Lokasi LUT Relokasi Tahap III di Siosar Terancam Tertunda, Warga Pertibi Klaim Tanah Ulayat Mereka

Berita1899 x Dibaca

Kabanjahe, Karosatuklik.com – Puluhan warga Pertibi lama dan Pertibi Tembe Kecamatan Merek meminta kepada PT. Mega Mulya Mas untuk tidak beroperasi dulu mencabut tongkol kayu (land clearing) sisa-sisa bekas penebangan kayu lanjutan pembangunan Lahan Usaha Tani (LUT) di Siosar.

Supaya tidak ada anarkis di lapangan, kami minta supaya dihentikan saja dulu, ini bukan mengancam tapi ini aspirasi masyarakat, harus saya sampaikan.

Hal itu ditegaskan Kepala Desa Pertibi Tembe Nelson Munthe saat mengikuti rapat mengidentifikasi dan penyelesaian permasalahan penyiapan lahan usaha tani (LUT) Relokasi Tahap III, Selasa (3/11/2020) pukul 15.00 WIB di ruang rapat Bupati Karo, Jalan Letjen Jamin Ginting Kabanjahe.

Hadir dalam rapat, Bupati Karo Terkelin Brahmana SH, MH, Plt Asisten Pemerintahan Setdakab Karo, Davit Trimei Sinulingga, SH, Kabag Ops Polres Tanah Karo, Kompol Dearma Munte, SH, Pasi Teritorial Dim 0205/TK Kapten JMH Tampubolon, Kepala Dinas Pertanian Metehsa Purba, Plt Kalak BPBD Natanail Peranginangin, Camat Merek Juspri Nadeak, Kabid LHK, Ida Yani dan pihak rekanan kontraktor Relokasi Tahap III.

Menurut Nelson, konflik kepentingan ini sebelum ada solusi kepada masyarakat yang berkaitan dengan tanah ulayat milik kami yang diklaim milik hutan negara, kami minta tetap ada penyelesaian baru bisa dilanjutkan. “Hentikan dulu, mencegah akan terjadinya konflik,” sebutnya.

Sementara pelaksana tugas Kalak BPBD Karo, Natanael peranginangin, SH membenarkan pelaksanaan kegiatan penyiapan lahan usaha Tani (LUT) terlambat akibat adanya konflik kepentingan antara masyarakat dengan pemerintah, terangnya.

Keterlambatan ini dikuatkan dengan maraknya penggarapan lahan masih saja terjadi dan larangan kepada pengusaha rekanan kontraktor yang bekerja saat mencabut tongkol kayu (land clearing), ujarnya.

Natanail lebih jauh menjelaskan, sesuai data jelas pada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 457 tahun 2017 menyebutkan luas lahan 480,11 haktare diperuntukkan keperluan lahan usaha pertanian pengungsi erupsi Gunung Sinabung relokasi tahap III. “Jadi kami sebagai user tidak tahu, jika ada masyarakat mengklaim lahan itu adalah tanah ulayat desa mereka,” ungkapnya.

Hal yang sama dikemukakan mantan Kalak BPBD Kabupaten Karo Ir Martin Sitepu yang sudah pensiun sekitar tiga bulan, menambahkan sesuai pengetahuannya bahwa desa Siosar sebetulnya namanya perluasan kawasan buatan Siosar, hanya dulu batas – batasnya, tidak kita ketahui, ucapnya.

Adu Fakta dan Data Valid

“Namun masyarakat setempat telah menyerahkan kepada pemerintah, pada tahun 1960 sesuai dokumen yang ada, dalam arti kata “involving” dengan melibatkan unsur masyarakat sekitar dan unsur pemerintah saat itu,” ujar Martin Sitepu yang juga mantan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Karo masa Bupati Kena Ukur Karo Jambi Surbakti.

Melihat data dan fakta yang ada, sebenarnya aneh sekali jika ada masyarakat mengklaim tanah ulayat itu milik mereka. “Sah-sah saja, hanya perlu dirembukkan ulang, jika ada dokumen lebih falid dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, bisa saja belum terpantau oleh pemerintah, sillahkan sampaikan,” saran Martin Sitepu.

Lanjutnya, pada tahun 1980, baru ada tapal batas yang ditetapkan oleh pemerintah, bahwa tanah ulayat masuk kawasan hutan dan milik negara, hal ini juga dibuktikan dengan adanya tanda tangan bersama unsur desa dan unsur pemerintah daerah, jelasnya lagi.

Bahan pertimbangan bagi masyarakat setempat, sambung Martin Sitepu memaparkan, bahwa pada tahun 2003 dan 2004 ada penebangan pinus oleh pemerintah, dan saat itu sepengetahuan saya masyarakat tidak ada komplin, pada hal momen yang tepat untuk mencegah agar kayu tidak ditebang, maaf ini lahan kami, jadi bukan sekarang diributkan, kecam Martin.

Sementara Bupati Karo Terkelin Brahmana, SH, MH menilai melihat permasalahan yang sedang terjadi ada “miskomunikasi data dan fakta” sehingga muncul permasalahan yang seharusnya dapat dirembukkan sesuai budaya kearifan lokal, musyawarah dan mufakat, kata Terkelin Brahmana.

Untuk itu, Bupati Karo meminta kepada Dinas Kehutanan KPH 15 yang hadir saat ini, Jaka, agar menyampaikan ketingkat Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara maupun ke Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan agar permasalahan ini cepat clear dan tidak berlarut larut.

“Kita kedepankan semangat kearifan lokal dengan “win win solution” supaya kita semua satu persepsi, sebab SK itu bukan dari Pemkab Karo yang mengeluarkan, tapi dari Menteri LHK, jadi semua ada aturan main dan sistem,” tutupnya. (R1)

Bupati Karo Terkelin Brahmana pimpin rapat mengidentifikasi dan penyelesaian permasalahan penyiapan lahan usaha tani (LUT) Relokasi Tahap III, di ruang rapat Bupati Karo, Jalan Letjen Jamin Ginting Kabanjahe. Karosatuklik.com/Robert Tarigan