Jakarta, Karosatuklik.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah mengeluarkan kebijakan revolusioner dalam pendidikan tinggi di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan No. 53 Tahun 2023, mahasiswa tingkat S1 dan D4 tidak lagi diwajibkan untuk menyusun skripsi sebagai syarat kelulusan.
“Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam, bisa bentuk prototipe dan proyek. Bisa bentuk lainnya,” kata Nadiem.
Pengumuman kebijakan ini dilakukan melalui acara Merdeka Belajar episode 26 yang disiarkan pada 29 Agustus 2023 di kanal YouTube Kemendikbud RI. Selain itu, kebijakan ini juga mencabut persyaratan lulusan S2 dan S3 untuk menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi.
Nadiem Makarim menekankan bahwa lulusan S2 dan S3 tetap harus menyelesaikan tugas akhir seperti tesis atau proyek, namun penilaian lebih mengarah pada aspek teknis yang relevan dengan dunia kerja. Kebijakan ini diyakini akan memberikan perguruan tinggi lebih banyak kewenangan dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri dan mengukur kompetensi mahasiswa dengan cara yang lebih relevan.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang skripsi tidak lagi diwajibkan sebagai syarat kelulusan mulai Agustus 2023, Kamis (31/8/2023).
Skripsi Dihapuskan Mendikbudristek Nadiem
Kebijakan terbaru yang diperkenalkan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim telah menarik perhatian dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Melalui kebijakan ini, mahasiswa tingkat S1 dan D4 kini tidak lagi diwajibkan untuk menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan.
Poin penting dalam kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Selain menghapus kewajiban skripsi bagi mahasiswa S1 dan D4, peraturan ini juga mencabut persyaratan untuk lulusan S2 dan S3 yang harus menghasilkan makalah yang diterbitkan di jurnal ilmiah terakreditasi atau jurnal ilmiah internasional.
Nadiem Makarim menekankan bahwa lulusan S2 dan S3 tetap harus menyelesaikan tugas akhir seperti tesis atau proyek, namun penilaian lebih mengarah pada aspek teknis yang relevan dengan dunia kerja. Kebijakan ini diyakini akan memberikan perguruan tinggi lebih banyak kewenangan dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri dan mengukur kompetensi mahasiswa dengan cara yang lebih relevan.
Resmi Dihapuskan Sejak 16 Agustus 2023
Kapan skripsi resmi dihapuskan?
Peraturan baru skripsi benar dihapuskan telah diresmikan sejak 16 Agustus 2023 dan telah dicatat dalam perundangan pada 18 Agustus 2023. Saat ini, peraturan Menteri tersebut telah berlaku dan memicu diskusi dan perdebatan di kalangan praktisi pendidikan dan mahasiswa mengenai implikasinya terhadap masa depan pendidikan tinggi di Indonesia.
“Bukan berarti tidak bisa tesis, disertasi, tapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi,” jelasnya.
Lulusan S2 dan S3 Masih Wajib Buat Skripsi
Namun, Nadiem Makarim menegaskan bahwa lulusan S2 dan S3 masih harus menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk tesis, disertasi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya, meskipun tidak lagi diwajibkan untuk menerbitkannya di jurnal ilmiah.
Kebijakan ini memiliki dua aspek utama yang dianggap mampu mengubah pendidikan tinggi di Indonesia sebagaimana dilaporkan Antaranews.
Pertama, kebijakan ini memerdekakan standar nasional pendidikan tinggi, memberikan perguruan tinggi lebih banyak kewenangan dalam menyesuaikan kurikulum dan penilaian sesuai dengan karakteristik dan tujuan mereka. Selain itu, sistem akreditasi pendidikan tinggi juga direformasi untuk mengurangi beban administrasi dan finansial yang selama ini dihadapi oleh perguruan tinggi.
Nadiem Makarim juga menyampaikan pertanyaan kritis, “Apakah penulisan karya ilmiah yang dipublikasikan secara ilmiah adalah cara yang tepat untuk mengukur kompetensi dalam keterampilan teknis seseorang?”
Hal ini menunjukkan pertimbangan yang mendalam dalam pengambilan kebijakan ini, dengan fokus pada mengevaluasi kompetensi mahasiswa dengan cara yang lebih relevan dengan dunia kerja yang terus berubah.
Ketua Prodi Memiliki Kebebasan
Nadiem Makarim menyoroti, “Apakah dalam menggambarkan kompetensi individu di dalam bidang teknis, metode penulisan karya ilmiah yang dipublikasikan secara ilmiah adalah metode yang sesuai untuk mengukur kemampuan teknisnya?”
Ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut,
“Apakah yang ingin diuji adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan tindakan konservasi lingkungan? Apakah yang diuji adalah kemampuan seseorang dalam merumuskan dan menyajikan skripsi dengan pendekatan ilmiah? Ataukah yang ingin diuji adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan proyek di lapangan dengan efektif? Pertimbangan ini seharusnya tidak menjadi wewenang eksklusif dari Kemendikbudristek,” jelasnya.
Nadiem Makarim menegaskan kembali bahwa ketua program studi (prodi) memiliki kebebasan dalam menetapkan metode untuk mengukur standar kelulusan.
“Dengan demikian, aspek kompetensi tidak perlu diuraikan secara terperinci, karena perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk merumuskan kompetensi yang mencakup sikap dan keterampilan secara terpadu,” tambahnya. (R1/Liputan6.com)
Komentar