Jakarta, Karosatuklik.com – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak agar jalur mandiri di semua perguruan tinggi negeri (PTN) dihapuskan buntut kasus suap Rektor Unila Prof Dr Karomani. Mendikbudristek Nadiem Makarim menanggapi desakan tersebut.
Nadiem mengatakan saat ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih memonitor pelaksanaan jalur mandiri di setiap PTN. Nadiem menyebut pihaknya menampung masukan tersebut.
“Saat ini kami masih memonitor situasinya ya. Kami dengarkan dulu pendapatnya,” kata Nadiem kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Diketahui, Rektor Unila Prof Dr Karomani dan dua bawahannya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK usai menerima suap mahasiswa baru jalur mandiri. Merespons itu, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak agar jalur mandiri di semua perguruan tinggi negeri (PTN) dihapuskan.
Saya setuju harus dihapuskan jalur mandiri, saya kira paling pas penerimaan mahasiswa baru itu satu jalur, artinya jalur penuh, udah nggak ada jalur mandiri, bisa jalur prestasi atau jalur berkaitan dengan ujian seleksi penerimaan, semua ikut di situ,” kata koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi, Senin (22/8/2022).
Boyamin menilai jalur mandiri yang ada saat ini justru membuka peluang terjadinya aksi suap. Sebab, kata dia, sulit mempertanggungjawabkan jika ada uang yang lebih besar yang harus dibayarkan mahasiswa baru untuk masuk PTN.
“Paling tidak ada permasalahan ketika jalur mandiri ini kemudian menjadi ada uang yang lebih besar yang harus dibayarkan calon mahasiswa yang diterima jalur mandiri. Itu aja pertanggungjawabannya agak susah itu, gimana pencatatannya, dan lain sebagainya,” katanya.
“Dan itu menimbulkan peluang untuk terjadinya suap karena bisa saja diminta bayar Rp 50 juta, itu kemudian yang resmi, yang tidak resmi bisa aja Rp 100 juta,” imbuhnya.
Selain itu, Boyamin melihat jalur mandiri ini justru menimbulkan beban hingga diskriminasi bagi para mahasiswa. Menurutnya, jalur mandiri hanya akan membuat para mahasiswa saling mengolok-olok satu sama lain.
“Bagi masing-masing pihak juga ada seperti suatu yang mengganjal, karena apa? Ini seperti jalur diskriminasi, ‘oh lu jalur ujian penuh, gua jalur mandiri’, seakan-akan dia lebih kaya bisa saja menjadi kelas berbeda, atau sebaliknya diolok-olok ‘lu masuk jalur mandiri pasti nyogok’,” ujarnya.
“Jadi ya maka harus dihapuskan saja jalur mandiri, itu satu satunya cara,” lanjut dia.
Meski begitu, Boyamin menyatakan ada juga solusi lain jika memang jalur mandiri itu mau dipertahankan. Dia menyebut harus ada pengawasan maksimal dan harus ada patokan biaya resmi yang ditetapkan untuk masuk jalur mandiri.
“Kalau masih dipertahankan ya harus satu-kesatuan, harus lulus dulu, sistemnya diawasi betul sistem ujiannya, lulus dulu baru dia sanggup atau tidak membayar, dengan dipatok, nggak ada berapa sanggup bayarnya.”
“Jalur mandiri misal Rp 50 juta atau Rp 100 juta, dipatok, tinggal nanti ambil ranking 1-40 untuk sekelas, itu aja caranya, nggak ada berani bayar berapa masuk, nggak berani bayar berapa nggak masuk, itu nggak boleh lagi,” ujarnya. (R1/Dtc)