Cerita dari Balik Dering Hotline Darurat Covid di Yogyakarta

Nasional1327 x Dibaca

Yogyakarta, Karosatuklik.com – Dering telepon makin sering terdengar saban sore di ruang saluran siaga (hotline) milik Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Suara nyaring bersahutan menjadi penanda mengenai kritisnya kondisi pandemi Covid-19 di wilayah itu.

Wakil Komandan TRC BPBD DIY Indrayanto mengatakan panggilan-panggilan darurat ke hotline pihaknya lebih intens terdengar saban sore kira-kira sebulan terakhir. Dan, sambungnya, semua meminta bantuan kegawatdaruratan karena kondisi pasien Covid yang sudah memasuki fase kritis.

“Juni sekitar tanggal 18 itu kami coba amati, dari hotline pertama. Ini kalau sore kok ramai dan kebutuhannya pasti emergency,” kata Indra sapaan karib Indrayanto, ditemui di Markas BPBD DIY, Semaki, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Jumat (23/7).

Ia menuturkan rata-rata dalam sebulan terakhir setiap menginjak waktu bakda Asar, dering 8 pesawat telepon untuk hotline di markas TRC BPBD DIY mulai saling sahut.

Penelepon yang merupakan kerabat atau anggota keluarga pasien isoman meminta bantuan mulai dari obat-obatan hingga ambulans.

“Sore itulah telepon hotline banyak, wes ra umum. Butuh ambulans, butuh obat, kondisi memburuk harus cari rumah sakit,” ujar Indra.

Hasil survei dan asesmen BPBD DIY kepada berbagai rumah sakit sebagai hilir penanganan pasien juga menunjukkan kondisi yang tak jauh berbeda. Ada ritme serupa ketika sore datang.

“Menegangkannya adalah ketika kami menerima hotline, saat [panggilan meminta bantuan karena pasien] mengeluh sesak nafas, butuh ambulans butuh rumah sakit. Otomatis kami melacak rumah sakit dulu yang kosong mana,” ucapnya.

“Dan di rumah sakit, penuh semua jam segitu, jam 4 sore sampai 9 malam full. Saya heran. Jawaban dari dinkes belum ada [terkait situasi ini],” sambung Indra.

Beberapa bisa direspons dengan merujuk pasien ke rumah sakit yang lengang, atau mengarahkan ke apotek terdekat guna mendapatkan obat yang sesuai lewat koordinasi bersama Public Safety Center (PSC) masing-masing wilayah.

Termasuk, memberikan penanganan langsung seperti memberikan bantuan oksigen medis bagi mereka yang memerlukan.

Namun, ujar Indra lirih, tak sedikit pula yang tak tertolong pada prosesnya.

“Kami menyarankan, anda ke rumah sakit RSA misalnya ada kemungkinan di sana anda bisa ambil antrian. Begitu sampai sana orangnya ambil antrian, oke kami siapkan ambulans. Ambulansnya sudah siap, (mereka lapor), ngapunten sudah meninggal. Itu sering. Cuma selang setengah jam, satu jam setelah telepon,” paparnya.

Situasi ini, menurut Indra, berbanding terbalik kala pagi-siang hari. Di mana saat itu panggilan cenderung landai, dan kalaupun ada sifatnya bukan darurat.

Berkaca pada situasi ini, Indra dan jawatannya melihat sore jelang petang adalah waktu bagi pasien Covid-19 mengalami pemburukan. Rata-rata demamnya meninggi atau mendadak mengalami sesak nafas.

“Saya membaca beberapa kejadian pergantian waktu antaranya siang ke malam, sore itu ada perubahan suhu,” imbuhnya.

Bukan kesimpulan singkat, pihaknya telah menganalisa hal tersebut dengan membandingkannya pada fenomena ledakan kasus di Kudus, Jawa Tengah, awal Juni 2021 silam.

Selain itu didasarkan pada waktu temuan varian Delta yang disebut memiliki kemampuan penularan lebih cepat serta bisa menurunkan respon imun, dari sampel Covid-19 milik pasien asal DIY ini awal Juli lalu.

“Waktu Kudus itu kami komunikasi dengan teman-teman di Jawa Tengah untuk menganalisis kasus per kasus itu kok orang mati cepat itu kenapa? Terus proses-proses kematiannya itu pada jam berapa sih, proses-proses penularannya itu seperti apa sih,” ujar Indra.

“Ternyata kita coba analisis itu ternyata di sini benar. Sama, mirip-mirip. Satu orang bisa menularkan 10-20 orang. Begitu yang kena itu punya komorbid yang berat walaupun pada saat periksa dia didiagnosis ringan mendadak langsung drop kalau tidak segera diintervensi obat yang tepat,” tambah pria yang juga menjabat sebagai Supervisor Pusdalops BPBD DIY ini.

Bagaimanapun, peran varian delta pada fenomena ini baru sebatas dugaan. Baginya, alangkah baiknya untuk seluruh jajaran terkait segera memikirkan upaya antisipatif agar situasi ini tak terus berlarut-larut. (R1/cnnindonesia.com)