Jakarta, BeritaSatu – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diwacanakan naik tahun depan, mengundang kritik sejumlah kalangan. Pemerintah dinilai bagaikan memburu di kebun binatang.
Peneliti Center of Industry Trade, and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus menjelaskan, di saat ekonomi sedang mencoba bangkit dari pandemi Covid-19, kebijakan kenaikan tarif PPN di atas 10% bisa menghambat penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi.
Pasalnya, tidak ada yang bisa memprediksi kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Jangan sampai, di tengah situasi yang masih krisis ini, kenaikan PPN di atas 10% justru memancing air keruh dan pada akhirnya merugikan masyarakat.
Pemerintah seharusnya melakukan ekstensifikasi pajak. Reformasi perpajakan seperti yang dipaparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada acara Musrenbangas beberapa waktu lalu, menurut Ahmad Heri harus dioptimalkan.
“Ekstensifikasi cukai, ini upaya pemerintah sudah lama. Tapi hasilnya belum optimal dan belum diandalkan. Ini harus disegerakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Ahmad Heri, reformasi perpajakan perlu dilakukan, tapi harus sesuai dengan kondisi atau struktur ekonomi saat ini. Ketimbang menaikkan PPN, yang diibaratkan pemerintah seperti berburu di kebun binatang.
“Menaikkan PPN sama saja pemerintah seperti berburu di kebun binatang.”
“Jadi dicoba dulu bagaimana memperluas tax base melalui perluasan basis pajak dan sebagainya, upaya yang bersifat berkelanjutan itu harus dicoba dulu. Jadi berburunya di hutan liar dulu, kalau sudah habis baru di kebun binatang,” ujarnya.
Seperti diketahui, dalam Musrenbangnas beberapa waktu lalu, Sri Mulyani menyampaikan untuk melakukan peningkatan pendapatan dengan melakukan reformasi perpajakan yang sehat, adil, dan kompetitif.
Beberapa cara yang akan dilakukan pemerintah, misalnya dengan melakukan inovasi penggalian potensi untuk meningkatkan tax ratio.
Selain itu juga melakukan perluasan basis perpajakan dengan BeritaSatu lain mengoptimalkan e-commerce, basis perpajakan, cukai plastik, dan opsi terakhir adalah menaikkan tarif PPN.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Edy Halim memandang, jika kenaikan tarif PPN benar direalisasikan dalam waktu dekat, pemerintah dinilai tidak memiliki sense of crisis.
“Dari sisi psikologis sosial, sangat tidak peka. Sense of crisis-nya nggak ada. Sebaiknya dipertimbangkan untuk ditunda sementara sampai situasi penanganan pandemi bisa relatif terkendali dan kepercayaan diri masyarakat sudah mulai tumbuh, mungkin kita baru berpikir bagaimana pengenaan dan pungutan-pungutan lain. Jadi empati ini harus ada,” tutur Rizal. (BeritaSatu.com)