Jakarta, Karosatuklik.com – Gubernur Kepulauan Riau tidak langsung bahagia dengan pemberian izin ekspor pasir laut lagi. Ketika nantinya para pengusaha berdatangan mengeruk pasir di Kepri, justru memikirkan bagaimana nasib para nelayan yang bertetangga dengan Singapura ini?
“Musti ditata betul-betul, misalnya bagaimana dengan program CSR nelayan. Sehingga kalau itu diterapkan, nelayan patut mendapat manfaat yang lebih besar,” tegas Gubernur Kepri, Ansar Ahmad seperti dikutip dari Antara, Senin (29/5/2023).
Masalahnya tidak sederhana. Untuk itu, Ansar berniat segera melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. Jadi ada kejelasan dengan nasib masyarakat Kepri dengan adanya kebijakan mengejutkan dari Presiden Joko Widodo ini.
Apalagi, dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir laut yang pernah marak puluhan tahun lalu masih terasa hingga kini. Karena jangan sampai ekspor pasir laut bakal mengulang mimpi buruk nelayan Kepulauan Riau (Kepri) lagi.
“Kami koordinasi dulu ke pemerintah pusat, teknisnya seperti apa,” kata Ansar, di Tanjungpinang, seperti dilansir Antara, Senin (29/5/2023).
Selain itu, kata Ansar, ia juga segera menggelar rapat bersama dinas-dinas terkait di lingkup Pemprov Kepri untuk menyusun langkah-langkah strategis, menyusul diperbolehkannya aktivitas ekspor pasir laut di Tanah Air.
Menurutnya, jika kegiatan ekspor pasir laut jadi dilaksanakan, khususnya di perairan Provinsi Kepri, maka kegiatan itu tentu harus berkontribusi bagi daerah setempat.
Kemudian, sambung Ansar, Provinsi Kepri pun mengharapkan porsi pendapatan daerah yang lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor tambang pasir laut tersebut.
Pendapatan daerah dimaksud juga akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan nelayan di Provinsi Kepri. “Pola pembagian pendapatannya seperti apa, akan dibahas lebih lanjut,” ujarnya lagi.
Ansar menambahkan bahwa perizinan tambang dan ekspor pasir laut diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kendati demikian, kata dia, di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, ada salah satu pasal yang menyebut bahwa pembersihan material tambang pasir laut yang berpotensi ekonomi, proses izinnya melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau gubernur/kepala daerah.
“Tapi, kita tanyakan lagi ke pemerintah pusat supaya tak melanggar aturan yang ada,” ucap Ansar.
Kebijakan ini menjadi kado mengejutkan di akhir bulan Mei ini. Pasalnya, Presiden Joko Widodo mengizinkan ekspor pasir laut setelah sempat dilarang pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri. Izin tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Berbeda dengan Jokowi, Megawati saat menjadi presiden justru mengeluarkan kebijakan penghentian eskpor pasir laut ke Singapura. Saat itu, melalui SKB Tiga Menteri, yakni Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Negara Lingkungan Hidup. SKB itu bernomor 89/MPP/Kep/2002, SKB.07/MEN/2002, 01/MENLH/2/2002 tentang Pengehentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Persoalan yang menjadi alasan mendasar pelarangan saat itu karena pemerintah menemukan kegiatan penambangan, pengerukan, pengangkutan, dan perdagangan pasir laut, berlangsung tidak terkendali. Apalagi telah menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Terjadi keterpurukan yang dirasakan nelayan dan pembudidaya ikan. (R1/Inilah.com)
Komentar