Jakarta, Karosatuklik.com – Menjelang Ramadan 2025, banyak masyarakat Indonesia menjalankan tradisi Munggahan sebagai bentuk persiapan menyambut bulan puasa. Tradisi ini umumnya dilakukan satu atau dua hari sebelum Ramadan dengan berbagai kegiatan keagamaan dan sosial.
Lantas, apa itu tradisi Munggahan yang dilakukan setiap menjelang puasa Ramadan?. Simak maknanya dalam artikel ini ya.
“Munggahan berasal dari bahasa Sunda ‘unggah’ yang berarti naik,” kata Irmayani mengutip dalam buku Kebijakan Desa Berketahanan Sosial (2021: 96). Makna dari tradisi ini adalah naik ke bulan yang lebih suci dan penuh keberkahan dalam ajaran Islam.
Munggahan biasanya diisi dengan makan bersama keluarga, berziarah ke makam leluhur, serta saling meminta maaf. Selain itu, ada juga yang mengadakan pengajian atau doa bersama untuk mempersiapkan diri menyambut bulan suci.
Tahun ini, awal Ramadan diperkirakan jatuh pada 1 Maret 2025. Jika sidang isbat menetapkan tanggal yang sama, maka Munggahan akan berlangsung pada 27-28 Februari 2025.
Sebagai bagian dari budaya yang telah mengakar, Munggahan terus dilestarikan oleh generasi muda. Melalui kegiatan ini, nilai-nilai kebersamaan, kedermawanan, dan persiapan spiritual tetap terjaga di tengah perubahan zaman.
Dengan berbagai bentuk perayaannya, Munggahan menjadi salah satu tradisi khas yang memperkaya keberagaman budaya Indonesia. Lebih dari sekadar perayaan, tradisi ini mengajarkan pentingnya persiapan lahir dan batin dalam menyambut Ramadan. (Arini Noviawati Gunawan/KBRN)
Ramadan Sebentar Lagi, Sambut dengan Ragam Tradisi Ini
Ramadan segera datang dalam beberapa hari lagi. Umat Muslim di Indonesia menyambut antusias dengan tradisi unik di daerahnya masing-masing.
Tradisi menyambut Ramadan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai upaya melestarikan budaya. Setiap ritual memiliki makna mendalam, seperti menyucikan diri, berdoa, saling memaafkan, dan mempererat silaturahmi.
Mengutip dari laman resmi Kemenparekraf/Baparekraf RI, berikut 8 tradisi menyambut Ramadan di Indonesia:
1. Nyorog (Jakarta)
Masyarakat Betawi memiliki tradisi Nyorog, yaitu memberikan bingkisan makanan kepada keluarga yang lebih tua atau tokoh masyarakat. Tradisi ini bukan sekadar berbagi makanan, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan mempererat silaturahmi.
2. Cucurak (Jawa Barat)
Tradisi Cucurak dilakukan masyarakat Sunda dengan berkumpul dan makan bersama menggunakan alas daun pisang. Selain menikmati hidangan khas, tradisi ini menjadi momen silaturahmi serta ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diterima.
3. Padusan (Yogyakarta)
Masyarakat Yogyakarta menyambut Ramadan dengan Padusan, yaitu mandi sebagai simbol penyucian diri. Tradisi ini bertujuan membersihkan jiwa dan raga agar siap menjalankan ibadah puasa dengan hati yang suci.
4. Marpangir (Sumatra Utara)
Tradisi Marpangir dilakukan dengan mandi menggunakan rempah-rempah dan dedaunan wangi, seperti pandan dan bunga kenanga. Ritual ini melambangkan pembersihan diri sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
5. Malamang (Sumatra Barat)
Malamang adalah tradisi membuat lemang, makanan khas dari ketan yang dimasak dalam bambu. Selain melestarikan budaya kuliner, tradisi ini juga mempererat kebersamaan antar anggota keluarga dan masyarakat.
6. Meugang (Aceh)
Di Aceh, tradisi Meugang dilakukan dengan memasak dan menyantap daging bersama keluarga sebelum Ramadan tiba. Tradisi ini sudah berlangsung sejak abad ke-14 dan juga dilakukan saat Idulfitri serta Iduladha.
7. Mattunu Solong (Sulawesi Barat)
Masyarakat Polewali Mandar menyalakan pelita dari buah kemiri sebagai bagian dari tradisi Mattunu Solong. Cahaya pelita ini melambangkan harapan akan keberkahan, kesehatan, dan umur panjang dalam menjalani ibadah Ramadan.
8. Megibung (Bali)
Muslim di Karangasem, Bali menyambut Ramadan dengan tradisi Megibung, yaitu makan bersama dalam satu wadah besar. Selain sebagai bentuk kebersamaan, tradisi ini juga mencerminkan nilai persaudaraan yang erat. (Widya Sandrila)
Komentar