Jakarta, Karosatuklik.com – Bambang Soesatyo Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia SETAHUN durasi pandemi Covid-19 di dalam negeri, upaya bersama meredam penularan mulai menunjukan kecenderungan positif.
Jumlah kasus baru Covid-19 telah menurun di bawah level 10.000 kasus baru per hari. Kini, menjaga dan merawat kecenderungan positif ini menjadi tantangan semua elemen masyarakat.
Sebab, sebagai sebuah pencapaian, kecenderungan positif sekarang ini terwujud berkat kepedulian semua komunitas pada upaya memperlemah akses penularan virus corona varian SARS-CoV-02 penyebab sakit Covid-19.
Menghindari penguncian total atau lockdown sejak kasus pertama terdeteksi pada awal Maret 2020, pemerintah bersama masyarakat telah berupaya dengan berbagai cara, dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga sampai pada strategi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro sekarang ini.
Tak kenal lelah, pemerintah dan semua pihak yang peduli pun terus mengimbau masyarakat untuk patuh dan menerapkan protokol kesehatan (Prokes) dengan konsisten.
Kendati tambahan jumlah kasus baru per harinya semakin menurun, semua orang, tanpa kecuali, diminta untuk tetap waspada dengan tetap menerapkan Prokes. Apalagi, varian baru virus Corona terus bermunculan di berbagai negara. Bahkan varian B.1.1.7 dari Inggris sudah sampai di Indonesia.
Kendati vaksinasi sudah mulai dilaksanakan, temuan ragam varian baru virus Corona itu memperkuat perkiraan tentang durasi pandemi yang boleh jadi akan lebih lama dari beberapa perkiraan yang pernah dibuat.
Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekalipun tidak yakin pandemi Covid-19 akan berakhir pada tahun ini.
Karena itu, kepatuhan dan konsistensi menerapkan Prokes harus diterima sebagai kebiasaan atau keseharian hidup setiap orang.
Sebagaimana telah dicatat bersama, jelang setahun durasi pandemi, masyarakat sempat sangat kecewa karena tambahan kasus baru per hari bukannya menurun.
Sebaliknya, terjadi lonjakan kasus yang per harinya mendekati jumlah 15.000. Pulau Jawa terus tercatat sebagai wilayah dengan jumlah kasus terbanyak. Pemerintah pun terus didorong untuk melakukan penguncian wilayah.
PSBB maupun PSBB yang diperketat di Jawa-Bali memang tampak kurang efektif. Selain karena masih adanya kelompok masyarakat yang tak peduli akan urgensi Prokes, cakupan wilayah PSBB berskala provinsi, kota atau kabupaten, memang terlalu luas. Cakupan yang luas itu menyulitkan pengendalian serta pengawasan terhadap kepatuhan masyarakat melaksanakan Prokes.
Cakupun wilayah PSBB yang begitu luas juga menimbulkan kerugian besar bagi semua orang, terutama karena skala dan aktivitas perekonomian masyarakat harus di turunkan hingga ke level terendah.
Namun, dengan tetap menghindari penguncian wilayah berskala luas, pemerintah justru memilih pendekatan lain berupa PPKM mikro.
Sejatinya, PPKM mikro yang diterapkan sekarang mendorong setiap komunitas di pemukimannya masing-masing untuk semakin peduli dan pro aktif menerapkan Prokes.
Logikanya sederhana saja. Komunitas warga di setiap pemukiman tentu tidak ingin ada warganya terpapar Covid-19. Soalnya, begitu ada warga yang terpapar, konsekuensinya tak bisa dihindari oleh tetangga di lingkungan bersangkutan. Ketika si pasien Covid-19 harus melaksanakan isolasi mandiri di rumahnya, warga sekitar biasanya menjadi serba tidak nyaman, cemas dan takut. Karena itulah ketika setiap komunitas didorong makin peduli dengan pendekatan PPKM mikro, mereka menjadi pro aktif karena tidak ingin terpapar, serta fokus melindungi diri dan keluarga.
