HUT Ke-51, Simak Perjalanan Politik Sejarah PDIP

Nasional2014 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Simak sejarah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang tahun 2024 ini genap berusiap 51 tahun. Setiap tanggal 10 Januari, partai berlambang banteng itu merayakan hari jadinya sebagai partai politik di Indonesia.

Pada, Rabu (10/1/2024) ini, PDIP merayakan HUT Ke-51 di Sekolah Politik PDIP, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Tahukah Anda, sebelum tercetus nama PDIP, partai berwarna merah ini memulai perjuangannya dengan nama PNI (Partai Nasional Indonesia).

Rangkuman Sejarah Perjalanan Partai PDIP

Mengutip beberapa sumber terpercaya, Presiden RI Pertama Soekarno pada 4 Juli 1927, mendirikan partai PNI. Seiring berjalannya waktu, PNI kemudian bergabung dengan beberapa partai.

Seperti, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik. Mereka pun bergabung menjadi satu, lantaran penyederhanaan partai jelang Pemilu 1977.

Akhirnya, gabungan partai tersebut dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dibentuk pada 10 Januari 1973. Sejak awal pendirian, PDI mengalami konflik internal, ditambah adanya intervensi pemerintahan era Presiden Soeharto kala itu.

Meskipun sudah melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas), tetapi tidak ada hasil yang signifikan. Sampai akhirnya, pada 12-13 April 1976, PDI berhasil menggelar Kongres I.

Namun, Kongres I PDI itu masih mendapatkan campur tangan pemerintah. Bahkan, intervensi dari pemerintah semakin kuat ketika Kongres II pada 13-17 Januari 1981.

Pada pertemuan tersebut, Soeharto yang bukan bagian partai menjadi pembuka dalam kongres. Puncaknya, PDI mendapatkan intervensi terjadi pada 1993 yang membuat kubu terpecah menjadi dua.

Dua kubu tersebut adalah kelompok Budi Hardjono yang didukung rezim Soeharto. Dan, kelompok pendukung Soerjadi serta Nico Daryanto dari internal PDI.

Perpecahan terjadi dalam kongres yang dilangsungkan di Medan, dua nama terakhir terpilih sebagai Ketum DPP PDI. Kelompok Budi Hardjono tidak terima dan berusaha menduduki arena kongres.

Perpecahan tersebut dapat diatasi dengan mengangkat anak kedua Soekarno, yakni Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum DPP PDI. Namun, rezim Soeharto menolak dukungan untuk Megawati.

Bahkan, pemerintahan Soeharto menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993. KLB itu, dilakukan di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Mengutip laman pdiperjuanganlampung.id, larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB. Kemudian, secara de facto, Megawati dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998.

Lalu, pada Munas 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati dikukuhkan sebagai Ketum DPP PDI secara de jure. Pengukuhan Megawati tersebut, ternyata tidak menyelesaikan konflik internal.

Sampai akhirnya, diadakan kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Kemudian, pada 15 Juli 1996, rezim Soeharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI.

Lalu, pada 27 Juli 1996, pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di kantor DPP PDI, Jakarta Pusat. Acara tersebut berakhir ricuh, antara kubu Suryadi dengan kubu Megawati.

Kericuhan itu dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau peristiwa Kudatuli. Setelah kerusuhan tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR.

Lalu, pada 1998, rezim Soeharto lengser yang membuat PDI di bawah pimpinan Megawati semakin kuat. Megawati ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003.

Setelah itu, mengubah nama PDI menjadi PDIP pada 1 Februari 1999. Nama tersebut dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan. ​(KBRN)

Baca Juga:

  1. Misteri Tongkat Bungkarno dan Asal Usulnya, Kini Berada di Tangan Puan Maharani
  2. PDIP Dorong Pemerintah Turunkan Kemiskinan Ekstrem hingga 0 Persen di 2024
  3. Rakernas III PDIP Hasilkan 17 Rekomendasi Eksternal, Begini Isinya