Jakarta, Karosatuklik.com – Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengusulkan agar pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) untuk petani membeli pupuk sesuai kebutuhan. Usulan ini disampaikan sebagai tanggapan atas karut-marutnya penyaluran pupuk bersubsidi.
Henry menjelaskan, bantuan langsung tunai diberikan agar petani bebas membeli pupuk sesuai kebutuhan. Menurut Henry, pupuk subsidi yang diberikan pemerintah saat ini masih didominasi oleh pupuk kimia sesuai dengan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang hanya menyubsidi pupuk urea dan NPK. Petani menilai pupuk kimia memiliki dampak buruk bagi kesuburan tanah.
“Di tengah kita transisi dalam penggunaan pupuk kimia, lebih baik berikan bantuan dana tunai kepada petani dengan berbagai persyaratan yang menunjukkan dana dibelanjakan untuk pupuk dan petani bisa beli bebas di pasar,” ungkap Henry kepada jurnalis B Universe, Minggu (12/11/2023).
Henry menjelaskan, dari pengalaman praktik agroekologi di Kawasan Daulat Pangan yang sudah dijalankan SPI selama tiga tahun di Tuban, petani memerlukan biaya tanam padi sebesar Rp 8,6 juta per hektare dengan metode pertanian konvensional tanpa pupuk kimia bersubsidi. Apabila menggunakan pupuk kimia bersubsidi sesuai dengan jatah dari pemerintah, biaya usaha tani menjadi Rp 7,05 juta per hektar. Meskipun pupuk bersubsidi mengurangi biaya usaha tani, tetapi biaya yang harus dikeluarkan petani masih cukup besar.
“Jadi sebenarnya kalau pun disubsidi, masih besar dana yang harus dibelanjakan petani. Untuk bantuan tunainya, kalau disederhanakan birokrasinya, misalkan sebelumnya (dengan pupuk bersubsidi bisa memangkas) 15%-20% dari biaya usaha tani, (dengan bantuan tunai) bisa memangkas biaya sampai 30%-40%,” jelas Henry.
SPI menilai bantuan tunai akan memangkas birokrasi panjang yang saat ini dinilai menjadi penyebab karut marutnya penyaluran pupuk bersubsidi. Henry menyebut untuk bisa mendapatkan akses pupuk subsidi, petani harus menjadi anggota kelompok tani. Penyaluran pupuk bersubsidi harus melalui birokrasi yang berlapis dari Kementerian Pertanian hingga ke kelompok tani, sehingga menimbulkan resiko maladministrasi.
“Kemudian juga proses administratifnya dari tingkat kelompok tani ke Kementerian Pertanian, ke PT Pupuk Indonesia, kemudian juga ke lembaga penyalur pupuk sendiri, jadi demikian panjang birokrasinya,” pungkas Henry.
Penyaluran Pupuk Subsidi Kacau
Ketua Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kendala birokrasi yang panjang dan data penerima pupuk yang tidak lengkap yang menjadi penyebab penyaluran pupuk bersubsidi menjadi kacau. Serikat Petani Indonesia berharap agar birokrasi dalam program subsidi pupuk dapat disederhanakan, memudahkan proses penebusan pupuk bersubsidi.
Henry menyoroti tingkat birokrasi yang berlapis-lapis dalam proses penebusan pupuk bersubsidi saat ini. Dia menekankan bahwa untuk mendapatkan akses pupuk subsidi, petani harus menjadi anggota kelompok tani. Serikat Petani Indonesia menilai struktur birokrasi yang melibatkan Kementerian Pertanian hingga kelompok tani dapat menimbulkan risiko malaadministrasi.
“Proses ini terlihat panjang, mulai dari kelembagaan petani sendiri, di mana petani harus menjadi anggota kelompok tani untuk mendapatkan akses pupuk subsidi, dan ada proses di tingkat kelompok tani itu sendiri. Kemudian, ada proses administratif dari kelompok tani ke Kementerian Pertanian, ke PT Pupuk Indonesia, dan selanjutnya ke lembaga penyalur pupuk. Jadi, birokrasinya begitu panjang,” ungkap Henry pada hari Minggu (12/11/2023) di Jakarta.
Henry menekankan bahwa penyaluran pupuk bersubsidi yang berbelit-belit pada akhirnya mengakibatkan pupuk bersubsidi tidak tersalurkan kepada petani yang seharusnya menerimanya. Dia berpendapat bahwa risiko malaadministrasi tersebut muncul karena melibatkan banyak pihak.
“Tentu, ada banyak pihak yang berkepentingan terhadap pupuk ini, itulah yang saya pikir komponen-komponen yang membuat terjadinya maladministrasi,” ujar Henry.
Henry juga mencatat masalah terkait data petani penerima pupuk bersubsidi yang belum jelas. Serikat Petani Indonesia menemukan bahwa data PT Pupuk Indonesia yang mencatat jumlah petani penerima pupuk bersubsidi sebanyak 14,5 juta orang tidak sesuai dengan kondisi lapangan, karena data tersebut hanya mencakup petani tanaman pangan.
