Peringatan dari Jokowi Jadi Risiko Paling Ditakuti Dunia di 2024

Catatan Redaksi1938 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) menempatkan ancaman cuaca ekstrem dan misinformasi serta disinformasi yang dihasilkan oleh AI sebagai ancaman jangka pendek teratas pada 2024 dan dua tahun mendatang.

Risiko yang paling diantisipasi itu merupakan hasil dari survei yang dilakukan oleh WEF terhadap 1.500 pakar dan pelaku ekonomi dalam Global Risks Perception Survey (GPRS) pada September tahun lalu. Hasil survei itu termuat di dalam The Global Risks Report 2024.

Dalam laporan risiko global 2024 itu, para responden telah memilih lima risiko yang paling dikhawatirkan menimbulkan krisis material dalam skala global pada 2024. Tertinggi ialah cuaca ekstrem, lalu misinformasi dan disinformasi yang dihasilkan oleh AI (artificial intelligence), polarisasi masyarakat dan politik, krisis biaya hidup, serta serangan siber.

“Serangkaian kondisi global baru mulai terbentuk di setiap domain itu dan transisi ini akan ditandai dengan ketidakpastian dan gejolak,” dikutip dari The Global Risks Report 2024, Kamis (11/1/2024).

Sementara itu, khusus untuk jangka pendek atau kurun waktu 2 tahunan, risiko tertinggi yang dikhawatirkan ialah misinformasi dan disinformasi, diikuti fenomena cuaca ekstrem, polarisasi sosial, cyber insecurity, serta konflik bersenjata antarnegara.

Sedangkan untuk jangka waktu panjang atau 10 tahun, risiko yang paling mengkhawatirkan bagi para pelaku ekonomi itu ialah fenomena cuaca ekstrem, perubahan pada sistem bumi, hilangnya keanekaragaman hayati dan rusaknya ekosistem, kurangnya sumber daya alam, serta misinformasi dan disinformasi.

Khusus untuk kategori risiko lingkungan, menjadi kekhawatiran bagi para pelaku ekonomi karena dampak perubahan iklim yang membuat munculnya fenomena el-nino atau pemanasan global. Bahkan, mereka perkirakan masih akan terjadi hingga Mei 2024.

“Dua pertiga responden GRPS menilai cuaca ekstrem sebagai risiko utama yang paling mungkin menimbulkan krisis material dalam skala global pada 2024,” sebagaimana tertulis dalam laporan risiko global WEF ini.

“Dengan fase pemanasan dari siklus El Niño-Southern Oscillation (ENSO) yang diproyeksikan akan semakin intensif dan meningkat bertahan hingga Mei tahun ini,” tulis WEF.

Sementara itu, untuk risiko teknologi yang dikhawatirkan berupa perkembangan AI yang memicu misinformasi dan disinformasi disebabkan oleh perkembangan teknologi yang sangat besar dan membuat fakta menjadi semakin kabur karena sulit diverifikasi.

“Muncul sebagai risiko global paling parah yang diperkirakan terjadi dalam dua tahun ke depan, pihak asing maupun dalam negeri sama-sama akan memanfaatkan misinformasi dan disinformasi untuk semakin memperluas kesenjangan sosial dan politik di suatu negara,” tulis WEF.

Apalagi, dunia menurut WEF akan memasuki tahun politik, dan hampir tiga miliar orang di berbagai negara akan mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih pemimpinnya, seperti di Indonesia, India, Bangladesh, Meksiko, Pakistan, Inggris, dan Amerika Serikat dua tahun ini.

Oleh sebab itu, para pelaku ekonomi memperkirakan, selama dua tahun ke depan, risiko meluasnya penggunaan misinformasi dan disinformasi, dan alat untuk menyebarkannya, dapat melemahkan legitimasi pemerintah yang baru terpilih.

“Hasil yang dikhawatirkan ialah terjadinya kerusuhan yang diakibatkan protes dengan kekerasan dan kejahatan berupa kebencian rasial, hingga konfrontasi sipil dan terorisme,” tulis WEF dalam The Global Risks Report 2024.

Titah Jokowi Soal AI

Artificial Intelligence jadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan dia ikut memberikan pesan pada perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI). Hal tersebut disampaikan Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto yang ditemui beberapa waktu lalu. Dia menyebutkan Jokowi berpesan untuk tak takut dengan teknologi canggih itu.

“Presiden mengatakan nggak perlu takut dengan AI,” kata Airlangga, ditemui di Jakarta, beberapa saat lalu.

Dia menambahkan pemerintah juga memberikan perhatian khusus pada teknologi yang sangat populer setahun terakhir itu. Yakni untuk bisa dimanfaatkan secara bertanggung jawab.

Sejumlah negara juga memberikan perhatian pada keberadaan AI. Pengaturan diperlukan agar tidak bertabrakan dengan kepentingan negara, publik, hingga pribadi.

“AI tidak boleh bertentangan dengan nasional interest, AI tidak boleh bertentangan dengan privat interest atau individual interest,” ungkapnya.

Airlangga menegaskan kehadiran AI harus sesuai dengan persaingan yang sehat. Negara-negara di Asean juga telah menyiapkan Digital Economy Framework Agreement (DEFA) di bawah kepemimpinan Indonesia.

DEFA akan diisi dengan sejumlah target digitalisasi ekonomi. Yakni mulai dari sektor manufaktur ke hilirnya terintegrasi dengan manufaktur dan service.

Menurut Airlangga, ekosistem digital sendiri membutuhkan sinergi dan kolaborasi. Pada akhirnya, semua pihak dapat merasakan percepatan infrastruktur digital.

“Ekosistem digital menuntut sinergi dan kolaborasi yang sesuai dengan pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat merasakan percepatan infrastruktur digital,” pungkasnya. (CNBC Indonesia)

Komentar