Medan, Karosatuklik.com – Sumatera Utara (Sumut) merupakan provinsi yang kaya dengan keberagaman seni dan budaya. Jika tidak dirawat dan dilestarikan, ada kekhawatiran kesenian dan budaya lokal yang ada akan terkikis, semakin dilupakan dan perlahan menghilang.
“Untuk itu, saya sangat mengapresiasi Festival Dendang Pantun Melayu hari ini. Generasi muda harus menghidupkan kebudayaan-kebudayaan lokal yang ada,” ujar Gubernur Sumut Edy Rahmayadi saat menghadiri Seminar dan Festival Dendang Pantun Melayu yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Sumut, Minggu (20/12/2020), di Ballroom Hotel Grand Kanaya, Jalan Darussalam Medan.
Edy mengenang masa kecilnya yang dekat dengan pantun. Katanya, pantun biasanya digunakan sebagai penyampai cerita, pesan dan nasihat. Ia menyayangkan tradisi pantun yang penuh makna dan panduan moral ini sudah mulai bergeser dan dilupakan.
Dalam masyarakat Melayu, pantun itu adalah salah satu bagian dari jati diri. Digunakan dalam berbagai kegiatan kebudayaan seperti merisik, meminang, adat perkawinan dan upacara-upacara lainnya. “Mudah-mudahan dengan adanya acara hari ini, pantun kembali hidup di kalangan anak muda,” harapnya.
Wakil Ketua PWPM Sumut Mario Kasduri juga menyampaikan apresiasi yang sama atas terselenggaranya Seminar dan Festival Dendang Pantun Melayu. Menurut Mario, kegiatan hari ini patut dibanggakan lantaran diinisiasi sendiri oleh kaum muda yakni PWPM Sumut.
“Seni dan budaya dalam Muhammadiyah, sudah tertuang dalam 11 butir pedoman hidup islami warga Muhammadiyah. Salah satunya adalah kehidupan seni dan budaya. Pada musyawarah nasional majelis tarjih Muhammdiyah ke-22 Tahun 1995 menegaskan bahwasanya karya seni hukumnya mubah atau dibolehkan selama tidak menimbulkan kerusakan, bahaya, kedurhakaan dan terjauhkan dari Allah,” jelas Mario.
Untuk itu, lanjut Mario, diharapkan selain untuk melestarikan kebudayaan lokal, setiap warga Muhammadiyah juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana yang mampu lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sebelumnya, Ketua PWPM Sumut Amrizal mengatakan kegiatan Seminar dan Festival Dendang Pantun Melayu merupakan bentuk kepedulian PWPM terhadap kondisi terkikisnya kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya Sumut.
Banyak kebudayaan terkikis dan semakin lama hilang. Selain itu, ada pula kecenderungan kalangan muda lebih mencintai budaya asing. Budaya lokal salah satunya pantun melayu semakin tidak diminati. “Hari ini menjadi momentum untuk mengajak dan membangkitkan kembali kecintaan terhadap seni budaya lokal,” tutur Amrizal.
Festival Dendang Pantun Melayu diisi dengan lomba berbalas pantun dan pameran khas melayu seperti kuliner Melayu, pakaian khas Melayu dan lainnya. Selain itu dirangkai pula dengan seminar yang diisi oleh Abdullah Hilmi sebagai pembicara.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumut Ria Telaumbanua dan Kepala UPT Taman Budaya Sumut Rachmat Hadi Saputra Harahap.
PBB Menetapkan Pantun Warisan Budaya Melayu
Sekedar mengingat, belum lama ini, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB – UNESCO) telah menetapkan pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Penetapan itu ditetapkan pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis, Kamis, 17 Desember 2020.
Bagi masyarakat Melayu pantun bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial namun juga kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral.
Berdasarkan nominasi pantun yang diajukan secara bersama oleh Indonesia dan Malaysia ini menjadi tradisi budaya Indonesia ke-11 yang diakui UNESCO.
Sebelumnya pun Pencak Silat yang berasal dari warisan leluhur Indonesia telah diinskripsi sebagai Warisan Budaya Tak Benda 12 Desember 2019. (R1)