Waspada! Orang yang Memiliki Penyakit Bawaan atau Komorbid Jangan Sampai Kena Covid-19

Kesehatan988 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Orang yang memiliki riwayat penyakit bawaan atau komorbid diminta waspada jangan sampai terpapar Covid-19.

Sebab, jika kena Covid-19, orang yang memiliki penyakit bawaan menjadi kelompok rentan meninggal dunia.

Faktanya, penyakit bawaan menjadi penyebab banyaknya pasien terkonfirmasi Covid-19 meninggal di Babel.

“Kematian pasien Covid dikarenakan penyakit bawaan rata-rata penyakit bawaan, yang membuat kematian. Seperti penyakit bawaan diabetes, jantung, asma, ginjal, yang banyaknya sakit diabetes dan kencing manis,” ungkap Sekretaris, Percepatan, Penanganan Satgas Covid-19, Provinsi Bangka Belitung, Mikron Antariksa kepada Bangkapos.com, Senin (31/5/2021).

Komorbid diabetes melitus menjadi penyebab terbanyak kematian pasien Covid-19 di Kota Pangkalpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang, Diabetes Melitus jadi penyebab terbanyak kematian covid-19 yakni sebanyak 36 kasus dari total 104 kasus konfirmasi meninggal dunia hingga hari Rabu (21/7/2021).

Lalu terbanyak kedua komorbid hipertensi sebanyak 25 kasus, ketiga komorbid jantung 20 kasus, kemudian ginjal 13 kasus, leukimia satu orang dan hidrosepalus satu orang.

Tak hanya itu, masih berdasarkan data yang sama rentang usia kasus meninggal pada usia 50 tahun ke atas, hanya ada dua kasus meninggal pada anak-anak.

Adapun rincian usia kasus konfirmasi meninggal dunia, 10-20 tahun dua orang, 21-30 tahun satu orang, 31-40 tahun sembilan orang, 41-50 tahun 16 orang, 51-60 tahun 25 orang, 61-70 tahun 32 orang, 71-80 tahun 14 orang, 81-90 tahun lima orang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang dr. Masagus M Hakim menyebut, hingga Rabu (21/7) sudah 104 kasus konfirmasi meninggal dunia di Kota Pangkalpinang.

Diakui Hakim, berdasarkan data hampir 90 persen kasus konfirmasi meninggal dunia memiliki komorbid atau penyakit bawaan, dan rentang usia paling banyak 50 tahun ke atas.

Kata Hakim, penyakit seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, dan Ginjal disebut sebagai penyakit lingkaran yang saling berkaitan dan membahayakan.

“Kalau ada orang terkena Diabetes Melitus tidak diobati dengan baik itu tentu saja akan merusak pembuluh darah, dan pembuluh darah tentu saja akan jadi Hipertensi. Kalau Hipertensi tidak diobati akan menjalar ke jantung, jantungnya jadi berat pekerjaannya pompa jantung ke ginjal berkurang sehingga jadi chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal begitu terus perputarannya,” jelas Hakim kepada Bangkapos.com.

Hakim mengatakan, berdasarkan jurnal Diabetes Melitus itu menurunkan imunitas hampir separuh dari imunitas yang dimiliki seseorang.

Sehingga dia gampang terpapar, dulu sebelum ada covid-19 yang namanya sakit TBC dari kuman, nah kalau virus ini dia lebih mematikan jadi pengidapnya mudah terkena virus covid-19,” sebutnya.

“Lalu meninggalnya karena apa menurut saya dua-duanya, karena dia punya penurun imunitas terinfeksi covid-19, sehingga covidnya itu memperburuk sakit yang sudah dia miliki,” lanjut Hakim.

Hakim menuturkan, covid-19 itu mempercepat penggumpalan darah, sehingga pada keadaan pengidap diabetes melitus, hipertensi, dan jantung akan semakin memperburuk.

“Tapi kalau penderita covid-19 tidak memiliki komorbid akan semakin mudah, mereka bisa survive makanya banyak yang sembuh. Contoh seperti kasus meninggal anak dua orang dan mereka mempunyai komorbid Leukimia dan Hidrosepalus tentu imunitasnya sudah menurun jadi meninggalnya karena dua-duanya,” tuturnya.

Pasien Isoman Covid-19 Gejala Komorbid Prioritas Cek Kesehatan

Tim Penanganan Covid-19 Puskesmas Gerunggang Kota Pangkalpinang, Nurlida menyebut, pasien Covid-19 indikasi komorbid atau penyakit penyerta menjadi prioritas utama untuk dilakukan pengecekan kesehatan saat menjalani isolasi mandiri (Isoman) di rumah.

