Mahfud MD: PN Jakarta Pusat Membuat Sensasi yang Berlebihan!

Headline, Nasional1971 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Mahmodin melontarkan tanggapan perihal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum menunda tahapan Pemilihan Umum 2024. Tanggapan itu dilontarkan Mahfud melalui akun Instagram resminya seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (3/3/2023).

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN.

“Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” ujarnya.

Oleh karena itu, Mahfud mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum.

“Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” katanya.

Mahfud lantas membeberkan alasan hukum di balik keyakinannya.

Pertama, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di PN.

Mahfud bilang, sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.

“Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara.

Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya,” ujar Mahfud.

“Tak ada kompetensinya pengadilan umum. Perbuatan melawan hukum secara perdata tidak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu,” lanjutnya.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.

Menurut UU, lanjut Mahfud, penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia. Misalnya, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan.

Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu,” ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi.

“Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” kata Mahfud.

Ia pun mengingatkan kalau penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertentangan dengan UU tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.

“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” ujar Mahfud.

KPU pun telah menggelar konferensi pers pascaputusan PN Jakarta Pusat yang diajukan Partai Prima secara luring dan daring dari Bali, Kamis (2/3/2023). Turut hadir antara lain Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno.

“Hasyim menyampaikan sikap KPU atas putusan tersebut, pertama, menunggu salinan resmi putusan dari PN Jakarta Pusat, kedua, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi apabila telah menerima salinan putusan, ketiga, tetap akan melaksanakan, menjalankan tahapan pemilu mengingat tidak ada perubahan atas regulasi PKPU Tahapan dan Jadwal Pemilu, dan keempat, menyatakan masih berlakunya Keputusan KPU terkait penetapan partai politik Pemilu 2024, berikut status partai politik,” tulis KPU melalui akun Instagram resmi.

Jawaban PN Jakpus
Seperti diketahui, kemarin PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan. PN Jakpus menjelaskan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah karena masih ada proses banding yang diajukan KPU.

“Jadi perlu teman-teman ketahui bahwa putusan ini adalah perkara ini adalah gugatan biasa diajukan dengan perdata sehingga hukum acaranya putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap, ya, saya belum melihat apakah KPU itu menyatakan banding, tapi saya melihat di media-media saya baca bahwa dia menyatakan banding,” kata Pejabat Humas PN Jakpus, Zulkifli Atjo di PN Jakpus, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).

“Tentunya sejak hari ini terhitung dia 14 hari dia harus menyatakan banding kalau tidak sependapat dengan putusan itu. Kemudian setelah itu kita tunggu putusan bandingnya seperti apa,” katanya seperti dikutip detik.com.

Ia menjelaskan amar putusan tersebut bukan menunda pemilu, melainkan menunda sisa tahapan Pemilu. Ia menyerahkan kepada publik untuk mempelajari putusan tersebut. Kemudian terkait dengan tahapan pemilu selanjutnya apakah dapat dilanjutkan atau tidak, dia juga menyerahkan ke publik. Ia mengingatkan putusan tersebut belum inkrah.

“Itu saya tidak mengartikan seperti itu (soal penundaan pemilu), tidak, jadi silakan rekan-rekan mengartikan itu, tapi bahasa putusan itu seperti itu, ya, menunda (sisa) tahapan. Jadi rekan-rekan kalau mengartikan menunda Pemilu itu, saya tidak tahu. Amar putusannya tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu,” katanya.

Ia menyerahkan kepada publik mengartikan putusan itu. Sebab humas tidak berwenang menyimpulkan putusan.

“Silakan dipelajari putusannya ya. Silakan media pelajari seperti apa, karena saya hanya menjelaskan apa yang tertulis dalam putusan ini. Humas tidak mempunyai kapasitas untuk menyimpulkan suatu putusan ya,” ujarnya.

Jawaban PN Jakpus

Seperti diketahui, kemarin PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan. PN Jakpus menjelaskan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah karena masih ada proses banding yang diajukan KPU.

“Jadi perlu teman-teman ketahui bahwa putusan ini adalah perkara ini adalah gugatan biasa diajukan dengan perdata sehingga hukum acaranya putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap, ya, saya belum melihat apakah KPU itu menyatakan banding, tapi saya melihat di media-media saya baca bahwa dia menyatakan banding,” kata Pejabat Humas PN Jakpus, Zulkifli Atjo di PN Jakpus, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).

“Tentunya sejak hari ini terhitung dia 14 hari dia harus menyatakan banding kalau tidak sependapat dengan putusan itu. Kemudian setelah itu kita tunggu putusan bandingnya seperti apa,” katanya seperti dikutip detik.com.

Ia menjelaskan amar putusan tersebut bukan menunda pemilu, melainkan menunda sisa tahapan Pemilu. Ia menyerahkan kepada publik untuk mempelajari putusan tersebut. Kemudian terkait dengan tahapan pemilu selanjutnya apakah dapat dilanjutkan atau tidak, dia juga menyerahkan ke publik. Ia mengingatkan putusan tersebut belum inkrah.

“Itu saya tidak mengartikan seperti itu (soal penundaan pemilu), tidak, jadi silakan rekan-rekan mengartikan itu, tapi bahasa putusan itu seperti itu, ya, menunda (sisa) tahapan. Jadi rekan-rekan kalau mengartikan menunda Pemilu itu, saya tidak tahu. Amar putusannya tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu,” katanya.

Ia menyerahkan kepada publik mengartikan putusan itu. Sebab humas tidak berwenang menyimpulkan putusan.

“Silakan dipelajari putusannya ya. Silakan media pelajari seperti apa, karena saya hanya menjelaskan apa yang tertulis dalam putusan ini. Humas tidak mempunyai kapasitas untuk menyimpulkan suatu putusan ya,” ujarnya.

Putusan PN Jakpus

Putusan PN Jakpus tersebut berawal dari gugatan yang dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu. Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia akibat tindakan KPU. Karena itu, Partai Prima pun meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.

Hasilnya, hakim pun mengabulkan gugatan Partai Prima. Hakim memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024. Putusan ini diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban.

“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” demikian bunyi putusan tersebut. (CNBCIndonesia)