Kuala Lumpur, Karosatuklik.com – Pernah tiga kali dipenjara dalam perjuangannya menegakkan reformasi, Anwar Ibrahim akhirnya ditunjuk menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia pada Kamis (24/11/2022).
Pemimpin koalisi Pakatan Harapan (PH) itu menjadi orang nomor satu di pemerintahan Malaysia setelah perjalanan panjang dalam karier politiknya.
Sebelum ditetapkan menjadi PM Malaysia, Anwar harus melakoni drama karena tak ada pemenang mutlak dalam Pilihan Raya Umum (PRU) ke-15 alias pemilu parlemen di negara itu yang digelar Sabtu (19/11/2022).
Anwar dan saingan terberatnya, pemimpin koalisi Perikatan Nasional (PN) Muhyiddin Yassin, sempat saling klaim kemenangan.
Namun Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, akhirnya mengakhiri drama itu dengan menunjuk Anwar menjadi PM yang baru pada Kamis siang.
Nama Anwar keluar sebagai pemenang setelah Raja Abdullah berkonsultasi dengan sejumlah politikus koalisi Barisan Nasional (BN) dan sembilan sultan yang memimpin negara bagian dalam rapat darurat Kamis pagi
Dengan penunjukan tersebut, maka drama panjang Anwar menuju kursi panas PM usai sudah.
Kehidupan politik Anwar Ibrahim memang tidak jauh dari drama. Berawal ketika tokoh kelahiran Kampung Cherok Tok Kun, Bukit Mertajam, Penang, Malaysia pada 10 Agustus 1947 itu aktif memimpin gerakan mahasiswa dan pelajar Islam di Malaysia pada pertengahan 1960 hingga 1970-an.
Sebagai aktivis yang lantang menyuarakan reformasi, Anwar pertama kali merasakan dinginnya lantai penjara pada 1974.
Ketika itu, ia ditangkap berdasarkan Undang-undang Keamanan Internal (ISA) karena menggelar unjuk rasa menentang kemiskinan dan kelaparan di daerah pinggiran. Berlandaskan UU tersebut, Anwar dijebloskan ke penjara selama 20 bulan tanpa perlu menjalani proses peradilan.
Saat itulah Anwar menarik perhatian Mahathir Mohamad, yang di kemudian menjadi PM Malaysia pada 1981.
Setelah keluar dari bui, Anwar mengejutkan para rekan perjuangannya ketika memutuskan untuk bergabung dengan partai berkuasa, UMNO, di bawah pimpinan Mahathir.
Berbekal kepercayaan Mahathir, karier politik Anwar langsung moncer. Pada 1983, Anwar ditunjuk menjadi Menteri Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga sebelum kemudian ditunjuk sebagai Menteri Agrikultur dan Menteri Pendidikan.
Kiprah Anwar di dunia politik makin cerah ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 1991 dan diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri pada 1993.
Di tangan Anwar, perekonomian Malaysia jauh semakin membaik. Asiamoney bahkan menobatkan Anwar sebagai ‘Menteri Keuangan Tahun Ini’ pada 1996.
Setahun kemudian, krisis moneter melanda dunia, tapi Anwar berhasil membawa Malaysia melalui semuanya. Ia pun ditunjuk sebagai Ketua Komite Pembangunan Bank Dunia pada 1998. Newsweek lantas menobatkan Anwar sebagai ‘Asian of the Year’.
Keinginan Mahathir untuk ‘mewariskan’ pemerintahannya kepada Anwar semakin kuat. Mahathir pun memutuskan untuk rehat selama dua bulan dan menunjuk Anwar sebagai Perdana Menteri interim.
Diberikan kepercayaan penuh, jiwa reformis Anwar kembali menyeruak. Ia merombak pemerintahan dan membongkar semua kebusukan UMNO yang dianggap mulai rapuh akibat sistem kroni, korupsi, dan nepotisme di tubuh partai.
Sejak saat itu, semuanya langsung berubah. Dengan beragam alasan yang tampak tidak masuk akal, Anwar dituntut atas dugaan korupsi dan pencobaan penghalangan pemeriksaan kasus sodomi yang dituduhkan kepadanya.
Ia pun dipecat dari posisi Wakil Perdana Menteri. Tidak terima, Anwar lalu memulai gerakan reformasi, membakar semangat pendukungnya untuk turun ke jalan melawan koalisi penguasa, Barisan Nasional (BN), yang mana UMNO menjadi anggota utama.
Tak lama kemudian, tepatnya pada 20 September 1998, Anwar ditahan oleh pihak berwenang. Penahanan itu mendapat tentangan dari berbagai lembaga internasional yang menyebut bermotifkan politik.
Meski dalam jeruji besi, Anwar masih tetap aktif memimpin gerakan reformasi. Ia pun membidani kelahiran partai multi ras, Parti Keadilan Nasional.
Agustus 2003, Parti Keadilan Nasional bergabung dengan Parti Rakyat Malaysia, membentuk Parti Keadilan Rakyat (PKR) yang dipimpin oleh istri Anwar, Wan Azizah Wan Ismail.
Saat menghirup udara bebas pada 2 September 2004, Anwar tak bisa langsung terjun ke dunia politik hingga jangka waktu lima tahun. Namun, ia dapat membakar semangat PKR untuk ikut serta dalam pemilu 2008. Alhasil, PKR mampu memenangkan 31 kursi parlemen, menjadikan mereka partai oposisi terkuat di Malaysia.
Pada pemilu 2013, PKR berhasil meraup suara lebih banyak dari koalisi Barisan Nasional. Namun, mereka tak berhasil menggulingkan koalisi penguasa itu karena tak mendapatkan cukup kursi parlemen.
Baru saja menghimpun kekuatan, Anwar kembali dijerat kasus sodomi oleh rezim Perdana Menteri Najib Razak hingga harus dijebloskan lagi ke penjara pada 2015.
Dari dalam penjara, Anwar tetap memimpin langkah koalisi Pakatan Harapan (PH). Dengan kemurahan hatinya, ia pun memaafkan Mahathir Mohamad yang ingin menyatukan kekuatan dengan PH demi melawan rezim korup Najib.
Anwar pun sepakat menunjuk Mahathir menjadi calon Perdana Menteri Interim yang akan menyerahkan takhta kepadanya setelah ia bebas dari bui kelak.
Setelah terpilih sebagai Perdana Menteri pada pemilu bersejarah di 2018, Mahathir lalu mengupayakan pengampunan penuh dari Raja.
Dengan pengampunan ini, Anwar tak hanya dibebaskan, tapi juga langsung dapat berpartisipasi dalam politik, melengangkan jalannya menuju kursi PM. Namun, berbagai gejolak politik membuat Mahathir harus melepaskan jabatannya pada 2020, membuat harapan Anwar menjadi PM kembali pupus.
Seakan tak kenal kata menyerah, Anwar kembali bertarung dalam pemilu akhir pekan lalu. Ia pun kini mewujudkan mimpinya menjadi orang nomor satu di pemerintahan Malaysia. (Sumber: Inilah.com)