Demi Ekonomi, Perppu Cipta Kerja Miliki Momentum untuk Disetujui DPR

Politik1569 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja masih memiliki sejumlah subtansi yang mengundang pro dan kontra. Namun, Perppu Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker diyakini memiliki momentum untuk mendapatkan persetujuan dari DPR.

Pengamat ekonomi dari Universitas Jember Adhitya Wardhono mengatakan, pemerintah dan DPR memiliki momentum untuk mengesahkan Perppu Cipta Kerja. Menurut dia, pemerintah perlu kebijakan adaptif dalam merespons situasi ekonomi saat ini.

“Pro kontranya sudah tidak banyak, namun lepas dari itu membaca jangka panjang ekonomi Indonesia dengan melihat momentum dan bahkan memanfaatkan momentum untuk cepat pulih dari memar karena pandemi perlu kebijakan yang adaptif,” ujar Aditya kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).

Aditya mengakui, salah satu urgensi Perppu Cipta Kerja adalah banyak regulasi untuk bisnis yang masih rumit dan tumpang tindih. Menurut dia, kondisi ini membuat pengusaha sulit dalam mendirikan ataupun menjalankan usahanya.

“Ketika investasi bertambah, imbasnya nanti akan berujung ke penciptaan lapangan kerja yang bakal menekan angka kemiskinan ataupun pengangguran,” kata Aditya.

Adhitya mengungkapkan, secara keseluruhan, UU Cipta Kerja mendukung terjadinya kondisi full employment dan berusaha untuk menyerap angkatan kerja sebanyak mungkin. Hal ini dilakukan melalui instrumen investasi serta fleksibilitas pasar tenaga kerja.

“UU Cipta Kerja ini juga berusaha menciptakan produktivitas serta menghilangkan biaya yang tidak diperlukan. Contohnya seperti perubahan hitungan upah minimum yang memperhatikan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” jelas dia.

Menurut dia, pro dan kontra Perppu Cipta Kerja muncul pada sisi ketenagakerjaan. Dia mengingatkan pemerintah tidak mengabaikan hal tersebut.

“Jika melihat dari aspek ketenagakerjaan menjadi rumit dan kusut karena banyak kepentingan yang bermain. Mendudukkan masalah dengan hati-hati dan sikap bijak menjadi kunci utamanya,” saran Aditya.

Diketahui, Menteri Kordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai penerbitan Perppu Cipta Kerja sangat mendesak dan penting dalam mencegah terjadinya krisis perekonomian. Untuk itu, Airlangga mendorong DPR untuk bisa menyetujui Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Hal ini karena Perppu Cipta Kerja diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum bagi investasi dan dunia usaha. Terutama dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat.

“Dalam hal DPR dapat menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan menyepakati RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Kami optimistis bahwa pemerintah akan tetap dapat mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di mana pada tahun 2022 kita dapat mencapai 5,31 persen yang merupakan capaian tertinggi selama masa Presiden Jokowi,” ujar Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar dalam keterangannya, Rabu (15/2/2023).

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah menilai saat ini bola panas Perppu Cipta Kerja berada di tangan DPR.

“Kalau memang DPR memandang itu mau disahkan ya memang kewenangannya. Persoalan yang mendasar, apakah perppu itu betul-betul bisa menjawab tantangan penciptaan lapangan kerja dan investasi? Mampukah perppu itu ketika sudah menjadi UU sebagai instrumen pencegah resesi Indonesia,” kata Tribus.

Menurutnya, DPR patut bisa menjawab pertanyaan publik terkait manfaat ekonomi dari aturan tersebut untuk masyarakat.

“Publik itu selalu mempertanyakan. Jangan hanya buat UU, tetapi ujung-ujungnya tidak memenuhi perut masyarakat. Itu yang penting,” katanya.

Trubus menyarankan DPR melakukan kajian mendalam terkait efektivitas Perppu Cipta Kerja dalam menarik investor dan menciptakan lapangan kerja sebelum mengesahkannya menjadi UU. Hal itu untuk menghindari produk legislatif DPR justru menjadi macan ompong.

“Makanya menurut saya DPR perlu hati-hati, mengkaji dulu, juga harus diperhatikan suasana yang terjadi belakangan. Itu tergantung dari kebijaksanaan dan sense of crisis DPR. Saya khawatir UU itu akan menjadi macan ompong, kalau tidak bisa menjawab apa-apa,” kata Trubus. (R1/BeritaSatu)

Komentar