Jakarta, Karosatuklik.com – Beberapa saat lalu, Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) dan Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengadakan kerja sama untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik atau berbahan bakar non-minyak bumi. Materi studi yang digunakan adalah Toyota Mirai.
Sebagai bagian dari Electric Vehicle (EV), Toyota Mirai masuk dalam kategori Fuel-Cell Electric Vehicle (FCEV). Ada pun sel yang digunakan adalah sel hidrogen.
Dari hasil kajian ini, Pertamina melangsungkan pembangunan Hydrogen Refueling Station (HRS) atau Stasiun Pengisian Ulang Hidrogen.
“Kami sangat bangga menjadi bagian dari proyek ini dan menyediakan kendaraan hidrogen teknologi terdepan dan bersama-sama memastikan mekanisme pengisian hidrogen yang cepat, efisien dan aman. Semoga stasiun pengisian hidrogen ini akan menjadi contoh dan menjadi model bagi proyek serupa di masa mendatang,” ungkap Nandi Julyanto, Presiden Direktur TMMIN.
Kolaborasi kedua entitas ini, yaitu TMMIN dan Pertamina NRE dituangkan dalam bentuk joint development agreement tentang pengembangan ekosistem transportasi berbasis hidrogen yang dilakukan Dannif Danusaputro, Chief Executive Officer Pertamina NRE dan Nandi Julyanto, Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Serta disaksikan Basuki Tjahaja Purnama, Komisaris Utama Pertamina Persero dan Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina.
Dikutip dari kantor berita Antara, tempat seru untuk membedah Toyota Mirai adalah fasilitas pembelajaran elektrifikasi TMMIN, yaitu xEV Center, di Karawang, Jawa Barat.
Di sini bisa disimak sosok Toyota Mirai, termasuk penampang melintang atau irisannya, sehingga bisa dipelajari secara detail alur energi yang menggunakan bahan bakar non-minyak bumi. Yaitu hidrogen dengan udara yang menghasilkan luaran berupa uap air.
Nathasya Natalia, xEV Center presenter menyatakan Toyota Mirai dihadirkan di fasilitas ini mulai paruh 2023. Atau setahun setelah peresmian xEV Center pada Mei 2022.
“Toyota Mira salah satu platform di sini untuk menghasilkan listrik melalui stack. Jadi hidrogen akan digenerate sehingga bisa menghasilkan listrik dan keluar air,” demikian penuturannya.
Bila Toyota Mirai dalam kecepatan rendah sekira 30 km per jam, digunakan energi dari baterai.
Energi dialirkan untuk melakukan pengisian ulang baterai, sementara mobil bekerja menggunakan energi yang dihasilkan dari hidrogen.
Kinerjanya sama seperti mobil hybrid, antara baterai dan stack saling menyuplai sehingga bisa didapatkan akselerasi penuh atau top speed.
Irwin Tristanto, General Manager Engineering Management Division PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menekankan pentingnya pengemudi mobil hidrogen merencanakan perjalanan secara lebih matang termasuk memprediksi jarak dan daya baterai.
“Mau ke mana, berapa km dan reduce berapa persen (baterainya). Jadi harus benar-benar terencana di mana bisa melakukan charging ulang, jangan sampai sudah 20 persen baru cari charger. Memang dianjurkan, mendekati 20 persen sudah mulai mencari stasiun pengisian,” tandasnya. (suara.com)
Komentar