Imigrasi Perketat “Profiling” Pemohon Paspor Demi Cegah TPPO

Nasional817 x Dibaca

Denpasar, Karosatuklik.com– Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI memperketat pemeriksaan identitas (profiling) pemohon paspor demi mencegah calon pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan tindak pidana penyelundupan manusia (TPPM).

Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham RI Silmy Karim menyampaikan pemeriksaan lebih ketat itu ditujukan terutama kepada para pemohon perempuan berusia 17–45 tahun, karena kelompok itu yang kerap menjadi korban TPPO dan TPPM.

“TPPO itu rawan kepada wanita usia 17 sampai 45 tahun. Ketika pemohon menyampaikan permohonannya kemudian wanita usia 17 sampai 45, maka (kami) profiling yang bersangkutan untuk paspor. Itu yang kami dalami,” kata Silmy Karim menjawab pertanyaan wartawan pada sela-sela kegiatannya menghadiri Imigrasi Festival (IMIFest) 2023 di Dharma Negara Alaya, Denpasar, Bali, Selasa (18/7/2023).

Dia menjelaskan para korban biasanya menyampaikan kepada petugas memerlukan paspor untuk berwisata atau mengunjungi keluarga.

“Ini kami dalami, supaya jangan sampai menjadi korban. Kami antisipasi ini,” kata Dirjen Imigrasi.

Dalam kesempatan yang sama, Silmy menyampaikan Imigrasi pun membuat satuan tugas (satgas) di internal jajaran kantor Imigrasi untuk membantu aparat penegak hukum memberantas tindak pidana perdagangan orang dan tindak pidana penyelundupan manusia.

Satgas ini selain ikut mengungkap, tetapi juga melakukan sosialisasi dan perbaikan kebijakan,” kata Silmy.

Sejauh ini, dia menilai ada beberapa daerah yang cukup rawan kasus TPPO dan TPPM, di antaranya di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Dia menegaskan untuk daerah-daerah itu, Imigrasi pun meningkatkan pengawasan.

“Sangat, sangat diperketat,” kata Dirjen Imigrasi.

Satuan Tugas (Satgas) TPPO yang saat ini dipimpin oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam periode 5 Juni 2023 hingga 3 Juli 2023 menangkap 698 tersangka TPPO dan menyelamatkan 1.943 korban perdagangan orang

Dari 1.943 korban itu, 65,5 persen pekerja migran Indonesia (PMI), 26,5 persen pekerja seks komersial (PSK), 6,6 persen anak-anak yang dieksploitasi untuk bekerja, dan 1,4 persen anak buah kapal (ABK).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan saat ditanya wartawan di Jakarta, bulan ini (5/7), menjelaskan sindikat pelaku TPPO menggunakan berbagai modus untuk menjaring korban, di antaranya iming-iming bekerja di luar negeri, termasuk menjadi pekerja rumah tangga (PRT) di luar negeri.

“Ada 434 kasus yang diungkap menggunakan dua modus tersebut,” kata Ramadhan.

Sindikat pelaku TPPO juga menggunakan modus lain, yaitu menjadikan para korban sebagai pekerja seks komersial, dan anak buah kapal (ABK). Polri saat ini menangani 175 kasus TPPO yang menjadikan para korban TPPO sebagai pekerja seks komersial, kemudian ada 43 kasus untuk korban TPPO yang dieksploitasi tenaganya sebagai ABK. (Ant)