PPKM Mikro Jawa-Bali mulai diberlakukan 9 Februari 2021. Mengacu pada data terkini dan kecenderungannya, efektivitas PPKM mikro tak perlu diragukan. Per Sabtu (6/32021), tambahan kasus baru tercatat 5.767 orang. Sehari sebelumnya atau Jumat (5/3), Satgas Penanggulangan Covid-19 melaporkan tambahan kasus baru Covid-19 sebanyak 6.971.
Bandingkan dengan tambahan kasus baru per hari sepanjang Januari 2021 yang jumlahnya berada di kisaran 14.000-15.000 kasus. Karena itu, rencana perluasan penerapan PPKM mikro di luar Jawa-Bali patut direspons dengan sikap positif.
Penurunan signifikan jumlah kasus harian itu tentu saja melegakan semua pihak. Namun, sebagaimana telah diingatkan Presiden Joko Widodo, upaya memutus rantai penularan Covid-19 itu harus disertai dengan upaya meningkatkan jumlah pemeriksaan (testing) harian.
Memang, akurasi data dalam konteks ini menjadi sangat penting agar tindak lanjut pengendalian berikutnya tepat guna dan tepat sasaran.
Sedangkan faktor kunci meredam penularan Covid-19 tetap saja lebih mengandalkan konsistensi semua komunitas menerapkan PPKM mikro.
Dan, berpijak pada data terkini tentang tambahan harian kasus baru, konsistensi menerapkan PPKM mikro merupakan langkah paling efektif untuk merawat dan menjaga kecenderungan positif itu. Ketika tambahan kasus harian terus mengecil, semakin lebar ruang dan waktu bagi semua orang untuk memulihkan dinamika kehidupan.
Kuota kerja di kantor bisa diperbesar dan peluang bagi anak serta remaja mengikuti tatap muka berkegiatan belajar di sekolah semakin terbuka.
Kendati durasi pandemi belum bisa dihitung, masyarakat Indonesia layak untuk yakin dan percaya bahwa dinamika kehidupan akan pulih, cepat atau lambat. Kombinasi antara kepatuhan dan konsistensi menerapkan PPKM mikro dengan percepatan vaksinasi setidaknya akan mendorong percepatan pemulihan itu.
Saat ini, percepatan vaksinasi di dalam negeri masih terkendala oleh ketergantungan Indonesia pada produsen vaksin dari luar.
Volume produk vaksin yang sangat terbatas di pasar global saat ini menjadi rebutan tak kurang 215 negara. Kebutuhan riel untuk vaksinasi 7,8 miliar warga bumi, harus tersedia 15,6 miliar dosis vaksin.
Sedangkan total kapasitas produksi global hingga tahun ini kurang lebih 8,4 miliar dosis vaksin, sehingga kekurangannya mencapai 7,2 miliar dosis vaksin.
Berkejaran dengan waktu, pemerintah berupaya segera merealisasikan vaksin buatan lokal, yakni Vaksin Merah-Putih. Vaksin ini ditargetkan bisa diproduksi pada akhir 2021.
Untuk mewujudkan kekebalan komunal, Indonesia sedikitnya harus memvaksinasi 70 persen penduduk atau 182 juta jiwa. Artinya, kebutuhan minimumnya adalah 364 juta dosis vaksin. Hingga Februari 2021 sekarang, Indonesia telah memiliki 38 juta dosis vaksin, terdiri dari tiga juta dosis vaksin dalam bentuk jadi dan 35 juta dosis dalam bentuk bahan baku.
Data-data ini memberi gambaran cukup jelas betapa berat kerja mewujudkan vaksinasi bagi minimal 182 juta penduduk Indonesia agar terwujud kekebalan komunal.
Hingga Juni 2021, pemerintah menargetkan bisa memvaksinasi 40 juta penduduk. Artinya, butuh upaya ekstra untuk mendapatkan akses belanja vaksin sebagai tambahan untuk jumlah yang ada saat ini.
Maka, untuk menghindari kemungkinan terinfeksi Covid-19, tetaplah dengan penuh kesadaran mematuhi Prokes dalam kerangka PPKM mikro. (R1)