Tiganderket, Karosatuklik.com – Semua produk pertanian yang dihasilkan petani Karo tergolong sangat baik, karena sudah terbentuk sebagai budaya leluhur (bertani). Leluhur Karo yang dikenal tangguh dan ulet dalam pertanian sudah mewariskan cara bercocok tanam secara tradisional.
Bencana alam erupsi vulkanik Gunung Sinabung yang maraton sejak 2010 hingga sekarang tidak membuat surut semangat petani di lingkar gunung ter-unik di dunia itu, bahkan bencana non alam wabah virus corona menghantam berbagai sektor kehidupan masyarakat dunia, tak kecuali para petani.
Mereka pun terus berjuang membangun asa merajut harapan di tengah pandemi Covid-19. Menghadapi dua bencana sekaligus, bertani tetap digeluti.
Sadar akan tantangan yang dihadapi, khususnya erupsi vulkanik Gunung Sinabung, petani Desa Kutambaru Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, membudidayakan Salak madu termasuk jenis salak unggul dengan ukuran buah lebih besar dan rasa yang lebih manis.
Karena kelebihannya itu harga salak madu lebih mahal dibandingkan salak lainnya, termasuk salak pondoh. Makanya, banyak petani melirik varietas baru dari buah salak ini.
Apalagi, budidaya salak madu ini tidak begitu sulit. Menurut Kamperas Terkelin Purba, salah seorang petani salak, salak madu bisa dikembangbiakkan dengan cara mencangkok dari induk pohon salak madu, tuturnya saat disambangi wartawan, Senin (5/10/2020) di kebun salaknya Desa Kutambaru.
Menurut Kamperas Terkelin Purba, salak madu cocok ditanam di daerah pegunungan yang lembap. Dengan banyak mendapatkan air, salak ini akan memiliki buah lebih lebat.
Sejak 2016, budidaya tanaman salak di areal perladangannya dengan luas tanah 7000 meter persegi yang berada di kaki Gunung Api Sinabung terus dikembangkan dengan menanam berbagi jenis salak, mulai dari salak madu, salak super dan salak Bali.
Awalnya, di perladangannya itu ditanami berbagai jenis hortikultura muda dan tua, namun akibat dahsyatnya vulkanik Gunung Sinabung, silih berganti dengan terjangan laharan, semua tanamannya tidak dapat tumbuh dengan baik.
Akhirnya dia membudidayakan, salak madu, tanaman tergolong tangguh yang mampu bertahan menghadapi erupsi vulkanik maupun harga jual yang stabil di masa Pandemi Covid-19, ujarnya tersnyum.
Harga jual yang bertahan di angka Rp 9000 – 10.000/kg, membuat petani salak bisa bernafas lega di tengah masa sulit ini. Dengan begitu, petani bisa bangkit dari keterpurukan ditengah bencana ini, ujarnya tersenyum.
Salak madu sangat baik ditanam di musim kemarau. Sebab, risiko terserang hama dan penyakit lainnya lebih rendah. “Tapi pastikan tetap mendapat pasokan air yang cukup,” tuturnya. (Andika)