Pakar Hukum: Pers Penjaga Demokrasi, Keberadaanya Harus Dilindungi

Berita, Nasional729 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menanggapi Maklumat Kapolri yang melarang menyebarkan informasi terkait FPI. Sebab, maklumat ini juga dipermasalahkan oleh insan pers.

Suparji menegaskan bahwa pers bekerja berdasarkan undang-undang. Secara formal, baik berdasarkan uu no.12 th 2011 maupun uu no.15 th 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Tidak mencantumkan maklumat sebagai sumber hukum,” kata Suparji dalam keterangan persnya, Sabtu (02/01/2021).

“Pers dalam bekerja diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Jadi itu yang menjadi dasar hukum oleh insan media,” tuturnya.

Selain itu, ia menegaskan bahwa pers merupakan pilar demokrasi. Maka, keberadaannya haruslah dihargai. Namun, Suparji tetap menekankan bahwa narasi yang dibawa pers harus inspiratif.

“Pers penjaga demokrasi, keberadaanya dan kerjanya harus dilindungi. Pers juga harus membawa narasi inspiratif, tidak menyebarkan berita bohong dan provokatif,” tuturnya.

Selain itu, Suparji juga menekankan bahwa sebuah Maklumat hendaknya proporsional dengan memperhatikan regulasi yang berlaku.

Jangan sampai maklumat justru mendegradasi Hak Asasi Manusia dan demokrasi.

“Khususnya dalam menyampaikan maupun memperoleh informasi,” tukas Suparji.

Dewan Pers

Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh menegaskan wartawan tetap berhak memberitakan terkait aktivitas Front Pembela Islam (FPI) berdasarkan kode etik jurnalistik.

Hal itu disampaikan M Nuh menanggapi maklumat yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang isinya Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz. Maklumat tersebut tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

“Pers tetap berhak memberitakan, sejauh pemberitaannya memenuhi Kode Etik Jurnalistik,” ujar Nuh saat dihubungi wartawan, Jumat (1/1/2021). (PWINews.id)