Alasan Investasi Harta Karun Dibuka, Marak Pencurian

Nasional1824 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan salah satu alasan pemerintah membuka investasi pengangkatan benda muatan kapal tenggelam (BMKT) atau harta karun bawah laut adalah maraknya pencurian harta karun di perairan Indonesia.

Jika tak segera diangkat, dikhawatirkan benda-benda kapal karam tersebut menipis karena terus dijarah dan jadi langganan sasaran pencuri.

Salah satu yang cukup menggemparkan adalah yang dilakukan warga negara Australia Michael Hatcher.

Pemerintah ‘kebobolan’ dan ia berhasil mengeruk isi kapal peninggalan VOC bernama Geldermalsen yang karam di perairan Bangka berabad lalu dan melelang temuannya di Balai Lelang Christie, Belanda dengan nilai US$17 Juta dolar AS atau sekitar Rp220 miliar.

“Geldermalsen itu salah satu yang tempo hari bikin geger itu karena kecolongan,” ujar Deputi Deregulasi Penanaman Modal BKPM Yuliot, dikutip Jumat (5/3).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, potensi ekonomi dari BMKT memang cukup besar. Tercatat, ada 463 titik BMKT di Indonesia dengan potensi ekonomi mencapai US$9,6 miliar atau setara Rp127,6 triliun (kurs Rp14.359 per dolar AS).

Namun, dari jumlah tersebut, baru 25 persen yang sudah disurvei dan hanya sekitar 3 persen yang sudah dieksploitasi dan diangkat. Perkiraan nilai itu dihitung dengan asumsi benchmark balai lelang Christie US$20 juta per titik.

Potensi ekonomi BMKT mendorong pemerintah untuk mencabut moratorium yang diberlakukan lima tahun silam itu dan merumuskan kembali kebijakan dan pengelolaannya ke depan.

Namun, bukan berarti asing maupun swasta dalam negeri bisa langsung mengajukan izin dan melakukan pencarian harta karun bawah laut. Sebab, pada prinsipnya BMKT dikuasai negara, sehingga pengangkatannya hanya bisa dilakukan oleh pemerintah.

Kalau pemerintah perlu dan ada perusahaan, dan pemerintah mau mengangkat harta BMKT itu, kan, berarti harus ada izin.

“Ada perjanjian juga. Nanti dari hasil itu berapa bagian pemerintah, berapa bagian swasta. Prinsipnya kan hampir sama juga dengan konsesi,” terang Yuliot.

Pembagian hasil pengangkatan BMKT dengan pihak swasta juga memiliki aturan sendiri, yakni dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 25 tahun 1992 tentang Pembagian Hasil Pengangkatan BMKT antara Pemerintah dan Perusahaan.

Kemudian, dalam Keppres nomor 12 tahun 2009 juga ditegaskan BMKT yang telah diangkat dinyatakan menjadi milik negara, antara lain jika nilainya sangat penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan bangsa Indonesia;sifatnya memberikan corak khas dan unik; serta jumlah dan jenisnya sangat terbatas dan langka.

Dengan demikian, kata Yuliot, sebenarnya izin pengangkatan BMKT oleh investor dalam negeri maupun asing sama saja dan tak perlu dipermasalahkan.

Biasanya kalau ada penugasan dari pemerintah kepada swasta, diangkat dulu barang-barangnya dilihat dari nilai sejarahnya.

“Kemudian nilai ekonomisnya, berapa bagian swasta berapa bagian pemerintah itu ada hitung-hitungannya,” tambah dia. (cnnindonesia.com)