Enaknya Koruptor di Indonesia, Risiko Tertangkap Sangat Rendah

Nasional1061 Dilihat

Jakarta, Karosatuklik.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata berpandangan, risiko tindakan koruptif oleh pejabat publik maupun penyelenggara negara diketahui atau terungkap dan kemudian pelaku tertangkap oleh aparat, hingga kini masih sangat rendah.

Akibatnya, sampai sekarang tindak pidana korupsi terus berulang karena para pelaku masih merasa nyaman untuk melakukannya.

“Saya melihat risiko-risiko diketahuinya atau risiko tertangkapnya seorang koruptor itu rendah. Ini yang menyebabkan para penyelenggara negara, pejabat itu juga masih merasa nyaman untuk melakukan tindakan-tindakan korupsi seperti itu,” ujar Alexander Marwata saat menyampaikan sambutan pada acara Puncak Peringatan Hakordia Kemenkeu Tahun 2022 di Jakarta, Selasa (13/12/2022).

Marwata mengungkapkan, sejumlah koruptor mengaku hanya sedang terkena apes saja sehingga tertangkap tangan oleh aparat penegak hukum.

“Jadi, bukan kejadian yang luar biasa, apes saja saya Pak Alex. Loh kenapa? Sebetulnya yang lain kelakuannya sama, hanya mereka lebih rapih dalam melakukan tindakan dan menyembunyikan kekayaannya,” ucap Alexander Marwata mengulang percakapan dengan koruptor.

Menurut Marwata, hal-hal seperti itulah yang kemudian membuat pemberantasan korupsi di Indonesia belum menghasilkan dampak yang signifikan. Setidaknya, terutama kalau indikator keberhasilan pemberantasan korupsi itu dilihat dari berbagai indeks persepsi korupsi maupun penilaian integritas yang digunakan oleh KPK.

Ia mengungkapkan, indeks persepsi Indonesia terkait pemberantasan tindak pidana korupsi dalam lima tahun terakhir hanya berkutat di angka 37 hingga 38.

“Pernah di angka 40, namun turun lagi ke angka 38. Kalau itu kita jadikan tolak ukur keberhasilan pemberantasan korupsi, artinya apa? Ya, kita memang belum menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan,” papar dia.

Mencermati fenomena-fenomena seputar tindak pidana korupsi di tanah air, Marwata menyimpulkan bahwa risiko korupsi di Indonesia berbanding terbaik dengan prinsip ekonomi yang selama berlaku. Bahkan, jika tidak ada anggota masyarakat yang melaporkan, bisa jadi tindakan korupsi tidak akan pernah terungkap.

“Kalau ekonomi itu dikenal high risk, high income. Makin risikonya tinggi, peghasilannya makin tinggi. Ini kebalikannya dengan korupsi. Risiko korupsi rendah tetapi menghasilkan penghasilan yang tinggi dalam waktu yang cepat, singkat,” tutur Marwata.

Marwata juga mengungkapkan, audit yang rutin dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pemerintah daerah, instansi pusat, maupun lain juga belum banyak mengungkap perilaku korupsi yang terjadi.

“Atau ada penyimpangan tetapi penyimpangan-penyimpangan itu lebih banyak dikategorikan sebagai pelanggaran administratif,” pungkasnya. (BeritaSatu)