OLEH : TONI P SIANIPAR
Jakarta, Karosatuklik.com – Menuju Muara dari Bandara Silangit, sepanjang jalan kita menikmati view yang eksotis dan keren.
Bayangkan udara yang sejuk, angin sepoi-sepoi bagai berbisik saat meniup daun cemara dan melihat Pulau Sibandang yang hijau asri di lepas pantai Muara.
Sungguh tamasya yang menyegarkan. Pulau Sibandang merupakan satu dari sekitar 10 pulau yang tersebar di Danau Toba.
Yang terbesar tentu, Samosir. Yang lainnya termasuk Sibandang jauh lebih kecil.
Kota Kecamatan Muara dan Pulau Sibandang sebenarnya sangat potensial menjadi paket kunjungan bagi wisatawan.
Dari Bandara Silangit cuma sekitar 40 menit berkendara kita sudah tiba di kota asal marga Siregar ini. Jalannya mulus dan nikmat dikendarai. Liak-liuknya jalan tidak terlalu seram, jadi nyaman dan tenang.
Saat melintasinya, aku membayangkan potensi jalur ini untuk touring bagi pesepeda atau bahkan Ultra Marathon.
Berada di tepi danau, Muara masih terasa “kampung banget” dengan pola grid yang jelas. Pengunjung yang ingin berbasis di Muara bisa menginap di beberapa hotel yang terlihat cukup baik.
Jelajahi kotanya dengan berjalan kaki, merasakan suasana kampungnya sambil mampir minum kopi dan mencicipi kudapan Batak bisa jadi kesenangan tersendiri.
Kuliner Batak juga tersedia di beberapa resto tradisional di jalan utamanya. Rumah makan Minang juga ada.
Dari Muara kita bisa trekking ke bebukitan disekitarnya, mengunjungi tugu marga Siregar dan Aritonang. Mendengar cerita-cerita unik tentang leluhur marga-marga tersebut memperkaya pengetahuan kita tentang budaya Batak.
Menyeberang ke pulau Sibandang sangat mudah dengan kapal penyeberangan. Ada juga kapal penyeberangan yang bisa memuat mobil dan motor.
Cukup 10 menit berlayar kita tiba di pulau asal marga Rajagukguk ini. Sibandang terkenal dengan mangga dan kampung-kampung tradisional.
Mangga Toba yang ukurannya kecil, dan berbiji besar, rasanya unik dengan aroma mangga yang kuat. Mengupasnya cukup dengan gigi kita (bisa dengan pisau juga pastinya), lalu kita “krokoti” daging mangganya jang manis dengan sedikit rasa asam yang segar.
Perajin Ulos masih jadi bagian dari hidup sehari-hari penduduknya. Ritual budaya Hoda-hoda (tarian dengan gaya kuda) dan marmossak (pencak silat Batak) yang digelar pada hari-hari tertentu bisa memberi gambaran budaya Batak yang unik dan menarik.
Pulau seluas 850 hektare ini punya peninggalan sejarah berupa Rumah Kepala Nagari Rajagukguk.
Di puncak bukit Sibandang ada juga Makam Raja Sorta Uluan yang dianggap sebagai raja Pulau Sibandang.
Tak lupa situs Partukkoan yang merupakan kursi batu tempat para raja terdahulu melakukan musyawarah. Ingin merasakan kehidupan kampung Batak, kita bisa menginap di “home-stay” yang tersedia di desa Sampuran, Papande, dan Sibandang.
Sarana wisata di Sibandang dan Muara sedang dalam tahap pengembangan. Dermaga moderen (lihat di foto aerialnya) sudah menjelang selesai.
Sekali lagi, ini adalah bagian dari program percepatan Toba sebagai Prioritas dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Dermaga ini kelak akan disinggahi kapal ferry (KMP) yang menghubungkan Muara dengan berbagai kota indah di tepi danau Toba.
Saranku, Muara dan Sibandang harus mulai menjaga pembangunan oleh masyarakat yang seringkali tidak sejalan dengan konsep dan tata Ruang Pariwisata.
Pertahankan keindahan alami dalam kesederhanaan dan tradisinya. Jangan sampai Muara ‘dijajah’ oleh bangunan ruko yang miskin estetika.
Ajak masyarakat memahami bahwa potensi Muara justru di suasana “kampung” nya.
Siapkan masyarakat dengan skill yang mendukung ekonomi kreatif dan priduktif. Siapkan soft-skill nya. Para perantau asal Muara bisa menjadi fasilitator bagi gerakan “Muara sambut pariwisata,”. (R1)