Jakarta, Karosatuklik.com-Selain implementasi 3M, vaksin nyatanya jadi harapan berikutnya untuk melawan Covid-19.
Namun masih ada sebagian orang yang ragu dan takut untuk menerima suntikan vaksin. Terbukti dari sebuah survei yang diinisiasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) bersama Kementerian Kesehatan dan UNICEF.
Survei dilakukan pada September 2020 lalu dengan melibatkan lebih dari 115ribu responden di 34 provinsi di Indonesia. Hasilnya, hampir 65 persen (64,8 persen) responden menyatakan keinginan mereka untuk divaksin.
Sementara hampir 8 persen (7,6 persen) responden menyatakan tidak mau divaksin. Sisanya atau 27,6 persen mengaku ragu terhadap program vaksinasi pemerintah.
Akan tetapi melihat fakta ini, Rizqy Amelia Zein, dosen Psikologi Sosial di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, mengatakan sebenarnya sebagian besar orang menerima vaksin. Namun adalah hal yang wajar jika ada sebagian kecil masyarakat yang ragu.
Karena ketidaktahuan, merasa tidak familiar, tidak bisa diprediksi, wajar, sangat wajar (kalau takut dan ragu),” kata Rizqy saat dihubungi.
Kemudian ditambah ada ‘gap’ pemahaman masyarakat awam terhadap proses pembuatan vaksin. Tak bisa dimungkiri, riset-riset juga informasi yang bersifat ‘scientific’ cukup sulit dicerna terlebih jika tidak memiliki latar belakang bidang kesehatan.
Selain itu, Rizqy menambahkan ada kemungkinan ketakutan dan keraguan disebabkan narasi seputar antivaksin. Ia menyebut ada riset di awal 2020 yang mencoba melihat dinamika kelompok antivaksin di Facebook.
Riset memang hanya ditujukan pada klaster kecil. Namun yang menarik sekaligus jadi masalah, meski kecil mereka begitu aktif.
Narasi antivaksin dikemas dalam teori-teori konspirasi yang tampak asyik untuk diselami. Saking menariknya, kampanye provaksin jadi tak terdengar gaungnya.
“Mereka ini sedikit tapi berisik. Nah seperti Bu Ribka Tjiptaning ini enggak usah dikasih platform (panggung). Menolak vaksin itu hak dia, kita enggak bisa paksa (untuk vaksin),” ujarnya.
Ribka Tjiptaning, Anggota Komisi IX DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyatakan menolak vaksin. Pada Selasa (12/1), pernyataan kontroversial ini diucapkannya saat rapat kerja Komisi IX.
Oleh karena itu, Rizqy mengajak mereka yang provaksin untuk terus menyuarakan soal pentingnya vaksin.
Tidak harus menyuarakan lewat media yang besar, Anda bisa memulai dari keluarga. Orang-orang terdekat yang masih ragu sebisa mungkin dimobilisasi supaya jangan sampai mendengarkan mereka yang antivaksin.
“Menolak vaksin boleh, itu hak. Tapi kalau pakai frekuensi publik dan mengajak orang lain untuk tidak vaksin, seharusnya dihukum,” imbuhnya. (cnnindonesia.com)