Refleksi 2022: Pemda Doyan Minta Uang ke Sri Mulyani, Tapi ‘Diparkir’ di Bank

Nasional446 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Mengendapnya dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan hingga saat ini masih menjadi permasalahan rutin di Tanah Air. Dana yang ditransfer pemerintah pusat ke pemda itu tidak dibelanjakan secara cepat.

Berdasarkan data terakhir yang dipublikasikan Kementerian Keuangan, hingga Oktober 2022 dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di perbankan sebesar Rp 278 triliun. Bahkan, masih ada daerah yang serapan belanjanya di bawah 70% jelang tutup tahun 2022.

“Memang ada proses sejak mulai penyusunan kebijakan, kemudian perencanaan, penganggaran, kemudian dari sisi penata usaha nya perlu banyak perbaikan, diantaranya soal penetapan APBD,” kata Direktur Pengawasan Akuntabilitas Keuangan Pembangunan dan Tata Kelola Pemdes BPKP Wasis Prabowo dalam acara Nation Hub CNBC Indonesia, dikutip Senin (19/12/2022)

Berdasarkan analisis Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), permasalahan dana transfer ke daerah yang hanya diendapkan pemda ini bermuara pada keterlambatan mereka dalam menyusun APBD.

“Tentunya akan berpengaruh kepada pengumuman sistem informasi rencana umum pengadaan yang harus diumumkan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) ini akan terlambat sehingga proses pengadaan pun tentu akan mengalami hambatan,” ucap Wasis.

Selain itu, Wasis mengakui, juga ada permasalahan seperti kekhawatiran pemda terhadap kepastian dana-dana yang ditransfer pemerintah pusat ke daerah, seperti dana alokasi khusus (DAK).

“Salah satu contoh saja juknis untuk dana alokasi khusus ke daerah kemarin munculnya di Juni 2022 padahal kita tahu bersama sampai hari ini tingkat kemandirian finansial daerah baru 16% lebih, ini tentunya daerah masih sangat menggantungkan dana-dana transfer dari pemerintah pusat,” tuturnya.

Kendati begitu, Wasis menilai yang perlu menjadi perhatian juga adalah dari sisi perencanaan penganggaran dan pelaksanaan program-program pemda itu sendiri. Ini katanya sering kali terjadi permasalahan seperti saat penyusunan perencanaan jasa konstruksi.

“Ini juga kadang-kadang bersamaan dengan pelaksanaan kegiatannya itu sendiri, semestinya perencanaan ini bisa jauh hari sebelumnya, apa sih sebetulnya kebutuhan dari daerah, terkait pemeliharaan dan pengadaan barang jasa karena besarnya dana tersebut, sebetulnya lebih banyak dari dana belanja modal,” ucap Wasis. (R1/CNBCIndonesia)