Dikatakan Nurlida, untuk pengecekan kesehatan yang dilakukan yakni berupa pengecekan tanda vital seperti tekanan darah hingga saturasi oksigen.

Apabila saat pemeriksaan saturasi oksigen berada di bawah angka 90 persen nantinya akan langsung dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.

Sekadar informasi dalam dunia kedokteran saturasi oksigen normal adalah 95-100 persen.

Supriyadi menyebutkan dari total 37 kasus meninggal dunia akibat Covid-19, hipertensi menjadi penyakit penyerta yang dominan.

“Kalau untuk kematian akibat Covid-19 itu, di Kabupaten Bangka Selatan belum ada yang meninggal murni akibat Covid-19, namun didominasi oleh penyakit penyerta atau disebut sebagai komorbid,” ujar Supriyadi.

Selain hipertensi, Supriyadi menyatakan adapula penyakit penyerta lainnya yang menjadi faktor penyebab kematian warga yang terpapar Covid-19 seperti misalnya jantung, diabetes dan juga sesak nafas berat.

Mengenai batas usia yang meninggal di Kabupaten Bangka Selatan, Supriyadi menyebutkan jika kebanyakan kasus kematian akibat Covid-19 banyak terjadi pada usia di atas 55 tahun.

“Untuk batasan usia, kebanyakan yang meninggal dunia itu di atas usia 55 tahun. Namun demikian untuk usia yang di bawah 55 tahun agar tetap mengantisipasi karena Covid-19 ini tidak mengenal usia dalam penyebarannya,” ujarnya.

Supriyadi menegaskan jika penerapan protokol kesehatan secara ketat merupakan kunci pencegahan penyebaran Covid-19 secara luas dan massif.

Penerapan 5M lanjut Supriyadi jika betul-betul direalisasikan maka dapat mencegah terjadinya perluasan kasus sekaligus menjadian penyebaran semakin banyak.

10 Penyakit Komorbid yang Bisa Perparah Covid-19

Epidemiolog dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria menjelaskan, sejumlah penyakit penyerta terkait Covid-19 yang bisa memperparah kondisi pasien.

Berikut adalah penyakit-penyakit tersebut:

  • Diabetes Mellitus
  • Penyakit autoimun seperti lupus/SLE
  • Penyakit ginjal
  • Penyakit jantung koroner
  • Hipertensi
  • Tuberkulosis
  • Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
  • Penyakit kronis lain
  • Tumor/kanker/keganasan
  • Penyakit terkait geriartri

“Ketika orang dengan komorbid tersebut terkena Covid-19, maka ada risiko cukup tinggi untuk mengalami gejala parah,” kata Bayu saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/10/2020) siang.

Gejala parah atau severe Covid-19 terjadi karena interaksi efek dari Covid-19 dengan komorbid.

Dihubungi secara terpisah, Ahli Patologi Klinis yang juga Wakil Direktur Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, secara lengkap, jenis-jenis komorbid ada di dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 413 Tahun 2020 dan Kepmenkes Nomor 446 Tahun 2020.

“Ada di Kepmenkes Nomor 413 Tahun 2020 dan Kepmenkes Nomor 446 Tahun 2020,” kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/10/2020) siang.

Dengan adanya berbagai risiko yang mungkin dialami oleh para pasien dengan komorbid, Bayu mengimbau orang-orang yang memiliki penyakit penyerta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan.

Selain itu, penting untuk menjaga kondisi diri.

“Yang perlu diperhatikan adalah orang-orang dengan komorbid ini harus sangat menjaga diri dan lebih disiplin pakai masker, jaga jarak,” kata Bayu.

Sementara, apabila sampai tertular, pasien komorbid ini harus diawasi dengan ketat.

Sebelumnya, keterangan yang sama juga disampaikan oleh Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman.

Menurut Dicky, untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk, orang yang memiliki penyakit penyerta sebisa mungkin tetap di rumah dan meminimalisir kontak dengan lingkungan luar.

Dengan terkendalinya penyakit komorbid, akan mengurangi potensi terinfeksi, termasuk jika menderita sakit kondisinya tidak menjadi parah.

Dicky menekankan bahwa prinsip yagn dianut saat ini bukan hanya masalah kematian akibat Covid-19, tetapi juga dampak jangka pendek dan jangka panjang akibat infeksi virus yang sangat serius pada organ-organ tubuh. (R1/Bangkapos/Kompas.com