“Pendataan ini bermasalah, 14.5 juta itu apakah hanya petani tanaman pangan atau mencakup petani hortikultura atau perkebunan, ini yang membuatnya kurang jelas dan tidak lengkap. Saat ini, alokasi hanya untuk tanaman pangan dan komoditas tertentu, mengabaikan kebutuhan petani lain yang juga memerlukan pupuk,” terang Henry.
Sebelumnya, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengakui bahwa masalah distribusi adalah akar permasalahan pupuk bersubsidi. Dia menyatakan bahwa perubahan dalam peraturan menteri pertanian akan mempermudah akses petani ke pupuk bersubsidi.
DPR Desak Pemerintah Audit Tata Kelola Pupuk Bersubsidi
Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mendesak pemerintah untuk melakukan audit tata kelola distribusi pupuk bersubsidi. Daniel mengungkapkan, masalah data dan risiko penyelewengan pupuk bersubsidi akibat maladministrasi menjadi hal yang penting untuk segera dibenahi.
Daniel menyoroti perlunya audit tata kelola pupuk bersubsidi secara menyeluruh. Data petani penerima pupuk bersubsidi menjadi hal yang pertama harus segera dibenahi. Kementerian Pertanian (Kementan) juga perlu memperbarui data petani penerima pupuk secara berkala agar pupuk bersubsidi dapat sepenuhnya diterima oleh petani dengan jumlah sesuai yang ada di lapangan.
“Audit penting agar data yang ada itu benar-benar update sesuai di lapangan. Kalau berbicara pupuk subsidi, untuk menentukan nilai kebutuhan itu sesuai dengan RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok). Kita perlu memastikan apakah RDKK sesuai dengan kebutuhan petani atau apakah RDKK ini update, jangan-jangan ada yang belum masuk, atau yang sudah enggak ada tetapi masuk,” jelas Daniel saat dihubungi jurnalis B-Universe, Minggu(12/11/2023).
Untuk masalah data, Daniel mengusulkan agar pemerintah dapat mengucurkan anggaran lebih untuk Badan Pusat Statistik (BPS) guna melakukan sensus pertanian secara menyeluruh dan berkala. Sensus pertanian ini akan menjadi langkah awal untuk membenahi karut marut subsidi pupuk.
“Kita harus mendukung agar anggaran BPS itu lebih besar, sehingga bisa menghasilkan data-data yang dibutuhkan. Bukan hanya untuk petani, tetapi juga untuk pembangunan secara nasional,” ujar Daniel.
Selain masalah data, Daniel mewanti-wanti adanya resiko maladminsitrasi dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Daniel menyebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu melakukan audit secara menyeluruh terhadap PT Pupuk Indonesia untuk mencegah risiko penyelewengan yang mungkin terjadi.
“Itu harus dibuktikan, harus ditelusuri oleh BPK dan pihak terkait untuk audit. Isu (penyelewengan) ada, cuma kan enggak bisa hanya isu, harus ada tindakan nyata untuk menelusuri,” ungkap Daniel.
Ketika ditanya apakah isu penyelewengan itu terkait pengelolaan keuangan PT Pupuk Indonesia, Daniel enggan menjawab dan meminta BPK untuk menelusuri resiko-resiko yang mungkin terjadi. Menurut Daniel, DPR hanya ingin memastikan pupuk bersubsidi diterima oleh petani yang berhak.
“Isunya mungkin bukan mark up, tetapi proses distribusi itu yang harus kita pastikan tidak terjadi pengurangan, penyelewengan. Bagi sebagian petani, jumlahnya cukup besar, waktu menebus (pupuk) mereka enggak punya uang, nah penyelewengan itu terbuka dari sini. Karena enggak punya uang kan enggak ditebus, jadinya dijual ke pihak lain, bukan ke pihak yang berhak dan bukan harga subsidi,” kata Daniel.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengakui bahwa masalah distribusi merupakan akar permasalahan pupuk bersubsidi. Dia mengatakan perubahan dalam peraturan menteri pertanian akan mempermudah akses petani ke pupuk bersubsidi. (R1/BeritaSatu.com)
Baca Juga:
- Polri Bongkar Praktik Penyalahgunaan Pupuk Subsidi yang Rugikan Negara Rp30 Milyar
- Setiap Musim Tanam Petani Jagung Kesulitan Mendapatkan Pupuk Subsidi, 3. Ketua DPRD Karo: Pemkab Karo Jangan Diam!
- Sengkarut Tata Kelola Pupuk Bersubsidi
- Rp 30 Triliun Per Tahun Subsidi Pupuk, Kenapa Petani Sulit Dapat Pupuk?
- Ancaman Penjara dari Amran Jika Ada Oknum yang Selewengkan Distribusi Pupuk