Jakarta, Karosatuklik.com – Gugatan praperadilan eks Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej atas status ‘tersangka’ kasus dugaan korupsi dikabulkan oleh Hakim Pengadilan (PN) Jakarta Selatan. Hakim menyatakan penetapan status tersangka Eddy oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah.
“Mengadili, dalam ekspeksi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya,” ungkap Hakim tunggal Estiono saat membacakan putusannya di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024)
“Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon membayar biaya perkara,” sambung dia.
Dalam gugatannya, Eddy menyatakan penetapan status tersangkanya kasus dugaan korupsi oleh KPK cacat secara yuridis atau bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal.
Ia juga meminta hakim untuk memerintahkan KPK menghentikan menghentikan seluruh rangkaian penyidikan. Serta pemblokiran rekening, berpergian luar negeri hingga penyitaan dinyatakan tidak sah.
Dalam perkaranya, KPK menyatakan Eddy sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi. Surat penetapan itupun juga telah ditandatangani oleh pimpinan KPK sekitar bulan November 2023 lalu.
Eddy Hiariej tak sendirian menjadi tersangka. Eddy dijerat bersama tiga orang lainnya. Diantaranya Yogi Arie Rukmana, Yosie Andika Mulyadi, serta Helmut Hermawan.
Selain itu mantan Wamenkumham itu juga diduga menerima suap dari Direktur PT Cipta Lampia Mandiri (PT CLM) Helmut Hermawan.
Helmut sudah dilakukan penahanan oleh penyidik KPK selama 20 hari pertama sejak 7 Desember 2023 hingga 20 Desember 2023 di rutan KPK.
Awal Kasus
Wakil ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, kasus ini bermula saat adanya sengketa dan perselisihan internal di PT CLM dari tahun 2019-2022 terkait status kepermilikan. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, Helmut berinisiatif mencari konsultan hukum dan sesuai rekomendasi yang diperoleh yang tepat adalah Eddy Hiariej.
Kemudian sekitar April 2022 dilakukan pertemuan di rumah dinas Eddy Hiariej yang antara lain dihadiri Helmut bersama staf dan pengacara PT CLM, Yogi dan Yosi. Dalam pertemuan disepakati Eddy Hiariej siap memberikan konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum PT CLM.
Eddy Hiariej kemudian menugaskan Yogi dan Yosi sebagai representasi dirinya. Besaran fee yang disepakati untuk diberikan Helmut pada Eddy Hiariej sejumlah sekitar Rp4 miliar.
Ada juga permasalahan hukum lain yang dialami Helmut di Bareskrim Polri dan untuk itu Eddy Hiariej bersedia dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3 dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp3 miliar.
Sempat terjadi hasil RUPS PT CLM terblokir dalam sistem adminitrasi badan hukum (SABH) Kemenkumham karena akibat dari sengketa internal PT CLM, sehingga Helmut kembali meminta bantuan Eddy untuk membantu proses buka blokir dan atas kewenangan Eddy selaku Wamenkumham maka proses buka blokir akhirnya terlaksana. Informasi buka blokir disampaikan langsung Eddy pada Helmut.
Kemudian Helmut kembali memberikan uang sejumlah sekitar Rp1 miliar untuk keperluan pribadi Eddy maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Dasar kesepakatan antara Helmut dan Eddy untuk teknis pengiriman uang di antaranya melalui transfer rekening bank atas nama Yogi dan Yosi.
“KPK menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp8 miliar dari HH (Helmut) pada EOSH (Eddy) melalui YAR (Yogi) dan YAN (Yosi) sebagai bukti permulaan awal untuk terus ditelusuri dan didalami hingga dikembangkan,” kata Alex. (Liputan6.com)
Komentar