Malang, Karosatuklik.com – Sebanyak tiga pakar hukum dari berbagai universitas di Kota Malang, Jawa Timur, angkat suara terkait evisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mereka menekankan pentingnya revisi KUHAP yang tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar mencerminkan nilai keadilan baru di tengah masyarakat.
Pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang Faturahman menegaskan, revisi KUHAP harus menjadi payung hukum yang jelas dan tidak menimbulkan kebingungan antarinstitusi penegak hukum.
“KUHAP harus menghindari tumpang tindih kewenangan antara penyidik, jaksa, hakim, dan advokat. Ini kunci agar hukum bisa berjalan konsisten,” ujarnya, Sabtu (31/5/2025).
Faturahman menekankan, revisi KUHAP harus bersifat substantif, bukan sekadar prosedural. Menurutnya, perubahan yang ada harus menyentuh masalah nyata yang terjadi di lapangan. “Pembaruan KUHAP adalah langkah penting menuju sistem peradilan yang adil, efisien, dan manusiawi,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang Ibnu Subarkah. Ia menekankan revisi KUHAP bukan sekadar ganti pasal, melainkan menyangkut nilai dan semangat keadilan.
“Ini bukan cuma soal pasal, tapi juga tentang napas keadilan yang harus hidup dalam sistem hukum,” jelasnya.
Ibnu juga menyoroti pentingnya peningkatan kualitas SDM dan institusi penegak hukum agar pembaruan hukum tak hanya berhenti dalam teks undang-undang. “Keadilan itu mahal. Semua warga yang datang ke pengadilan harus diperlakukan setara,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Arfan Kaimuddin berharap revisi KUHAP dapat mempercepat proses hukum tanpa melupakan hak-hak dasar semua pihak. “KUHAP yang baru harus menjamin efisiensi, tetapi tetap adil. Hak tersangka dan korban sama-sama penting,” pungkasnya.
Ketiganya sepakat revisi KUHAP adalah momentum penting untuk menciptakan sistem hukum yang relevan, adil, dan berpihak pada rakyat.
KPK Usul Penyelidik-Penyidik Minimal Lulusan S-1 Hukum

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memuat syarat ketentuan pendidikan bagi penyelidik dan penyidik minimal sarjana ilmu hukum.
“Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S-1) ilmu hukum, sehingga seluruh aparat penegak hukum, berlatar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” kata Wakil KPK Johanis Tanak kepada wartawan, Jumat (30/5/2025).
Menurutnya, saat ini penyelidik dan penyidik tidak disarankan berpendidikan S-1 ilmu hukum. “Sedangkan advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan harus S-1 ilmu hukum,” ujarnya.
Selain itu, kata Tanak, KUHAP baru tidak perlu lagi mengatur atau menghilang penyidik pembantu. Yang penting juga, adalah pengaturan tenggang waktu penyidikan yang jelas sehingga bisa memberikan kepastian hukum.
“Tenggang waktu penyidikan harus diatur dengan jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum, begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” ungkap Tanak.
Apalagi, kata Tanak, pada tahap penuntutan sudah diatur dengan jelas dan tegas tenggang waktu penanganan perkara.
Menurut dia, KUHAP baru juga perlu mengatur secara tegas perlindungan terhadap pelapor tindak pidana sehingga mencegah terjadinya kriminalisasi.
“Perlu ada pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor dan lain-lain masih banyak lagi yang perlu diatur,” tutur dia.
Lebih lanjut, Tanak mengatakan dirinya secara pribadi menilai banyak hal yang perlu diperhatikan dari KUHAP yang berlaku saat ini. Pasalnya, KUHAP yang berlaku sekarang merupakan produk Orde Lama dan banyak pengaturan yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini.
“Sekarang ini dalam era reformasi, perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat, seiring dengan hal tersebut, sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” pungkas Tanak. (R1/Beritasatu)













Komentar