PBNU Kritik Penanganan Covid-19 : Koordinasi Lemah

Berita, Nasional849 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj menilai saat ini upaya penanggulangan wabah virus corona (Covid-19) di tanah air masih belum optimal. Masih ada kebijakan yang tumpang tindih, sehingga tidak mendapat hasil maksimal.

Said menilai koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah masih lemah.

PBNU melihat masih lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menanggulangi dan mengendalikan wabah Covid-19.

“Sejumlah keputusan terlihat tumpang tindih,” kata Said dalam acara Refleksi Tahun 2020 dan Tausyiah Kebangsaan NU Memasuki Tahun 2021, Selasa (29/12/2020).

Said juga melihat masih ada unsur politik yang melatarbelakangi kebijakan antarelemen pemerintah. Seharusnya, keselamatan jiwa setiap penduduk merupakan prioritas utama dibanding kepentingan politik.

“Padahal, kurva jumlah warga yang terpapar Covid-19 hingga saat ini masih terus meningkat,” lanjut Said.

PBNU Kritik Penanganan Covid-19

Said lalu mengajak semua komponen masyarakat untuk lebih meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan virus corona.
Said juga mendukung pemerintah yang berupaya melakukan vaksinasi secara gratis kepada masyarakat Indonesia untuk mengendalikan pandemi virus corona.

“Ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki komitmen yang tinggi dalam menjaga keamanan dan keselamatan nyawa warganya,” imbuh dia.

“PBNU masih melihat bahwa orientasi pembangunan ekonomi belum dijalankan dalam bingkai untuk memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia,” katanya.

Said juga menyoroti pembangunan sepanjang 2020. Menurutnya, orientasi pembangunan ekonomi masih bersifat eksklusif.

Dengan kata lain, belum bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga negara Indonesia.

Said menilai ketimpangan ekonomi di Indonesia terjadi lantaran disebabkan oleh tiga hal. Pertama, budaya korupsi warisan Orde baru yang membudaya hingga saat ini.

Kedua, pembangunan ekonomi cenderung berorientasi pada pertumbuhan, bukan pemerataan.

“Ketiga, adanya political capture yang kuat, di mana orang-orang kaya mampu mempengaruhi kebijakan yang menguntungkan mereka,” kata Said. (cnnindonesia.com)