuk membeli vaksin, hingga infrastruktur yang memadai untuk mengangkut dan menyimpan vaksin yang membutuhkan penanganan khusus. Terutama vaksin mRNA yang harus disimpan dalam tempat yang sangat dingin selama pengirimannya.
Sementara itu, inisiatif vaksin covid-19 global atau COVAX, yang dipimpin Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprioritaskan penyediaan bagi negara-negara berkembang masih menghadapi sejumlah kendala.
COVAX membutuhkan tambahan US$ 6,8 miliar untuk mengamankan pasokan vaksin bagi 92 negara berkembang.
Dari hasil penelitian Wouters melihat data penjualan vaksin secara global, negara-negara kaya telah mengamankan 70 persen dosis vaksin Covid-19.
Jumlah tersebut bahkan cukup untuk memvaksin penduduk mereka berkali-kali kali lipat.
“Mengamankan vaksin dalam jumlah besar seperti ini sama artinya dengan negara kaya lebih mengutamakan vaksinasi massal terhadap populasinya sendiri dibandingkan mempertimbangkan vaksinasi untuk pekerja perawatan kesehatan dan masyarakat berisiko tinggi di negara-negara miskin,” katanya.
Wouters pun meminta produsen vaksin untuk mempercepat transfer teknologi ke negara berkembang untuk membantu mereka memproduksi vaksin dalam negeri dan untuk mengendalikan harga vaksin yang melambung di pasaran.
Sejauh ini vaksin produksi China, India dan Rusia setelah disahkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Vaksin ini dapat menjadi bantuan besar bagi negara-negara miskin karena penyimpanannya lebih sederhana daripada vaksin buatan Amerika Serikat dan Eropa. (R1/cnnindonesia.com)